Potensi SDA yang berlimpah-ruah dijadikan objek rebutan kaum Asing. Politik investasi asing menghiasi ruang-ruang publik, dan di balik pentas publik. Kesepakatan dibangun, konspirasi tentu menjadi bagian yang rawan. Apakah menguntungkan rakya, ataukah merugikan?. Para Pahlawan sedang menangis, jika kita gadaikan kekayaan alam Indonesia pada kaum asing.
Sesama anak bangsa saling bantai karena rebutan kepentingan. Pastilah keluar dari harapan para Pahlawan. Generi hari ini masih sibuk dengan kursi kekuasaan yang temporer, itu juga bukan warisan Pahlawan. Dari kondisi rebut-rebutan kepentingan kekuasaan, anak-anak bangsa menjadi anti terhadap peberbedaan.
Saling curiga di antara kita. Pada bagian lainnya, kelemahan tersebut dikompensasikan dengan konflik sosial. Ancaman disintegrasi sosial, Indonesia makin sulit mencapai persatuan yang hakiki. Berkorban untuk kepentingan banyak orang hanya menjadi retorika politik. Anak-anak bangsa diarahkan untuk bertikai, agar sumber daya di negeri ini dirampok para penjajah.
Spirit perjuangan yang sungguh-sungguh untuk kepentingan kolektif ditunjukkan para Pahlawan kita sejak dahulu. Sekarang sepertinya meredup. Terkikis, wajarlah kita bangkitkan, lestarikan lagi nilai-nilai luhur yang ditinggalkan para Pahlawan. Sebetulnya dalam pergantian generasi kita semua adalah generasi terbaik.
Sehingga penting membangun rasa cinta terhadap tanah air. Nasionalisme dan Pancasila tidak dijadikan dagangan politik. Persatuan menjadi materi tukar tambah kepentingan. Tak boleh seperti itu. Situasi yang demikian membuat energi kita habis, karena sesama anak bangsa dihasut. Bertikai, hingga kita terpecah dan rapuh.Â
Pahlawan teladanku, dalam terjemahan politik dapat diadaptasikan sebagai sikap membela tanah Indonesia. Memajukan negeri tercinta. Menegaskan diri bahwa Indonesia memiliki kekuatan politik, dan tidak dapat diatur kekuatan eksternal. Pahlawan menjadi alat integrasi sosial. Keberadaan mereka begitu dibutuhkan.
Disaat inipun, meski para Pahlawan telah tiada. Nilai-nilai yang mereka contohkan harus terus kita hidupkan. Secara fisik mereka telah tiada, namun semangat, serta nilai moralitas yang mereka pernah tunjukkan masih ada. Selalu kita tiru. Pahlawan menjadi magnet dalam mengikat persatuan nasional.
Indonesia yang majemuk tidak boleh terbelah karena kemajemukan itu. Melainkan, dijadikan sebagai kekayaan dan keistimewaan keberagaman itu. Untuk apa?, harus menjadi kekuatan maha dahsyat. Negara yang kaya dengan aneka ragam keunggulannya ini harus bersatu. Jangan sampai terpecah-belah karena propaganda kaum penjajah.
Sekarang masih ada para penjajah. Mereka kita sebut dengan istilah neo-imperialisme atau penjajah baru. Yang kekuatannya dimigrasi ke ruang penjajahan budaya. Penjajahan pertambangan atau SDA. Penjajahan dalam ruang investasi atau modus bantuan-bantuan dari negara luar. Dimana prakteknya dikalkulasi melalui pemberian bantuan, berikan 4, tapi yang didapat adalah 10.
Moralitas anak-anak bangsa juga tergolong terdegradasi dari semangat penghargaan terhadap sejarah. Kita makin kehilangan keteladanan. Para pemimpin yang muncul pun tidak lengkap pengetahuannya tentang legacy para Pahlawan. Nyaris buta sejarah. Teladan Pahlawan haruslah berkembang, mewujud dalam tindakan keseharian kita semua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H