Bantaeng, Selasa (11/12). Dua kampung di Kabupaten Bantaeng yakni Lembang-lembang dan Tino dilirik salah satu stasiun televisi di Indonesia untuk dibuatkan film dokumenter. Dipilihnya kedua kampung itu bukan tanpa alasan kuat.
Lembang-lembang merupakan kampung yang berada di Kelurahan Pallantikang, Kecamatan Bantaeng yang menjadi pusat ibukota Kabupaten Bantaeng. Namun lokasinya berada di pinggiran kota ini.
Meski begitu, Lembang-lembang masih menjaga nilai peradaban yang kental dengan aktifitas-aktifitas di era 70-an ke bawah. Sebut saja beberapa permainan rakyat/tradisional yang menjadi mainan utama anak-anak kampung itu.
Beberapa permainan diantaranya tingko'-tingko' (petak umpet), songko'-songko' jangang (sembunyi sebagai ayam yang akan ditebak anak lainnya), bong-bong (bom-bom) dengan media batu) dan cincing mariang (tebakan lewat bernyanyi). Permainan ini kemudian dimainkan anak-anak sembari kru televisi melakukan pengambilan gambar berupa video dan foto.
Pengambilan gambar di Lembang-lembang, Minggu sore, 9 Desember 2018 dikemas sedemikian rupa dengan kesan lumayan alami. Aktifitas masyarakat yang memecah batu pun turut terekam ke dalamnya tanpa sebuah skenario seperti halnya anak-anak yang melakonkan songko'-songko' jangang.
Salah seorang warga, Dion mengungkapkan jika dirinya sangat bahagia dan bangga melihat anak-anak bermain peran sebagai aktor dan aktris. Bahkan dikatakan bahwa para orang tua yang selama ini mendiskreditkan anaknya nakal baru sadar kalau apa yang diperbuat anaknya justru makanan bernilai positif bagi kaum milenial.
"Baru mi (barulah) sadar orang tuanya kalau anaknya tidak nakal. Ada juga warga dekat sungai disana yang berkata, anakku juga kodong (kasihan) pak, kasi' main ki juga (ikutkan juga bermain film)", tuturnya yang kental dengan Bahasa Makassar berdialeg Bantaeng.
Shooting oleh kru televisi dimaksud berlanjut  Senin sore (10/12) di Kampung Tino Toa, Desa Bonto Jai, Kecamatan Bissappu. Area pengambilan gambar di tempat anak-anak sering memainkan padende, buccu'-buccu' (asing/hadang-hadang), lonca'-lonca' (loncat tali) dan jarang-jarang (kuda-kudaan dari pelepah pisang).
Dari pantauan langsung AMBAE, anak-anak terlihat santai dan nyaman bermain seolah tidak ada proses shooting yang berangsung. Diketahui bahwa pengambilan gambar berlangsung lama dengan beberapa kali take atau shoot untuk tiap adegan beserta dialog ataupun sekedar audio.
Di Tino Toa, Kepala Desa Bonto Jai, Amiluddin turut menyaksikan proses shooting warganya. Demikian halnya masyarakat meramaikan area shooting yang tak jauh dari bibir Pantai Tino yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Jeneponto.
"Kita bersyukur anak-anak mendapat peluang untuk mempopulerkan permainan rakyat, sedang kita Pemerintah Desa menyiapkan ruang serta sarana dan prasarananya", jelasnya.