Mohon tunggu...
amarul pradana
amarul pradana Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

game online

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ada Hubungan Apa Antara Skandal Pajak BCA Dengan Jokowi?

24 April 2014   23:55 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:14 660
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1398333065866937986

[caption id="attachment_304453" align="aligncenter" width="302" caption="BCA"][/caption]

Akhir-akhir ini ramai dibicarakan kasus skandal pajak BCA senilai Rp 375 miliyar yang menyeret nama Hadi Purnomo yang pada waktu kasus tersebut terjadi menjabat sebagai Dirjen Pajak dijadikan tersangka oleh KPK. Banyak yang menganggap kasus ini merupakan sebuah konspirasi atau rekayasa politik menjelang Pilpres yang sebentar lagi akan dilaksanakan.

Salah satu akun anonim yang bergerak di bidang politik, yaitu Ratu Adil ikut membahas kasus ini dengan menuliskan artikel yang berjudul Skandal Pajak BCA, Next Target: Raden Pardede dan ada motif di balik munculnya kasus tersebut. Di dalam atikel tersebut dibahas nama lain yang kira-kira ikut terlibat dalam kasus skandal pajak BCA selain Hadi Purnomo, yaitu Raden Pardede. Siapa Raden Pardede dan apa hubungannya dengan kasus tersebut?

Berdasarkan artikel tersebut, saya akan menjelaskan secara singkat bagaimana kasus itu terjadi. Menurut keterangan Ketua KPK Abraham Samad, pada tanggal 12 Juli 2003, BCA mengajukan keberatan ke Direktorat Pajak Penghasilan (PPH) atas pengenaan pajak sebesar Rp 375 miliar pada kredit macet sebesar Rp 5,7 triliun. Namun, setelah dibahas selama setahun, hasil putusan Direktorat PPH menolak pengajuan keberatan sebesar Rp 375 miliar tersebut.

Tiba-tiba pada tanggal 15 Juli 2004, Hadi Purnomo yang menjabat sebagai Dirjen Pajak pada saat itu, mengeluarkan nota dinas yang memerintahkan Direktur PPH dalam sebuah nota dinas untuk mengubah putusan penolakan Direktorat PPH atas BCA menjadi menerima seluruh keberatan BCA. Hal ini membuat BCA lepas dari kewajiban untuk membayar pajak, padahal jatuh tempo pembayaran pajak BCA adalah tanggal 18 Juli 2004. Nota Dinas dari Hadi Purnomo itu yang kemudian menjadi bukti KPK untuk menjadikan Hadi Purnomo tersangka dalam skandal pajak BCA Rp 375 miliar.

Lanjut ke nama selanjutnya yang disebutkan di dalam artikel yaitu, Raden Pardede. Beliau menjabat menjadi Komisaris BCA pada 6 Mei 2004, dua bulan sebelum Hadi Purnomo memuluskan keberatan pajak BCA. Selain itu, beliau juga sekaligus menjadi Staf Khusus Menko Perekonomian (2004 - 2005), Wakil Koordinator Tim Asistensi Menteri Keuangan (2002 - 2004), dan Direktur Utama PPA (2004 - sekarang).

Di dalam artikel tersebut, dijelaskan alasan kenapa BCA memasukkan Raden Pardede dalam dewan komisaris BCA adalah karena BCA mengetahui bahwa Direktorat PPH kemungkinan besar akan menolak pengajuan keberatan pajak Rp 375 miliar yang sedang diajukan ke Ditjen Pajak. Selain itu, persekongkolan BCA dengan Hadi Purnomo selaku Ditjen Pajak yang kurang kuat, perlu mendapatkan dukungan dari instansi yang lebih tinggi, yaitu Kementerian Keuangan. Oleh karena itulah Pardede dipilih oleh BCA untuk menguatkan mereka dalam memenangkan konflik pajak tersebut.

Selanjutnya, di dalam artikel tersebut juga dijelaskan bahwa ada motif di balik munculnya kasus tersebut menjelang Pilpres 2014, yaitu untuk menyerang pemilik BCA, Grup Djarum dan Salim yang merupakan sumber pendanaan utama Jokowi dalam pencapresannya. Selain itu, duet Raden Pardede dan Hadi Purnomo yang terjadi pada akhir pemerintahan Megawati, bisa juga dijadikan sasaran untuk menyerang PDIP juga menjadi sasaran. Raden Pardede yang juga pernah menjabat sebagai Sekretaris KKSK juga dianggap terlibat kasus Century selain terlibat dalam kasus pajak BCA ini.

Terkait hal-hal tersebut, disebutkan bahwa ada Blok Biru di balik dari munculnya kasus skandal pajak BCA ini. Pada kasus Century, Blok Merah dan Blok Kuning selalu menjadikan kasus tersebut sebagai alat untuk menyerang Blok Biru. Dengan adanya Raden Pardede yang menjadi dalang kasus pajak BCA yang terjadi pada masa pemerintahan Megawati dan terlibat Century dijadikan alat untuk menyerang balik oleh Blok Biru kepada Blok Merah.

Disebutkan bahwa banyak politisi yang perlu dana serangan fajar untuk Pemilu, Rapimnas, Munas dan sebagainya menggunakan fasilitas pinjaman tunai dari Hadi Purnomodan ternyata Hadi Purnomo diketahui dekat dengan keluarga Bakrie khususnya dengan ARB.

Hal tersebut dianggap sebagai senjata Blok Biru untuk mengajak Blok Kuning untuk berkoalisi agar bisa bersaing dalam Pilpres 2014. Apabila Blok Kuning menolak, maka Blok Biru akan meneruskan kasus BCA dengan Hadi Purnomo. Apabila menerima, maka kasus tersebut akan dihentikan, bagaimana caranya? Pardede lah yang dijadikan sebagai otak dari kasus tersebut. dengan Hadi Purnomo mengatakan bahwa cuma disuruh oleh Raden Pardede di kasus BCA.

Kesimpulan akhir dari artikel tersebut adalah agar supaya Blok Biru bisa bersaing melawan Blok Merah dengan menggandeng Blok Kuning sebagai koalisi di Pilpres yang akan diadakan sebentar lagi. Cukup rumit memang.

Kalau memang buntut dari kasus ini adalah untuk menyerang Blok Merah atau khususnya pencapresan Jokowi, semakin bertambah daftar serangan ke Capres berbadan kurus ini. Apakah mereka yang menyerang Jokowi ini menganggap Jokowi sangat kuat peluangnya untuk memenangkan pilpres dan menjadi Presiden sehingga mereka menyerang secara bertubi-tubi. Atau mereka takut apabila Jokowi menjadi Presiden mereka tidak akan mendapatkan bagian kekuasaan mengingat Jokowi yang tidak membagi-bagikan kekuasaan.

Mungkin hal-hal ini bisa mejadikan Jokowi semakin kuat dan mantap untuk maju menjadi Presiden Republik Indonesia selanjutnya. Seperti kata pepatah, semakin tinggi pohon tumbuh, semakin kencang pula angin yang menerjang.

Kalau mengetahui hal tersebut pasti Capres yang hobinya blusukan ini pasti hanya akan membalas serangan-serangan tersebut dengan berkata “Aku Rapopo”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun