Mohon tunggu...
Aulia Haritsatu Rohman
Aulia Haritsatu Rohman Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Suka mumet, makanya suka nulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Puan Bercerita

1 Juli 2023   11:13 Diperbarui: 1 Juli 2023   11:27 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Manusia diciptakan untuk menjadi pemimpin di muka bumi, tak terbatas dengan kata laki-laki dan perempuan. Keberadaan kedua makhluk tersebut secara biologis, saling melengkapi secara mutlak. Tak ada maskulinitas bagi laki-laki tanpa kehadiran perempuan, begitu pun dengan feminitas perempuan yang tak ada tanpa kehadiran laki-laki.

Eksistensi perbedaan gender tersebut membawa fenomena hasrat manusia untuk diperlakukan sama, salah satunya gerakan feminisme. Dikutip dari ommunication.binus, Feminisme lahir pada sekitar abad ke-18 yang dipelopori oleh feminis awal yaitu Mary Wollstonecraft yang menyuarakan kritik terhadap Revolusi Prancis yang hanya berlaku untuk laki-laki. Namun, jauh sebelum adanya Revolusi Prancis, Islam telah menghadirkan keadilan gender itu sendiri. Jika kita menilik lebih jauh ke belakang sebelum adanya Islam, perempuan diperlakukan sangat tidak manusiawi. Dikutip dari tulisan R. Magdalena, istri-istri yang melahirkan anak perempuan dianggap sebagai aib, sehingga dikuburlah hidup-hidup para bayi itu. Adapun tradisi masyarakat Arab pada masa jahiliah lainnya adalah membiarkan anak perempuan itu hidup namun diperlakukan dengan tidak manusiawi. Lalu, ketika Islam datang di tengah-tengah masyarakat Arab, dia hadir dengan perlakuan yang mengangkat derajat perempuan dari seperti seonggok sampah yang tidak berharga menjadi suatu hal yang mulia.

Ada beberapa parameter yang digunakan sebagai pedoman dalam melihat perspektif keadilan gender dalam Al-Quran yang dalam hal ini dikemukakan oleh Prof. Dr. Nassarudin Umar, di antaranya yaitu laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai hamba (Q.S An-Nahl/16:97), laki-laki dan perempuan sebagai Khalifah di Bumi (Q.S Al-An'am/6:165), laki-laki dan perempuan menerima janji primordial (Q.S Al-A'raf/7:172).

Namun, yang menjadi problematik yang tidak kalah penting saat ini adalah kesalahan penafsiran di beberapa kalangan umat muslim tentang definisi keadilan gender itu sendiri. Mereka yang berkiblat pada konsep keadilan gender budaya barat mengatakan bahwa Islam mengekang perempuan. Contohnya dengan menganjurkan mereka (perempuan) untuk tinggal di rumah dan tidak bekerja. Seorang pemuka agama Indonesia, Ustadz Khalid Basalamah menuturkan bahwa hal itu merupakan anjuran dan perempuan boleh bekerja, tapi dia tidak boleh meninggalkan tugas utama atau kewajibannya. Maka jelas bahwa Islam sendiri tidak mengekang perempuan asalkan ia memenuhi kewajibannya, begitu pula dengan laki-laki.

Indonesia masih sangat butuh keadilan gender, sebab hingga saat ini masih banyak problematik yang menunjukkan bahwa keadilan gender belum tercapai dengan baik (dalam konteks ini untuk perempuan). Hal ini bisa dilihat dari kasus kekerasan seksual yang dicatat Komnas Perempuan yang masih tinggi hingga tahun 2022 sebesar 457.895 korban perempuan.

Belum lagi dengan kasus rendahnya pendidikan perempuan di Indonesia. Berdasarkan data yang ditulis oleh Diva Angelina, sebesar 16,09 persen perempuan berusia 15 tahun ke atas tidak memiliki ijazah. Artinya hampir 2 dari 10 perempuan di Indonesia terhitung tidak memiliki ijazah. Sementara itu pula, buta huruf di Indonesia masih didominasi oleh kaum perempuan sebesar 5,35 persen.

Hingga saat ini, pemerintah dan sektor swasta pun terus berupaya menyuarakan keadilan gender, seperti pengadaan Transjakarta berwarna merah muda yang dikhususkan untuk perempuan. Kepala Divisi Sekretaris PT Transjakarta, Apriastini Bakti mengatakan bahwa tujuan pengadaan Transjakarta tersebut adalah untuk meminimalisir terjadinya pelecehan seksual.

Pengadaan beasiswa khusus perempuan pun makin beragam. Contohnya baru-baru ini beasiswa untuk pelajar kelas 12 dan lulusan SMA/SMK dari Glow & Lovely Bintang Beasiswa untuk membantu perempuan muda yang ingin berkuliah ke PTN di seluruh Indonesia, yang merefleksikan betapa seriusnya berbagai sektor untuk mewujudkan keadilan gender ini.

Saya hendak menyimpulkan bahwa keadilan gender itu sendiri bukan hanya menuntut apa yang menjadi tolak ukur kaum sebelah semata. Laki-laki dan perempuan di dunia ini memiliki peran dan hak. Pada masa pra-Islam, perempuan diperlakukan seperti seonggok sampah yang tidak berharga, sampai di mana Islam itu sendiri membawa keadilan. Dan perlu kita pahami bahwa Islam sendiri mendukung keadilan gender dengan menerapkan prinsip-prinsip syar'i yang ada, bukan malah menentang peraturan Tuhan. Perlunya sinergi antara masyarakat dan pemerintah dalam memperjuangkan keadilan gender itu sendiri agar tercapainya keharmonisan hidup negara ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun