DARIÂ sejumlah tokoh politisi di Provinsi Maluku Utara (Malut), nama Sultan Tidore, Husain Alting Sjah, SE.,MM, dan Ir. Namto Hui Roba, SH, sangat dikenal. Dapat disebut keduanya sebagai top of mind. Figur yang populer, juga populis. Dikenal santun, tokoh pelopor pemersatu Maluku Utara.
Mereka menjadi 'Taman Bunga' yang sejuk bagi kerukunan di Maluku Utara. Kombinasi majemuk. Era kolaborasi memberi kesempatan kepada kedua Senator ini untuk merajut kepentingan masyarakat. Baik Sultan Tidore Haji Husain, juga Namto (Anggota DPD RI periode 2019-2024) punya kepekaan yang tinggi pada kepentingan masyarakat. Politisi bermental pejuang.
Kedua anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) tersebut telah mewarnai panggung politik nasional. Memperjuangkan kepentingan masyarakat Maluku Utara, tidak mau menjadi pemimpin pikun yang lupa kepentingan masyarakat. Apalagi munafik, dan rakus. Mereka memiliki rekam jejak politik yang disegani. Pemahaman keindonesiaan yang komprehensif.
Inilah role model politik. Tidak berlebihan bukan saja di Maluku Utara, dalam skala regional Indonesia Timur, bahkan nasional Husain Sjah dan Namto menjadi cermin, legacy kemajemukan. Gambar besar dari yang kita sebut toleransi. Masyarakat boleh belajar nasionalisme dan religius dari kedua figur tersebut.
Semailah pikiranmu. Karena akal sehat itu pangkal dari semua pelipur lara. Maka dari itu, kita generasi muda sebagai middle class perlu mengambil bagian untuk belajar dari kedua figur ini. Husain Sjah sebagai Sultan Tidore, mengerti betul tentang historis Maluku Utara. Pemikiran keagamaannya sangat lengkap. Memahami kultur, sosio-ekonomi, kekerabatan juga. Lalu Namto sebagai sosok nasionalis sejati, memiliki keunggulan merajut pluralitas (kemajemukan).
Namto juga dikenal nasionalis-religius. Politisi yang mengerti keseimbangan bukan hanya semata teori. Melainkan prakteknya. Keselarasan dan distribusi keadilan benar-benar menjadi potret ukuran keberhasilan Namto. Sejak menjadi Bupati di Kabupaten Halmahera Barat periode 2005-2010, dan periode 2010-2015 Namto sukses menjaga kerukunan.Â
Sembari merealisasikan mimpinya memajukan kesejahteraan masyarakat Halmahera Barat. Mewariskan Festival Teluk Jailo, dan ragam keberhasilan lainnya. Itu dikenal masyarakat. Kematangan berpolitik menjadi harga yang tidak bisa dibayar. Bagi Namto dedikasi untuk banyak orang merupakan sebuah kewjiban bagi pemimpin.
Namto punya sejarah kepemimpinan yang unik dan berharga. Anak dari seorang pejuang veteran bernama Hui Roba itu, merupakan anak berdarah pejuang bermental baja. Namto ingat betul pesan luhur mendiang ayahnya, jadilah dirimu yang utuh. Berdirilah dengan kedua kakimu sendiri. Dengan begitu, karakter jiwamu akan muncul. Begitu dalam pesan itu. Yang membuat dirinya penuh optimis mengaruhi bahtera kehidupan.
Antara Husain Sjah dan Namto, memang punya modalitas sosial masing-masing. Jika kolaborasi, keduanya akan menjadi kekuatan luar biasa. Sekarang, mereka sedang memperjuangkan nasib masyarakat Maluku Utara sebagai Senator di Senayan. Mereka menjadi brand politik baru bagi Maluku Utara. Telah populer di Jazirah al-Mulk atau yang kita kenal sekarang sebagai Maluku Utara.
Jazirah atau bumi para raja-raja ini mesti serius dan konsisten dirawat menuju khittahnya. Begitulah, Maluku Utara harus kembali ke khittah. Denyut sejarah pembangunan di Maluku Utara saat ini, belum maksimal dilaksanakan. Masih jauh dari harapan kita semua. Sejak dua periode KH. Abdul Gani Kasuba memimpin Provinsi Maluku Utara pemindahan Ibu Kota Provinsi ke Sofifi, rasanya masih terkatung-katung. Semua belum beres dilakukan. Miris memang. Kepemimpinan baru kedepan, harus lebih strong.