Mohon tunggu...
amarul pradana
amarul pradana Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

game online

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Pajak BCA. Bukti Gratifikasi, Penyebab Hadi Batal Praperadilan

26 April 2015   13:33 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:40 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_362788" align="aligncenter" width="496" caption="sindonews.com"][/caption]

Tempo hari saya mendapatkan sebuah tulisan baru dari akun Agus Supriyatna dan Jill Viona yang bertajuk soal polemic kasus pajak BCA. Sebuah tulisan bagus bertajuk opini yang juga dilengkapi dengan referensi dari artikel berita sebagai landasan utamanya. Kami memiliki sebuah kesamaan, tertarik pada kasus pajak BCA yang kini mulai ramai dibicarakan, namun sangat disayangkan kami rupanya berseberangan dalam berpendapat.

Dalam tulisannya, Agus dan Jill berpendapat bahwa kasus pajak BCA bukanlah kasus korupsi, melainkan kasus sengketa pajak. Hal ini terlihat pada fokus tulisan yang mengangkat dugaan bahwa Hadi tidak terima gratifikasi dari pihak Bank BCA atas jasanya memuluskan permohonan pajak BCA yang berujung pada hilangnya pendapatan Negara sebesar Rp 375 miliar dari sektor pajak.

Berlandaskan artikel berita dari metrotvnews.com Jill mendiskreditkan tulisan saya yang berjudul “Lahan di Los Angeles, Harta 38,8 M. Harta Hadi dari Gratifikasi Petinggi BCA?” lantaran dalam artikel berita dari metrotvnews.com disebutkan bahwa KPK tidak mengantongi bukti gratifikasi BCA kepada Hadi.

Namun, yang perlu diketahui adalah, dalam kasus pajak BCA ada pihak yang diuntungkan. Atas putusan Hadi Poernomo, BCA yang sebelumnya divonis dikenakan kewajiban membayar pajak sebesar Rp 375 miliar atas transaksi kredit macet sebesar Rp 5,7 triliun jadi tak perlu membayar pajaknya. Dikenakan pajak atas transaksi kredit macetnya, BCA kemudian mengajukan surat permohonan keberatan pajak. Surat tersebut awalnya ditolak oleh direktorat PPh, namun ketika Direktorat PPh melanjutkan hasil telaahnya ke Dirjen Pajak saat itu (Hadi Poernomo), Hadi Poernomo justru menerima surat permohonan keberatan pajak BCA, lalu kemudian mengintruksikan Direktorat PPh agar mengubah seluruh keputusan yang awalnya menolak jadi menerima seeluruh permohonan keberatan pajak Bank BCA.

[caption id="attachment_362789" align="aligncenter" width="566" caption="rmol.co"]

1430029038131333667
1430029038131333667
[/caption]

Anehnya, di saat yang hampir bersamaan, ada tiga bank yang mengajukan permohonan keberatan pajak, dan dari kesemuanya itu, Hadi Poernomo menolak permohonan keberatan pajaknya, sedangkan permohonan keberatan pajak dari Bank BCA adalah satu-satunya yang diterima oleh Hadi Poernomo. Padahal bank-bank tersebut memiliki modus yang sama dengan Bank BCA dalam mengajukan permohonan keberatan pajak dari Dirjen Pajak. Hadi Poernomo mengistimewakan Bank BCA dengan tidak menghiraukan fakta bahwa Direktorat PPh sudah memutuskan agar permohonan keberatan pajak BCA ditolak.

Hadi Poernomo meutuskan untuk menerima seluruh keberatan pajak Bank BCA juga sedikit mencurigakan. Beliau menerima keberatan pajak Bank BCA dan mengintruksikn Direktorat PPh untuk mengubah keputusan, sehari sebelum jatuh tempo pembayaran pajak bagi Bank BCA, sehingga Direktorat PPh tidak memiliki waktu untuk memberikan sanggahan atas keputusan Hadi tersebut.

Dengan fakta-fakta tersebut KPK mencurigai adanya praktik suap dalam kasus pajak BCA. Terlebih lagi dalam hal ini, Bank BCA adalah pihak yang diuntungkan. KPK beranggapan bahwa tidak mungkin Hadi bekerja sendirian dalam memuluskan permohonan keberatan pajak BCA. Menurut KPK, kasus pajak ini adalah korupsi berpatner. Dan oleh dugaan tersebut KPK kemudian mendalami kemungkinan adanya pemberian gratifikasi dari pihak Bank BCA. Diawali dengan menyelidiki laporan harta kekayaan hadi Poernomo KPK menemukan kejanggalan. Dalam LHKPN tahun 2010 harta kekayaan Hadi bertambah secara tidak wajar (lahan di Los Angeles dan harta sebanyak Rp 38,8 miliar) dibandingkan LHKPN Hadi yang terakhir beliau laporkan dan Hadi tidak memiliki satupun usaha. Lalu darimana asal asset dan harta Hadi periode 2006-2010 tersebut? Dugaan semakin kuat dengan keterangan dari LHKPN Hadi Poernomo, harta dan asset Hadi Poernomo adalah hasil hibah atau dengan kata lain hasil pemberian.

Atas temuan itu KPK meyakini bahwa Hadi telah menerima sejumlah bentuk gratifikasi atau tanda terimakasih dari BCA atas jasanya memuluskan kebertan pajak Bank BCA. Hal ini semakin diperkuat dari langkah-langkah hukum Hadi dalam usahanya lepas dari jert hukum.

Seperti yang telah kita ketahui bersama, awal bulan Maret lalu Hadi mengajukan praperadilan atas status tersangkanya dari KPK. Hadi dan tim kuasa hukumnya yang tampak bersikukuh praperadilankan KPK dan mengaku sudah sangat siap menghadapi KPK di sidang praperadilan, secara tiba-tiba mundur dan mencabut gugatan praperadilan.

Ada apa gerangan dengan langkah Hadi? Ini jawabannya. Tentu kita tidak lupa dengan pernyataan kuasa hukum Hadi, Yanuar P Wasesa, yang mempertanyakan kewenangan KPK dalam menangani kasus pajak BCA, beliau beranggapan kasus pajak BCA bukanlah ranahnya pengadilan TIPIKOR melainkan kewenangan pengadilan pajak. Sebab, kasus pajak BCA dapat dikatakan tindak pidana korupsi jika KPK berhasil membuktikan bahwa Hadi telah terima suap. Dan sebagaimana kita ketahui bersama, KPK juga tengah mendalami dugaan gratifikasi, mempersiapkan bukti-bukti sebelum sidang praperadilan Hadi Poernomo digulirkan.

Pengambilan langkah Hadi yang tiba-tiba mencabut gugatan atas KPK dalam sidang praperadilan menunjukan bahwa Hadi menyadari bahwa dirinya akan kalah dalam sidang praperadilan. dan satu-satunya yang akan menggugurkan gugatan Hadi adalah ditemukannya bukti gratifikasi. Sebab jika dilihat dari sisi manapun, kasus pajak BCA akan sangat mungkin masuk dalam ranah pengadilan pajak jika dalam kasus ini tidak ada modus pemberian gratifikasi. Kemenangan KPK dalam sidang praperadilan secara tidak langsung membuktikan bahwa KPK telah menemukan gratifikasi dari Bank BCA untuk Hadi, yang secara otomatis menjadikan kasus pajak BCA sepenuhnya kewenangan KPK dan pengadilan TIPIKOR.

Referensi :

1.http://www.jpnn.com/read/2015/04/23/299894/KPK-Dalami-Pemberian-Imbalan-atas-Keputusan-Hadi-Poernomo-yang-Menguntungkan-BCA

2.http://hukum.rmol.co/read/2015/04/23/200219/KPK-Usut-Timbal-Balik-yang-Diterima-Hadi-Poernomo-di-Pajak-BCA-

3.http://skalanews.com/berita/detail/174896/KPK-Temukan-Indikasi-Gratifikasi-dari-BCA-ke-Hadi-Poernomo

4.http://www.tempo.co/read/news/2015/04/13/063657341/Hadi-Poernomo-Cabut-Gugatan-Praperadilan

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun