Mohon tunggu...
amarul pradana
amarul pradana Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

game online

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Komisaris BCA, Otak Penggelapan Pajak BCA

23 Maret 2015   13:12 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:13 1104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_357014" align="aligncenter" width="465" caption="republika.co.id"][/caption]

Beberapa bulan lalu KPK mencurigai adanya dugaan gratifikasi dari petinggi Bank BCA terkait skandal korupsi pajak Bank BCA. KPK menyebutkan bahwa sangat memungkinkan apabila dalam kasus pajak BCA ada tindak penyuapan, sebab dalam kasus ini putusan Hadi Poernomo (Eks Dirjen Pajak yang sekarang telah KPK tetapkan sebagai tersangka) telah untungkan pihak BCA. Selain itu, kecurigaan KPK juga didasarkan pada temuan PPATK atas transaksi mencurigakan dari analisa keuangan Hadi Poernomo.

Kecurigaan KPK diawali dari hasil temuan PPATK atas transaksi mencurigakan di laporan hasil analisa keuangan Hadi Poernomo. Dari hasil temuan PPATK, KPK mulai membawa penyidikan kea rah dugaan gratifikasi dari petinggi BCA, diesbutkan bahwa Hadi telah terima jatah saham atas perusahaan kongsian Hadi Poernomo bersama salah satu petinggi BCA.

Jatah Saham yang diterima Hadi Poernomo ditengarai adalah bentuk “pelicin” saat Hadi masih menjabat sebagai dirjen pajak untuk meloloskan permohonan keberatan pajak yang diajukan Bank BCA.

Lalu siapakah sosok petinggi BCA yang diduga terlibat dalam skandal pajak Bank BCA?

pengamat hukum Universitas Islam Indonesia, Muzakir juga menduga bahwa pada kasus pajak BCA ini adalah tindak korupsi berpatner. “Itu kan suap menyuap berpatner, KPK harusnya bijaksana, kasus itu penetapanya ada dua. Kalau dari pihak BCA nya belum, itu harus segara dilakukan karena dikawatirkan bisa lenyap,”

mengenai dugaan keterlibatan petinggi BCA, pada kasus ini perlu dicermati soal adanya keanehan pada jajaran komisaris BCA. Ada yang menarik dari hasil putusan Rapat Umum Pemegang Saham Bank BCA, 6 Mei 2004. Rapat Umum Pemegang Saham BCA 6 Mei 2004 memutuskan bahwa

1.Menerima pengunduran diri Bapak Alfred Hardianus Rahimone selaku komisaris Perseroan.

2.Mengangkat Bapak Doktor Raden Pardede selaku Komisaris Perseroan.

[caption id="attachment_357015" align="aligncenter" width="658" caption="Sumber : Laporan Keuangan BCA 2004, Halaman 185"]

14270889101778015989
14270889101778015989
[/caption]

[caption id="attachment_357016" align="aligncenter" width="625" caption="Raden Pardede Jadi Komisaris BCA. Sumber : Laporan Keuangan BCA 2004, Halaman 186"]

14270889952138151180
14270889952138151180
[/caption]

Dua bulan sebelum Hadi Purnomo muluskan keberatan pajak BCA, Raden Pardede ditunjuk jadi Komisaris BCA, selain jabatan barunya sebagai komisaris BCA, Raden Pardede juga tengah menjabat sebagai Staf Khusus Menko Perekonomian (2004 - 2005). Bersamaan juga, Raden Pardede menjabat sebagai Wakil Koordinator Tim Asistensi Mentri Keuangan (2002 - 2004). Selain Staf Khusus Menko Perekonomian dan Wakil Koordinator Tim Asistensi Mentri Keuangan, Raden Pardede juga menjabat sebagai Wakil Direktur Utama PPA. Jabatan-jabatan strategis yang mampu mendongkrak peluang permohonan pajak BCA diterima.

Sebelum Raden Pardede menjabat sebagai Komisaris BCA, Bank BCA telah terlebih dahulu mengajukan permohonan keberatan pajak ke Direktorat Pajak Penghasilan (PPh) atas pengenaan pajak sebesar Rp 375 miliar pada NPL (Non Performing Loan/kredit macet) sebesar Rp 5,7 triliun. Oleh Direktorat Pajak Penghasilan (PPh), permohonan keberatan pajak BCA ditolak.

Oleh sebab itu BCA memerlukan back up dari instansi yang lebih tinggi untuk melobi Dirjen Pajak agar permohonan pajak BCA diterima. Disinilah peran Raden Pardede bermain. Raden Pardede selaku Komisaris Perseroan yang juga sekaligus menjabat di Kementrian Keuangan

Bukan kebetulan, Raden Pardede juga menjabat di PPA sebagai Wakil Direktur Utama. Raden Pardede juga menjabat di Kementerian Keuangan dan Kementerian Perekonomian pada saat bersamaan. Juga, Raden Pardede ditunjuk sebagai Komisaris BCA pada 6 Mei 2004.

Pemerintah juga punya kepentingan atas perkara pajak ini. Fakta bahwa pemerintah miliki 5,02 % saham di bank BCA, tentu ingin mendapatkan keuntungan lebih jika suatu saat saham miliknya dijual. Oleh sebab itu laba BCA harus ditingkatkan dan portofolio kredit macet harus diturunkan, agar nilai jualnya lebih tinggi. Ditemukanlah rumusan solusinya. Laba harus ditingkatkan dengan menekan pembayaran pajak atas NPL (kredit macet). Adalah dengan mengajukan keberatan pajak Rp 375 miliar kepada Ditjen Pajak, dimana Hadi Purnomo sudah pasang badan disana, ditambah bantuan dari Raden Pardede yang menjaga di level Kementerian Keuangan dan Kementerian Perekonomian.

sekali dayung dua tiga pulau terlampaui, BCA diuntungkan dengan tidak membayar pajak dan nilai jual perusahaan bagus, pemerintah senang karena berpotensi nilai jual kembali sahamnya tidak anjlok.

Dengan didukung instansi yang lebih tinggi, kementrian keuangan, BCA punya bargaining point lebih kuat. Dengan adanya Raden Pardede sebagai Komisaris dan juga jabatan-jabatan strategisnya di kementrian keuangan disinyalir memperkuat lobi BCA ke Dirjen Pajak agar permohonan keberatan pajaknya diterima. Dua bulan setelah masuknya Raden Pardede di BCA sebagai Komisaris Perseroan, terbukti Hadi Poernomo secara tiba-tiba mengubah hasil telaah dari Direktorat PPh terkait permohonan keberatan pajak BCA yang awalnya menolak menjadi diterima.

Anomali pada keputusan Hadi inilah yang mendasari KPK putuskan Hadi sebagai tersangka, Hadi disangkakan telah menyalahgunakan wewenangnya sebagai Kepala Dirjen Pajak. Lalu, mantan ketua KPK, Bibit Samad Rianto  juga menambahkan bahwa Hadi Poernomo tidak mungkin kerja sendirian. Dengan kata lain ada orang lain dari pihak Bank BCA yang juga turut ambil bagian dalam men-golkan permohonan keberatan pajak tersebut. Disebutkan juga bahwa KPK telah mengantongi bukti gratifikasi berupa jatah saham dari salah satu petinggi BCA ke Hadi atas perusahaan kongsian Hadi dengan Petinggi BCA.

Apakah benar yang dimaksud dengan petinggi BCA adalah Raden Pardede? Benarkah dugaan gratifikasi berupa jatah saham dari salah satu petinggi BCA itu berasal dari Komisaris BCA, Raden Pardede?

KPK harus mempertajam dugaan gratifikasi yang ditujukan kepada Hadi Poernomo, mengingat adanya upaya Hadi untuk membelokkan kasus ini dari yang awalnya kasus tindak pidana korupsi menjadi hanya sebatas sengketa pajak semata.

Referensi :

1.http://www.rmol.co/read/2014/10/18/176249/KPK-Terus-Pertajam-Dugaan-Gratifikasi-BCA-ke-Eks-Dirjen-Pajak-

2.http://skalanews.com/berita/detail/174896/KPK-Temukan-Indikasi-Gratifikasi-dari-BCA-ke-Hadi-Poernomo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun