Cukuplah, karangan cerita lepas nan lucu juga dungu pernah disampaikan oknum politisi. Yang sebagian besarnya fiksi, dan fiktif. Tidak boleh kebohongan itu terulang. Janji manis politisi untuk mengajak rakyat memilihnya, hanya bualan, omong kosong. Ketika terpilih, menang, mendapat kursi kekuasaan politisi itu lupa pada janjinya.
Akhirnya, janji tinggal janji. Rakyat berharap ada perubahan, namun yang ada hanyalah janji-janji baru lagi yang diberi. Jikapun sebagian politisi menunjukkan komitmen mewujudkan janjinya, belum perna ada yang mampu mencicilnya 100 persen.
Itu sebabnya, cukup beralasan sekarang dan kedepannya kita menyiapkan kelas baru. Kelas dimana jenaka politik yang bersifat mengedukasi harus dibuat. Dilaksanakan. Kita berharap dengan ikhtiar ini tatanan politik kita nanti lebih beradab. Lapak edukasi politik alternatif yang sebetulnya efektif mencerdaskan publik.
Nilai-nilai kemanusiaan bukan saja diucapkan. Melainkan diterapkan. Rangkaian kata-kata manis untuk rakyat dibuktikan dengan kebijakan yang berpihak pada rakyat kecil "termarginal". Bukan dijadikan senjata untuk olah-olahan pada rakyat. Kepentingan rakyat digadaikan demi kekuasaan politik. Lantas rakyat ditinggalkan, bukan itu yang diharapkan rakyat.
Melalui pentas cerita jenaka, satire dan gimiick lucu mencerahkan dapat ditampilkan. Kisah, kasus, atau praktek tipu muslihat yang dilakukan oknum politisi yang memperkaya diri sendiri dengan menyalahgunakan kekuasaan publik juga dapat disentil secara apik. Tujuannya menjadi renungan. Menjadi pengingat diri, agar politisi lain tidak ikut skandal serupa.
Pencerahan semacam itu lebih mudah dicerna rakyat luas. Panggung jenaka politik kalau diseriusi bakal menjadi ramuan paling efektif. Mengobati dan menyembuhkan para politisi yang sakitnya telah kumat. Para politisi yang membudayakan korupsi dan memelihara kesombongan jabatan di dalam dirinya.
Sebut saja sandiwara politik yang bersifat busuk ditampilkan politisi korup. Di Pengadilan, saat proses hukum pengakuan dan kesaksian palsu sering digunakan. Tak jarang mereka bersumpah atas nama agama dan Tuhan. Mereka menutupi yang sebetulnya terjadi. Supaya tidak baper, rakyat harus membaca itu semua sebagai cerita jenaka politik. Lucu-lucuan semata.
Pada titik waktu tertentu, satu persatu pengakuan palsu terkonfirmasi dengan hadirnya saksi-saksi lain. Dan ternyata, yang disampaikan oknum politisi korup itu hanya untuk membela dirinya sendiri. Politisi tersebut membuat lagi satu kesalahan baru. Suatu pertunjukkan yang sangat tidak elok. Tidak mendidik publik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H