Tidak sedikit spirit positif rakyat dalam menopang pembangunan. Termasuk yang datang dari entitas pemuda. Dalam menuju kemajuan peradaban, kaula muda juga ikut ambil bagian berkontribusi. Merintis jalan terjal, mengambil jalan tengah untuk transformasi.
Di satu sisi, kemauan berkolaborasi yang dibangun kaum muda harus dikuatkan. Perkembangan kemajuan negara Indonesia, telah mengarahkan kita semua pada kompetisi global. Yang sudah tentu di dalamnya akan tersedia, terbuka ruang tantangan yang menghadang. Sehingga penting adanya kesiapan mental dan kompetensi.
Jangan berharap perubahan besar akan terjadi kalau kita tidak siap. Dilain sisi, kompetisi saja tidak cukup dalam menyongsong transformasi. Kita sebagai entitas pemuda membutuhkan kolaborasi. Spirit kebersamaan yang diikat dengan kekuatan kolaborasi mempermudah lahirnya perubahan peradaban.
Kaum muda yang dikenal progresif juga produktif dituntut punya kesamaan visi. Atas nama kemajuan bangsa, peleburan konsolidasi dilakukan lintas sektoral. Tidak boleh para pemuda kaku dalam mengkonstruksi gerakan kebersamaan. Lekaslah bangun dari tidurnya, yang hanya mengedepankan kompetisi lalu mengabaikan kolaborasi.
Lekaslah membangun kesadaran kritis, kuatkan kolaborasi. Jauhkan perilaku yang kecenderungannya tidak sehat, tidak menyanggah strategi perubahan kolektif. Sebab, dengan kolaborasi perubahan demi perubahan akan tercipta. Problem akut, sebesar apapun itu akan terurai. Kuncinya ada pada kolaborasi. Dengan kolaborasi, yang berat menjadi ringan.
Yang sulit akan menjadi mudah. Dengan kolaborasi pula, akselerasi perubahan akan mudah diraih. Kaum muda harus segera sadar, jangan mau terlena dengan doktrin kompetisi dan kompetisi terus-menerus. Karena kalau hanya sekedar kompetisi, kapan kita bisa bersatu. Kapan kita akan membangun gerakan perubahan semesta.
Pemuda hari ini seperti mengalami kemacetan dalam melewati rute pengabdiannya pada bangsa dan negara. Penyebab utamanya karena sebagian tidak sabar mengantri. Dalam konteks kontribusi melalui organisasi, regenerasi dilewatkan. Akhirnya, tidak sedikit pemuda yang kebelet memanfaatkan segala cara untuk meraih kekuasaan atau jabatan di organisasi seperti KNPI.
Dalam episentrum interaksi tersebut menandakan bahwa para pemuda mulai tidak tertib. Tidak solid membangun spirit kebersamaan. KNPI sebagai wadah berhimpun pemuda ini pecah-belah, menjadi lebih dari satu. Padahal sesuai jalur tempuh, yang benar ialah KNPI yang Ketua Umumnya dipimpin Haris Pertama, SH.
Karakter bypass dilakukan. Hasilnya, masing-masing pemuda merasa punya kemampuan dan akses pada kekuasaan pemerintah yang dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya sendiri. Konsekuensinya perubahan besar yang membawa dampak maslahat bagi banyak orang tidak dirasakan.
Segelintir aktivis pemuda menjadi bias orientasi saat memimpin organisasi kepemudaan. Tebar pesona pada penguasa, mencari keuntungan untuk diri sendiri. Rakus dan bermental maling. Begitu ironis. Di pihak lain, kebersamaan yang mestinya dirajut sesama pemuda menjadi terkikis. Terabaikan. Yang seharusnya membangun rute kolaborasi, malah terbalik.
Sampai kapan perpecahan, pertengkaran kepentingan pemuda seperti itu dirawat?. Pemuda yang memiliki potensi tumpah-ruah, ''resorce'' yang luar biasa. Namun saja disalah gunakan. Tidak mau bersatu dalam mendorong mesin perubahan yang besar. Situasi dilema itulah yang menyebabkan pemuda sulit meraih kejayaan.
Belum lagi perilaku saling menghasut. Tidak saling iklas, bukannya berkolaborasi tapi saling mejatuhkan. Mereka yang mengikuti proses secara matang dan benar dalam berorganiasi di KNPI, malah dijadikan musuh bersama. Pemuda yang tegak lurus menjaga marwah organisasi malah dialienasi dari komuntasi interaksi yang lebih luas.