Kecerdasan buatan (AI) kini telah menjadi bagian penting dalam dunia pendidikan, khususnya bagi mahasiswa. Mulai dari membantu menyusun esai hingga menemukan referensi akademik, AI menawarkan kemudahan yang tak terbayangkan sebelumnya. Namun, dengan kemudahan ini, muncul pertanyaan penting: apakah penggunaan AI justru menurunkan kemampuan berpikir kritis mahasiswa?
AI adalah teknologi yang memungkinkan mesin melakukan tugas-tugas yang biasanya membutuhkan kecerdasan manusia, seperti menganalisis data, memproses bahasa, dan mengambil keputusan. Alat-alat seperti ChatGPT, Perplexity, dan Quillbot telah menjadi pilihan utama mahasiswa dalam menyelesaikan berbagai tugas akademik. Sementara itu, berpikir kritis adalah kemampuan untuk menganalisis, mengevaluasi, dan menggunakan informasi secara efektif, yang sangat penting dalam pendidikan tinggi.
AI: Membantu atau Membuat Malas? Â
Penggunaan AI yang berlebihan dan tanpa pengawasan dapat memengaruhi kemampuan berpikir kritis mahasiswa. Ketergantungan pada AI untuk menyelesaikan tugas-tugas yang kompleks sering kali membuat mahasiswa melewatkan proses pembelajaran yang seharusnya terjadi, seperti membaca literatur secara mendalam atau membangun argumen yang logis.
Penelitian yang dilakukan oleh Universitas Padjadjaran, Bandung (2023) menunjukkan bahwa 60% mahasiswa cenderung menerima informasi yang diberikan oleh AI tanpa melakukan verifikasi ulang. Hal ini dapat melemahkan kemampuan mahasiswa untuk mengevaluasi informasi secara kritis. Ketergantungan ini berisiko membuat mahasiswa kehilangan keterampilan penting, seperti menganalisis data atau membangun pemikiran mandiri. Â
AI Sebagai Alat untuk Berpikir Kritis Â
Namun, bukan berarti AI hanya memiliki dampak negatif. Jika digunakan dengan bijak, AI dapat menjadi alat yang efektif untuk memperkuat kemampuan berpikir kritis mahasiswa. Penelitian yang dilakukan oleh Universitas Airlangga, Surabaya (2023) menunjukkan bahwa 38% mahasiswa mengaku bahwa AI membantu mereka untuk mengeksplorasi sudut pandang baru dan mengembangkan argumen yang lebih terstruktur.
Alat seperti ChatGPT dapat membantu mahasiswa menyusun kerangka tulisan, sementara Perplexity mempercepat pencarian referensi dengan lebih efisien. Selain itu, aplikasi seperti Grammarly dan Quillbot mendukung penyuntingan dan parafrase teks secara lebih baik. Dengan memanfaatkan alat-alat ini dengan tepat, mahasiswa dapat memperkaya wawasan dan memperkuat argumen mereka.
Namun, efektivitas penggunaan AI sangat bergantung pada tingkat literasi digital mahasiswa. Penelitian dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (2024) menunjukkan bahwa mahasiswa dengan literasi digital tinggi mampu menggunakan AI untuk memperluas pemahaman dan meningkatkan berpikir kritis, sedangkan mahasiswa dengan literasi rendah cenderung hanya menggunakan AI untuk mencari jawaban instan tanpa memahami konteksnya. Â
Pentingnya Literasi Digital Â
Masalah utama bukan pada AI itu sendiri, tetapi pada cara mahasiswa memanfaatkannya. Tanpa literasi digital yang memadai, AI bisa menjadi alat yang malah melemahkan kemampuan berpikir kritis. Oleh karena itu, institusi pendidikan memiliki tanggung jawab untuk membimbing mahasiswa dalam menggunakan AI secara bijak.