Banyak film yang telah berhasil diadaptasi dari buku seperti Harry Potter (2001-2011), The Lord of the Rings (2001-2003), The Godfather (1972), Laskar Pelangi (2005) dan masih banyak film terkenal lainnya. Ada beberapa alasan mengapa penonton tertarik dengan film yang diadaptasi dari buku. Salah satunya karena penonton dapat merealisasikan imajinasi yang muncul ketika membaca buku sebelum diadaptasi.
Meskipun banyak film adaptasi yang berhasil memenuhi ekspektasi penonton, tidak sedikit pula yang gagal mewujudkan harapan tersebut. Salah satu contohnya adalah Bukan Cinderella (2022). Film ini merupakan adaptasi dari novel populer di Wattpad karya Dheti Azmi dengan judul yang sama. Disutradarai oleh Adi Garin, Bukan Cinderella (2022) dibintangi oleh Fujianti Utami Putri sebagai Amora Olivia dan Rafael Adwel sebagai Adam Wijaya.
Film ini berlatar tempat masa SMA, menceritakan tentang Amora Olivia, yang dikenal keras kepala, mandiri, dan tidak mudah menyerah. Kehidupan Amora berubah ketika sepatunya secara tidak sengaja tertukar di sekolah yang membuat Amora harus berhadapan dengan Adam Wijaya, seorang cowok kaya, arogan, dan penuh percaya diri. Konflik di antara mereka pun tak terhindarkan, tetapi lambat laun hubungan mereka berkembang menjadi lebih dari sekadar pertengkaran biasa.
Penonton memiliki ekspektasi yang tinggi dari cerita yang diangkat, melihat juga beberapa waktu kebelakang banyak film Indonesia dengan genre serupa yang sukses di pasaran. Misalnya film Ada Cinta di SMA (2016), Dear Nathan (2017), Dilan 1990 (2018). Bahkan film Dear Nathan (2017) dan Dilan 1990 (2018) memiliki sekuel yang tidak kalah sukses dari film pertamanya. Kedua film ini mendapatkan jumlah penonton yang besar dan respon positif dari masyarakat.
Hal yang membuat film Bukan Cinderella (2022) mendapatkan banyak kritik dari penonton. Alasan pertama adalah akting dari Fuji yang memerankan Amora sebagai pemeran utama tidak memenuhi ekspektasi audiens. Penonton menyayangkan pemilihan Fuji sebagai pemeran utama disaat ada banyak aktris yang dirasa memiliki pengalaman dan skill akting yang lebih baik.
Selain itu, alasan kedua film ini tidak berhasil dimasyarakat adalah beberapa dialog yang dinilai aneh, ''OH JADI ELO' ngakak. bisa bisa nya lolos casting' tulis salah satu penonton di trailer film ini. Banyak dari penonton yang menyayangkan mengapa Sutradara dari film ini, tidak menimbang kembali beberapa adegan yang dinilai aneh.
Genre romance memang menjadi salah satu favorit masyarakat khususnya di Indonesia, namun tidak berarti seorang Sutradara dapat membuat film dengan 'sembarangan'. Artinya, seorang Sutradara harus mempertimbangkan pemilihan aktor dan aktris yang akan bermain dalam film tersebut.
Berdasarkan dari kasus pada film Bukan Cinderella (2022) satu hal yang menjadi masalah adalah pemilihan pemeran utama yang belum memiliki pengalaman yang cukup dalam berakting. Hal ini tidak hanya berpengaruh pada kesuksesan adaptasi film ini, namun berpengaruh pada aktris yang 'trauma' untuk bermain film kedepannya.
Ada baiknya jika ingin memproduksi berbagai film, tidak hanya mengejar 'viral' dengan menggunakan aktor atau aktris yang sedang naik daun, tapi juga memperhatikan banyak aspek lainnya. Misalnya, nilai film yang akan dibuat kedepannya, apakah itu akan memberikan citra positif atau negatif terhadap Production House, Aktor/Aktris, Penulis, dan berbagai orang yang bekerja dalam pembuatan film tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H