Sebelum menuangkan kegelisahan yang ada di dalam diri, saya ingin mengucapkan selamat ulang tahun kepada Himpunan Pelajar Mahasiswa Indonesia Gorontalo yang baru saja merayakan miladnya ke-58 Tahun pada 15 Agustus kemarin. Organisasi Daerah bagi Pelajar dan Mahasiswa Gorontalo yang menempuh Pendidikannya di luar Provinsi Gorontalo. Semoga tetap menjadi wadah dan tempat melepas kerinduan yang paling ideal bagi perantau Gorontalo.
HPMIG telah memberikan sumbangsih besar bagi Gorontalo. Mulai dari ikut berperan dalam perjuangan pembentukan Provinsi Gorontalo hingga menghasilkan tokoh -- tokoh daerah maupun nasional yang mengemban jabatan di berbagai Lembaga daerah  dan pusat. Salah satu tokoh ialah Suharso Monoarfa yang saat ini menjadi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional.
HPMIG tidak hanya sebagai wadah atau penghimpun pelajar dan mahasiswa yang berasal dari Gorontalo sebagaimana yang tertuang di pasal 6 Anggaran Dasar HPMIG, akan tetapi HPMIG bisa dikatakan sebagai organisasi kader dengan menghasilkan banyak kaum akademisi maupun praktisi untuk kemaslahatan Provinsi Gorontalo kedepannya. Namun di usia yang makin bertambah, apakah HPMIG saat ini masih eksis di kalangan para perantau Gorontalo?
Idealnya, HPMIG seperti itu. dengan pola regenerasi dan kaderisasi menggunakan pendekatan primordial sebagai satu daerah, maka HPMIG bisa bertahan hingga saat ini. Setiap generasi seharusnya mendapatkan proses sesuai dengan porsi yang tertuang di AD/ART.
Titik kegelisahan penulis tertuang dalam Pasal 18 ayat (2) ART HPMIG yang tertulis bahwa "Masa jabatan Pengurus HPMIG cabang adalah 1 (satu) tahun terhitung sejak Pelantikan dan serah terima jabatan". Namun pada prakteknya, banyak fungsionaris pengurus cabang yang "molor" hingga setahun lebih. Berbagai alibi pun muncul mulai dari faktor eksternal hingga internal.Â
Terlepas dari semua itu, Tindakan ini bisa dikatakan sebagai pengkhianatan terhadap konstitusi. Maka dari itu sudah sepatutnya Pengurus Besar dapat melakukan intervensi terhadap Pengurus Cabang yang telah melakukan bentuk penyelewengan kekuasaan yang mengarah pada tidak berjalannya aturan organisasi sebagaimana mestinya.
Tanpa melupakan konstitusi sebagai pedoman dari semua anggota HPMIG, AD/ART merupakan rules of the game atau aturan yang telah diputuskan bersama untuk menjalankan roda organisasi. Kita sadari bahwa konstitusi HPMIG sangat krusial untuk dijalankan demi melahirkan regenerasi yang bertanggung jawab dan memiliki kapasitas intelektual yang mumpuni.
Kegelisahan berikutnya adalah persoalan dinamika yang ada di HPMIG. Banyak diskusi dan kajian -- kajian di HPMIG yang seharusnya membahas tentang problematika anak rantau atau hal -- hal yang substansial soal anak muda, yang terjadi malah membahas soal isu kedaerahan yang ada di Gorontalo.Â
Mahasiswa yang menimba ilmu di luar Gorontalo harusnya bisa menganalisis dan mengkaji persoalan daerah tempat ia menimba ilmu sebagai bahan komparatif untuk landasan pembangunan daerah Gorontalo. apalagi kader HPMIG yang rata -- rata berstatus sebagai kaum intelektual yang bisa membawa perubahan dalam masyarakat.Â
Contohnya perbandingan antara pembangunan SDM di Kota Malang dengan Kota Gorontalo atau perbedaan infrastruktur antara kedua kota tersebut.
Bisa saya katakan bahwa mahasiswa rantau disebut juga alat 'spoiler' bagi Gorontalo dalam hal pembangunan daerah. Maka dari itu harusnya diskusi dalam lingkup HPMIG membahas tentang analisis atau mengkaji daerah rantau masing -- masing cabang yang memiliki kelebihan tersendiri agar menghasilkan sebuah ide atau gagasan yang bisa dimanifestasikan di daerah Gorontalo.