Kerentanan anak untuk dimanfaatkan orang dewasa sejak anak terlahir kedunia, atau bahkan mungkin sejak dalam kandungan. Peristiwa adopsi ilegal, anak dititipkan kepada orang lain (walau kerabat senndiri) yang kemudian meminta imbalan tertentu, membuang anak untuk menghilangkan jejak masa lalu, menyimpan anak di halaman rumah orang kaya, sederet fakta-fakta yang selalu mengitari anak.
Kasus penculikan anak (3) tahun di Bekasi beberapa bulan lalu, dipicu oleh kesempatan pelaku dengan anak dalam keadan sepi dan tanpa pengawasan orang tua, secepat kilat anak diberikan bujuk rayu, diberikan mainan dan kemudian dikuasai oleh pelaku, hingga berhasil dibawa pergi berpindah-pindah untuk jadi pengemis.
Dalam konteks perlindungan anak, perilaku tersebut melanggar UU No 35/2014 tentang Perlindungan anak pasal 76F "setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan anak " sanksi hukumnya sesuai pasal 83 "setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalampasal 76F dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling sedikit Rp 60 juta dan paling banyak Rp 300 Juta"
Penegakkan hukum menjadi muara dalam serangkaian program yang harus dijalankan dalam mencegah dan menangani anak korban penculikan. hulunya adalah pengasuhan keluarga m enjadi kunci anak terhindar dari masalah tersebut. Mengingat kompleksnya masalah penculikan anak, kewaspadaan orang tua merupakan keharusan yang paling utama dan tidak mudah mempercayakan pada orang lain apabila anak akan menjalankan fungsi sosialnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H