Mohon tunggu...
Yuni Ambarsari
Yuni Ambarsari Mohon Tunggu... -

Konselor FC Insan Selaras

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengapa Selalu Mengkambing-hitamkan?

15 Desember 2014   22:18 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:15 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sejak kecil saya sering bertanya-tanya apakah "Politik " itu? karena bapak saya seorang PNS yang selalu menolak jika di tawari untuk  terjun ke dunia Politik. Sudah diketahui di era ORBA membicarakan "PKI adalah haram ", yang ada di benak kita adalah kekejaman dan pembataian yang di lakukan oleh PKI terhadap para jendral dan rencana yang mengerikan untuk menguasai negeri ini....konon katanya. Namun sewaktu kecil di daerah saya banyak orang-orang (warga masyarakat) yang di stempel PKI padahal mereka tidak tahu apa itu PKI bahkan mereka juga tidak bisa baca/tulis, mereka pedagang atau petani tulen yang kegiatannya sehari hari hanya memikirkan keluarga dan periuknya saja. Bahkan orang tua dari temen saya hanya karena dia mencetak beberapa spanduk partai dan salah satunya adalah milik PKI dia pun tak luput di jebloskan dalam penjara nyaris di habisi saat itu. Yang menjadi pertanyaan saya meski dikeluarkan dan sudah ada surat pemutihan dari Kodim namun masyarakat tetap memberi stempel dia sebagai PKI, padahal menurut cerita orang2 sekitar tidak ada kegiatan dia yang dikategorikan sebagai anggaota PKI.

Anehnya ketika saya kuliah di FISIP UNS tidak ada dosen yang menceritakan kekejaman PKI atau mata kuliah yang membahas tentang itu yang pernah saya terima dlm pelajaran sejarah di tingkat SD-SMA. Dan lebih anehnya lagi ketika saya sudah terjun di masyarakat dan pernah mengikuti seminar nasional tentang korban ORBA banyak sekali saya mendapatkan cerita sejarah yang amat miris dari korban yang dianggap sebagai PKI selama ORBA, mereka di bui tanpa di adili, diadili tanpa bisa membela diri...bahkan menurut penuturan mereka sangat banyak yang tidak tahu mengapa dituduh PKI padahal mereka sama sekali tidak tahu tentang / tidak berkecimpung dalam partai apalagi PKI.

Akhir-akhir ini mulai kembali di hembuskan bahaya laten PKI bahkan di tingkat majlis taklimpun sekarang sudah banyak didengungkan tentang bahaya PKI mengancam seluruh umat bahkan ada beberapa ustadz yang menyebut jika darah PKI mengalir hingga tujuh turunan itu belum tentu bisa hilang. Terus terang sebagai manusia yang ingin menimba ilmu dan mencari keridhoan Allah SWT salah satu upaya kami adalah ikut mengaji namun betapa sedih dan mirisnya jika di pengajian-pengajian beberapa ustadz yang secara keras dan frontal mengobarkan rasa kebencian terhadap kelompok yang kita sendiri juga tidak tahu kebenaran sejatinya.

Terus terang saya sebagai WNI yang lahir th 1965 hingga kini jadi penasaran sebetulnya mengapa PKI selama ini di gambarkan dengan asumsi yang mengerikan.....jujur ketika kita mendengarkan ceramah ustadz2 yang berpikiran demikian rasanya sangat ngeri hidup di Indonesia, bagaimana tidak dari awal sebelum Pilpres sudah didengungkan jika nanti salah satu pasangan terpilih maka Indonesia akan dikuasai Syiah dan PKI akan berjaya kembali, para ustadz harus siap dipenggal kepalanya, masjid2 yang selama ini dibangun dan berdiri megah akan di ratakan dengan tanah dsb. namun kenyataan sampai sekarang Alhamdulillah apa yang digambarkan tidak terjadi.

Saya sebagai warga masyarakat Indonesia hanya bisa berdoa dan menghimbau ayolah kita saatnya bersatu dan membawa "Rahmatan Lil'alamin" dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. jangan lagi kami di takut-takuti dengan cara demikian. Negeri ini amat sangat membutuhkan pemikiran yang maju dan energi yang sangat banyak dari seluruh lapisan masyarakat. jangan disebarkan kebencian dan jangan dipertontonkan kekerasan ...kami ingin hidup damai, rukun dan dihargai bangsa lain. Amien ...YRA.

Salam Indonesia damai dan bersatu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun