Mohon tunggu...
amarul pradana
amarul pradana Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

game online

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Jokowi Berani Ungkap Suap BCA ke Hadi Poernomo?

24 Oktober 2014   19:54 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:52 784
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1414129262142208540

[caption id="attachment_330887" align="aligncenter" width="300" caption="www.entitashukum.com"][/caption]

Kasus korupsi Pajak memang sudah tak lagi asing di telinga kita. Begitu banyak kasus sengketa pajak yang melibatkan para pengusaha besar, sebut Bakrie Group, Asian Agri, dan yang baru-baru ini marak dibicarakan adalah kasus pajak Bank BCA.

Kasus pajak Bank BCA melibatkan mantan ketua Direktorat Jendral Pajak, BPK RI, Hadi Poernomo. Dalam kasus ini, bank BCA melakukan korupsi pajak sebesar Rp 375 Miliar atas kredit bermasalahnya atau non performance loan (NLP). Besaran nilai pajak yang harus BCA bayarkan atas NLP-nya adalah 5,77 Triliun rupiah. Atas besaran pajak yang harus BCA bayarkan, BCA mengajukan permohonan keberatan pajak yang ditujukan kepada Direktorat Jendral Pajak.

Permohonan keberatan pajak yang diajukan BCA semula ditolak oleh Direktorat Pajak Penghasilan (PPh), Sumihar Petrus Tambunan selaku Direktur Pajak Penghasilan pada 2003 lantas mempelajari dokumen-dokumen yang diajukan oleh Bank BCA. Setahun Direktorat PPh merampungkan kajiannya. Atas kajian tersebut Direktorat PPh membuat risalah atas permohonan keberatan pajak BCA yang menyatakan bahwa Dirjen Pajak agar menolak permohonan keberatan pajak Bank BCA. BCA diharuskan melunasi hutang pajaknya sebesar Rp 5,77 triliun sampai 18 Juni 2004.

Dokumen risalah tersebut kemudian diteruskan kepada ketua Dirjen Pajak, Hadi Poernomo. Disinilah duduk permasalahan sebenarnya. Oleh Hadi Poernomo, hasil risalah Direktorat PPh dimanipulasi, diubah isinya. Sehari sebelum tenggat waktu pelunasan pajak BCA, Hadi menandatangi nota dinas yang ditujukan kepada Direktur PPh.

Isi nota dinas bertolak belakang dengan hasil risalah atas kajian direktorat PPh. Isi nota dinas tersebut mengintruksikan kepada Direktorat PPh untuk menerima permohonan keberatan pajak Bank BCA.

Atas perbuatan Hadi Poernomo, negara telah merugi Rp 375 miliar.

Dalam kasus ini, pihak BCA telah Hadi untungkan. Berdasar fakta tersebut sangat tidak mungkin apabila Hadi tidak mendapat apa-apa dari BCA untuk meloloskan permohonan keberatan pajaknya.

Hasil penyidikan KPK atas skandal pajak BCA telah berhasil menemukan bukti atas gratifikasi yang diterima Hadi Poernomo. Sebelumnya KPK memang sudah meyakini bahwa Hadi terima suap berupa jatah saham atas perusahaan kongsian Hadi dengan salah satu petinggi BCA. Atas bukti baru ini petinggi BCA dapat dipastikan akan segera dipanggil KPK untuk diperiksa.

Mengingat kasus pajak BCA merupakan pintu masuk untuk mengusut skandal BLBI yang melibatkan Mega dan Salim, Jokowi sebagai presiden terpilih yang memiliki kedekatan dengan kedua tokoh ini apakah berani untuk mengintruksikan KPK usut kasus ini hingga tuntas. Jika diibaratkan, kasus pajak BCA ini bak buah simalakam untuk Jokowi. Mempukah Jokowi bertahan dari segala bentuk intervensi dari Megawati dan Anthonny Salim?

Sumber referensi

1. http://www.gatra.com/hukum-1/59222-kpk-bakal-periksa-pemilik-petinggi-bca.html

2. http://www.tribunnews.com/nasional/2014/09/21/kpk-pastikan-kasus-hadi-purnomo-tak-mandek

3. http://www.rmol.co/read/2014/10/18/176249/KPK-Terus-Pertajam-Dugaan-Gratifikasi-BCA-ke-Eks-Dirjen-Pajak-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun