Mohon tunggu...
Ai Maryati Solihah
Ai Maryati Solihah Mohon Tunggu... Human Resources - seorang Ibu dengan dua orang anak

Mengaji, mendidik, berdiskusi dan memasak indahnya dunia bila ada hamparan bunga tulip dan anak-anak bermain dengan riang gembira mari kita isi hidup ini dengan dzikir, fikir dan amal soleh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Memangkas Pelanggaran Hak Asuh Anak

27 Juli 2017   07:02 Diperbarui: 27 Juli 2017   07:09 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kejadian penelantaran anak, banyak anak yang depresi akibat perceraian dan terjadinya kekerasan pada anak dimana-mana, serta pergaulan bebas dan eksploitasi seksual pada anak kini semakin marak. salah satu hal krusial yang patut kita cermati adalah hubungan problematika tersebut dengan kegagalan pengasuhan orang tua di dalam keluarga. Ini menjadi persoalan hulu yang perlu segera kita sikapi agar keluarga di Indonesia kembali sehat, memiliki pengasuhan yang baik dan keluarga tetap menjadi benteng pertahanan suatu bangsa dan tempat pertama perlindungan anak-anak kita. Pelanggaran hak asuh anak dapat kita kenali melalui pertama anak-anak korban perebutan hak kuasa asuh. Data KPAI merilis anak-anak korban perebutan hak kuasa asuh pada tahun 2016 sebanyak 72% disebabkan perceraian suami istri dan 28 % disebabkan keretakan hubungan keluarga. Hal ini linier dengan perolehan data Badilag MA RI yang menyatakan semakin tingginya angka perceraian di Indonesia. 

Problematika pengasuhan sering kali diawali oleh konflik keluarga dengan mengedepankan ego masing-masing sehingga abai pada hak anak yang sesungguhnya sangat dibutuhkan, yakni hak pengasuhan dari kedua orang tua. Menurut Badilag  perceraian banyak terjadi diakibatkan oleh pertama ketidakharmonisan ini berkaitan dengan kurang terjalinnya pertemuan visi dan misi dalam berkeluarga dari kedua belah pihak sehingga tidak memperoleh ketenangan dalam menjalaninya. Ketenangan lahir dan bathin ini sebagai esensi tujuan utama keharmonisan dalam berumah tangga Qs. Ar-Rum :21. Kedua masalah ekonomi, seterusnya masalah kecemburuan, masalah perselingkuhan, kekerasan fisik, dan poligami. 

Kedua adalah anak korban pelarangan akses bertemu. Anak-anak korban perceraian dan konflik keretakan suami istri dihadapkan pada kenyataan yang pahit, memilih orang tua mana yang harus diikuti. Hasil keputusan pengadilan dan kemauan anak sering kali berbeda, bahkan anak-anak dipenuhi beragam pengaruh biasanya negatif tentang salah satu figur orang tua yang diberikan oleh salah satu orang tua mereka. Ayah menjelekkan ibu dengan mengedepankan kebaikan dirinya begitu juga sebaliknya.

ketiga, anak korban penelantaran ekonomi. Bahwa masalah kelindan kemiskinan dan rendahnya pendidikan biasanya mempengaruhi keputusan-keputusan untuk bercerai. Bahkan ketika masalah ekonomi muncul sebagai penyebab memburuknya hubungan suami istri justru anaklah yang ditinggalkan. Cara pandang orang tua juga kerap salah dalam menyikapi pemenuhan ekonomi , mereka rela meninggalkan anak, menitipkan anak tanpa pengawasan demi  pekerjaan. keempat anak hilang dari rumah karena tidak ada pengasuhan dan pengawasan orang tua sehingga menjadi buruan kepolisian dan terakhir adalah anak korban penculikan diakibatkan mereka dianggap mudah diperdaya sebab luput pengasuhan orang tua.

Keluarga adalah asset bangsa tempat pendidikan dan penanaman karakter, pengasuhan adalah pola keseharian dalam mewujudkan cita-cita sebuah keluarga yang maslahah, memiliki ketahanan untuk hidup bersama saling asah saling asih dan saling asuh. Janganlah potret kehangatan keluarga diciderai oleh ego dan meningkat menjadi pelanggaran-pelanggaran hak anak-anak kita sendiri yang masih membutuhkan cinta dan kasis sayang dalam membantu mewujudkan tumbuh kembang yang baik dan menjadi pribadi anak bangsa yang sehat dan tangguh. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun