Mohon tunggu...
amarul pradana
amarul pradana Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

game online

Selanjutnya

Tutup

Catatan

KPK Baru Janji Tetap Usut Pajak BCA

23 Februari 2015   20:44 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:39 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14246736841646861875

[caption id="attachment_352630" align="aligncenter" width="600" caption="www.rmol.co"][/caption]

Korupsi sejak terbentuknya Negara ini memang sudah menjadi salah satu momok tersendiri. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, korupsi sendiri berarti penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dsb) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Tak terhitung sudah kerugian yang menimpa Indonesia karena korupsi. Berbagai upaya selalu dilakukan untuk memberantas korupsi hingga pada tahun 2003 lalu Indonesia diberkahi secercah titik terang untuk menjawab tantangan pemberantasan korupsi.

Komisi Pemberantasan Korupsi, atau disingkat menjadi KPK, adalah komisi di Indonesia yang dibentuk pada tahun 2003 untuk mengatasi, menanggulangi dan memberantas korupsi di Indonesia. Komisi ini didirikan berdasarkan kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sejatinya KPK sudah punya rapor cukup apik dalam upaya memberantas korupsi, tidak sedikit kasus-kasus korupsi yang sudah KPK bongkar, tidak sedikit pula pejabat-pejabat Negara yang KPK tersangkakan terkait kejahatan korupsi. Atas sepak terjang KPK ini terang saja KPK sangat dicintai oleh masyarakat Indonesia, tapi sekaligus juga dianggap musuh bagi penguasa yang disinyalir ada upaya tindak korupsi.

Seperti yang baru saja terjadi, disinyalir ada upaya intervensi terhadap KPK dalam bentuk kriminalisasi para petinggi dan penyidik KPK. Terkait hal itu, Bibit Samad Riyanto, Wakil Ketua KPK terdahulu menyampaikan pendapatnya. Jika KPK sudah menyentuh jaringan koruptor pasti akan menjadi permasalahan,  "Kalau intervensi ini ada, tapi juga rekayasa," demikian tukas beliau.

Menurut Bibit bentuk kriminalisasi terhadap petinggi KPK dan 21 penyidik adalah sebuah bentuk nyata dari intervensi  yang sengaja direkayasa, mengingat kasus-kasus yang disangkakan terhadap petinggi KPK dank e -21 penyidik KPK terlihat dipaksakan, “Itu lah, kan seperti mengada-ngada. Apalagi 21 penyidik KPK juga mau ditersangkakan. Pertanyaan saya, apakah pernah ada senjata api di KPK? Sehingga diketahui ada 21 yang tidak memiliki surat izin?” selain itu Bibit juga membenarkan kriminalisasi KPK ini hanya untuk mencari-cari kesalahan saja. Bibit Samad Riyanto juga menyayangkan Pelemahan KPK akan terus terjadi selama koruptor masih kuat.

Dampak dari intervensi terhadap KPK adalah dibebas-tugaskannya Abraham Samad dan Bambang Widjojanto terkait pelanggaran yang disangkakan terhadap dirinya. Kekosongan yang ditimbulkan akibat Samad dan BW dibebas tugaskan memaksa Jokowi bertindak cepat dengan mengangkat pejabat Plt menggantikan posisi Samad dan BW. Jokowi mengangkat tiga orang Plt pimpinan KPK, yakni Taufiequrrachman Ruki, Indriyanto Seno Adji dan Johan Budi.

Dan yang bertugas menggantikan Samad sebagai pimpinan KPK sementara adalah Johan Budi. Atas pengangkatan Johan Budi dan diberhentikannya Samad, ada beberapa pihak yang menunjukan sikap pesimistis. Apalagi jika menyangkut status kasus-kasus korupsi yang saat ini tengah KPK tangani di bawah Abraham Samad, salah satunya adalah pegiat antikorupsi dari Indonesia Corruption Wacth (ICW).

ICW sempat menaruh curiga dan mempertanyakan keputusan Jokowi mengangkat tiga Plt Pimpinan KPK. Indonesia Corruption Wacth (ICW) menaruh curiga dan mempertanyakan misi tiga Plt pimpinan KPK yang ditunjuk Presiden Jokowi di lembaga yang menangani sejumlah mega kasus korupsi.

Atas sikap ICW, Pelaksana tugas (Plt) Wakil Ketua KPK, Johan Budi SP menilai wajar, kendatipun demikian Johan meyakinkan keraguan tersebut bahwa dirinya bukan lah Plt pimpinan KPK yang dititipkan atau mempunyai misi untuk mengamankan kasus di KPK. "Wajar saja, setiap orang bebas punya pendapat, termasuk ICW. Yang pasti, saya ditunjuk sebagai Plt pimpinan KPK tidak untuk tujuan itu," tegas Johan.

Di lain pihak ada juga kekhawatiran beberapa pihak tentang adanya Plt pimpinan KPK yang dititipkan untuk mengamankan mega kasus korupsi, seperti penyelidikan kasus dalam penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) sebesar Rp 147,7 triliun, pengembangan penyidikan kasus Bank Century dan kasus korupsi terkait pajak Bank BCA dengan tersangka Hadi Poernomo, yakni mantan Dirjen Pajak era Gus Dur, Megawati dan SBY.

Namun, Johan yang sudah bertugas di KPK sejak 2006 menyangsikan hal itu bisa terjadi jika dilihat dari cara kerja penanganan perkara sejak ada pelaporan atau penelusuran tim hingga pengajuan perkara ke penuntutan.

"Kalau lihat sistem kerja di KPK, tidak memungkinkan pimpinan mengatur- ngatur perkara. 'Kan ada mekanisme gelar perkara, ekpose yang dihadiri oleh tim penyidik, penuntut, direktur, deputi dan pimpinan," jelas Johan.

Pernyataan Johan Budi menjawab segala keraguan publik atas keputusan Jokowi angkat dirinya beserta dua Pelaksana Tugas sementara Pimpinan KPK. Dengan kata lain Johan akan tetap menjalankan apa yang sudah diagendakan Samad dan pimpinan KPK lainnya sebelum adanya kriminalisasi pimpinan KPK. KPK yang sebelumnya berjanji akan segera rampungkan kasus korupsi pajak Bank BCA tahun akan tetap Johan jalankan.

Perkara pajak Bank BCA bermula saat Direktorat Pajak Penghasilan (PPh) pernah mengusut dugaan pengemplangan pajak yang diduga dilakukan BCA. Sumihar Petrus Tambunan selaku Direktur Pajak Penghasilan pada 2003 langsung mempelajari dokumen yang diajukan BCA sebagai keberatan pajak.

Setahun kemudian, Direktorat PPh merampungkan kajiannya. Hasilnya Dirjen Pajak menolak permohonan keberatan pajak BCA. BCA diwajibkan melunasi tagihan pembayaran pajak tahun 1999 sebesar Rp 5,77 triliun. Untuk pelunasannya, BCA diberi tenggat hingga 18 Juni 2004. Kemudian, dokumen risalah tadi diserahkan ke Hadi Purnomo selaku Dirjen Pajak. Sehari sebelum tenggat BCA membayar tagihan pajaknya (17 Juli 2004), Hadi menandatangani nota dinas Dirjen Pajak yang ditujukan kepada bawahannya, Direktur PPh. Isi nota dinas ini bertolak belakang dari risalah yang dibuat Direktur PPh. Hadi justru mengintruksikan kepada Direktur PPh agar mengubah kesimpulan risalah yang awalnya menolak menjadi menyetujui keberatan.

Atas perbuatannya KPK dibawah Samad memang berhasil tersangkakan Hadi, namun hingga hari ini perkembangan pengusutan kasus pajak BCA dapat dikatakan mandeg, telebih lagi dengan adanya segala bentuk intervensi yang dilancarkan terhadap KPK.

KPK dibawah pengawasan Johan Budi dan meredanya tren intervensi yang dilancarkan terhadap KPK menjadi kesempatan emas bagi KPK untuk kembali focus merampungkan pengusutan kasus pajak BCA, terlebih lagi mengingat penuntasan status pajak BCA dapat menjadi pintu gerbang untuk KPK bongkar BLBI.

Referensi :

1.http://www.merdeka.com/khas/kriminalisasi-terjadi-kalau-kpk-menyentuh-jaringan-koruptor-wawancara-bibit-samad-2.html

2.http://www.tribunnews.com/nasional/2015/02/22/johan-budi-saya-ditunjuk-plt-pimpinan-kpk-bukan-untuk-amankan-kasus

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun