Mohon tunggu...
PUTRI AMBARSARI
PUTRI AMBARSARI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hidup hanya sekali harus punya arti

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Keluar dari Zona Nyaman

25 Oktober 2021   15:51 Diperbarui: 25 Oktober 2021   15:55 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
take : Putri Ambarsari

Ku kayuh sepedaku menyusuri jalanan pedesaaan. Udara sejuk menyergat masuk melalui celah hidung. Hamparan sawah terlihat begitu jelas, sedangkan petani mulai bekerja. Perkenalkan Aku Utari, umurku 17 tahun.  Tinggal ku disebuah desa kecil yang berada dikaki gunung.  Aku sebagai anak satu-satunya yang harus membanggakan kedua orang tua dengan cara menempuh pendidikan di Pondok Pesantren. Kedua orang tua ku sangat senang jika anaknya masuk ke lingkungan pesantren, kali pertama aku menginjak dunia pesantren rasanya begitu campur aduk.

Hidup dengan berbagai teman yang berasal dari suku dan wilayah yang berbeda-beda, begitu juga tidur berjejer dikasur lantai setiap harinya, makan seadanya dan juga kegiatan yang sangat padatnya. Segala nya itu ku tepis, pesantren yang dulu dibilang orang tempat seperti penjara itu sangat salah besar. Ratusan ribu santriwan bahkan santriwati mendaftarkan dirinya tuk menyeimbangkan ilmu agamanya, begitu pula denganku. Karena setiap jalan yang diridhoi oleh Allah adalah jalan yang diridhoi oleh kedua orang tua.

Hari pertama aku tinggal di pesantren yang terletak di Kabupaten Jombang ini, aku merasakan arti benar-benar hidup jauh dari kedua orang tua, menangis setiap hari nya entah di kamar mandi atau pun di dalam lemari. Tak lupa diary yang selalu jadi tempat keluh kesah, senang dan susahnya perjalanan. Pesantren ternyata tidak semenakutkan itu, hari pertama masuk saja aku sudah mendapatkan tiga teman dari daerah yang berbeda, sangat mudah bukan beradaptasi, kuncinya jangan pernah merasa sendiri. 

Satu bangunan kecil itu ditempati dua puluh santriwati, tak heran bagaimana ramai dan gerahnya. Meskipun ada satu kipas angin yang menempel di dinding. Mereka bak saudara tak ada cacian bahkan cemohan. Kita sama, sama-sama mencari ilmu. Itu salah satu dawuh dari Abah Kyai. Yang membuat para santri tidak pernah membeda-bedakan dengan siapa ia tinggal dan bergaul. Kegiatan dari pagi hingga malam terus berkelanjutan, tidak ada kata lelah bagi sang pencari ilmu.

Hingga tiba kenaikan kelas 11, aku terpilih sebagai pengurus asrama, dimana sebagai pembawa amanah dari Pak Kyai dan Bu Nyai. Tanggung jawab sudah beliau serahkan kepadaku dan keempat belas temanku. Lima belas santriwati terpilih untuk mengemban Amanah tersebut, salah satunya adalah aku. 

Acara sertijab pun dilaksanakan dan disaksikan seluruh santriwati, dimana Aku dan teman-teman pengurus lainnya diperlihatkan didepan santriwati. Pelukan hangat dari Bu Nyai adalah obat tenang bagi ku. Karena beliau pengganti orang tua saat berada di pesantren.

Hari-hari berikutnya saat jabatan menjadi pengurus sudah bergelar. Kegiatan ku sudah berbeda, bahkan lebih sibuk dibandingkan sebelum menjadi pengurus. Pagi hingga malam bertahan demi sebuah tugas tuk diselesaikan, bahkan cemohan dan cacian pasti adanya. Tapi aku dan keempat belas temanku menguatkan satu sama lain. Meskipun nyatuin beberapa kepala biar jadi satu dan sepemahaman itu tidak mudah. Tapi karena kita terlanjur masuk, mau nggak mau tetap harus mau. Memulai dari titik terbawah hingga sekarang itu juga tak mudah. Banyak rintangan, hambatan, hujatan yang terlontarkan karena kerja kita yang kurang maksimal atau karena keteledoran kita menjadi pengurus baru. Tapi kami selalu berusaha memperbaikinya, bahkan saat santriwati asrama tertidur, kami para pengurus begadang demi hasil yang baik nantinya.

Keempat belas temanku merupakan wanita yang kuat dan hebat, meskipun mengeluh tapi tetap dikerjakan, meskipun capek tapi tetap diselesaikan. Untuk mereka dariku, aku berharap dan berdoa kelak kalian menggapai mimpi kalian, dipermudah segala urusannya dan dikuatkan batinnya, selalu semangat untuk membahagiankan orang tua. Kepada orang tua penggantiku di pesantren terimakasih sudah mempercayai kami serta terimakasih ilmu yang bermanfaat. Jika aku tak merasakannnya, maka aku takkan menjadi seperti ini. Kita perlu keluar dari zona nyaman, untuk menggali apa yang belum kita dapatkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun