TIDAK semua politisi berfikir jauh ke depan. Yang berpandangan futuristik, teratur dan terintegrasi tidak banyak. Untuk politisi yang bersikap toleran, begitu pula. Tidak banyak.Â
Ini merupakan penyebab dari minimnya literasi. Akibatnya ada politisi yang malas mikir. Tapi doyan bicara. Selalu memperlihatkan sensasi, bukan prestasi. Kepentingan rakyat hanya dijadikan kapitalisasi politik.
Yang lahir kemudian adalah kegaduhan sosial. Karena yang dibicarakan ke publik tidak berdasarkan fakta, analisis yang matang, dan cara berfikir sistematis. Paradigma inklusif mestinya digaungkan. Pemikiran yang tidak diperkaya dengan bacaan, wacana kritis, membuat politisi menjadi intoleran. Mudah emosi.
Ekstrimnya, politisi semacam itu mudah menolak perbedaan pendapat. Tidak terbiasa dengan perbedaan. Demokrasi yang memberi ruang kemajemukan, diabaikan. Dari deretan politisi nasional yang futuristik dan toleran itu, nama Ir. H. Djafar Alkatiri, M.M.,M.PdI ada dalam deretan tersebut.
Pemikiran futuristik tercermin dari sosok Djafar Alkatiri, Senator asal Sulawesi Utara. Wakil Ketua Komite I DPD RI ini berwawasan luas, rekam jejaknya terukur. Kaya pengalaman. Akrab dengan ragam dialog terkait hal sosial, ekonomi, budaya, politik, ideologis dan kepentingan keumatan. Pandangannya futuristik dan terbuka.
Kebanyakan orang salah kapra menginterpretasi soal toleransi. Senator Djafar, tidak parsial memaknai itu. Baginya kegagalan mengimplementasikan toleransi menjadi kebablasan, karena sempitnya kita mengartikulasi toleransi.Â
Bersikap toleran dalam beragama. Bukan menjadikan atau memaksa kita untuk mengikuti kegiatan ritual keagamaan dari pemeluk agama tertentu. Toleransi bukan berarti memaksa.
Toleransi secara holistik, ialah menghormati perbedaan. Menghargai, tidak berisik, tidak bersikap diskriminasi terhadap orang atau kelompok lain. Di luar diri kita. Dengan perlakuan hormat, menghargai kebebasan beragama atau berbudaya, disitulah nilai pentingnya toleransi. Lahirnya sikap kesetaraan, adil dan penuh rasa hormat antar sesama.
Pemikiran tersebut tidak saja disampaikan Senator Djafar dalam ruang diskusi formal maupun pidato saat sambutan di atas podium yang terhormat. Lebih dari itu, Senator Djafar telah mempraktekkannya.
Beliau bertindak sebagai role model. Memberi legacy kebaikan. Politisi yang aktif di dunia pergerakan "aktivisme" sejak di bangku Sekolah itu menyadari bahwa toleransi hukan jualan kata-kata. Bukan dagangan dan dagelan politik.
Baginya, toleransi tidak bersifat memaksa. Melainkan rasa yang termanifestasikan dalam akal sehat, kesadaran profetik. Dimana orang-orang yang toleran itu hidupnya tenang. Tidak mengintimidasi pihak lain untuk bersikap toleran pada pihak tertentu. Melainkan cukup dengan ia memposisikan diri, membawa diri, menghormati perbedaan. Sikap toleransi menempatkan kedamaian dalam diri tiap manusia.