Mohon tunggu...
amarganteng fatkhalloh
amarganteng fatkhalloh Mohon Tunggu... -

Guru Bahasa Arab

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Reborn : The Star Teacher

2 April 2013   11:54 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:52 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Reborn berarti lahir kembali. Memiliki akar kata born yang berarti lahir dan re yang berarti kembali. Sama seperti kata reformasi yang berarti memperbaiki kembali. Saya yakin kita tidak perlu membahas tata kebahasaan reborn tersebut, karena saya yakin anda lebih pandai dari saya. Saya hanya ingin mendalami apa itu reborn ? Adakah hubungan dengan seorang guru ? jawabannya anda yang bisa menjawab juga, karena andalah yang merasakannya.

Saya dilahirkan dari keluarga miskin jauh di Tridatu, Way Jepara (sekarang Labuhanratu) Lampung Timur. Keluarga saya adalah keluarga guru. Yang saya maksudkan adalah kakek, paman, bulek, bude, ibu (tidak semua menjadikan guru sebagai profesi) adalah guru. Dan sejak kecil pula ketika saya ditanya, “ mau jadi apa nanti kalau udah besar ?”, maka jawabku “ guru”. Ternyata, sebelum meninggal kakekku berpesan agar anak-cucunya untuk menjadi guru. Saya tak tahu apa rahasia di balik kata-kata kakekku itu.

Perjalanan hidup dalam menggapai cita-cita masih dilakoni. Sekarang saya telah menjadikan guru sebagai profesi. Namun, adakalanya saya berfikir dan merenung sejauhmanakah peran saya hingga saat ini menjadi guru itu ? Sudahkan saya menjadi guru bintang, yang menjadi penerang bagi semua siswa(peserta didik) ? Sudahkah saya menjadi guru inspirator bagi semua orang ? Semua jawabannya masih dalam teka-teki dan tanda tanya besar.

Adalah hal yang harus disyukuri, bahwa segala potensi telah dianugerahkan AllahSWT kepada kita dengan Cuma-Cuma namun semua sempurna. Hanya bagaimana kita menyikapi rasa kebersyukuran itu.

Jika kita bertanya pada diri kita masing-masing, sudah berapa lamakah kita menjadi guru ? Sudah berapakah siswa yang kita ajari ? Sudah berapakah di antara mereka yang berhasil ? Berapakah di antara mereka yang masih ingat dan bersilaturahim menemui kita ? Atau berapakah di antara mereka yang selalu menyebut nama kita, karena dia merasa memiliki “spesial moment” bersama kita? Atau, berapakah siswa yang selalu bertanya dan mengharapkan kehadiran kita dalam hatinya ? Jawabnya, tentunya anda sendiri yang menjawabnya.

Semakin lama kita mengajar, semakin sering dan banyak pula jam terbangnya. Pastinya, kreatifitas dalam proses pembelajaran akan terbentuk dan semakin matang konsep yang diberikan. Jika demikian, pastilah output dari pembelajaran kita sangatlah menarik dan mudah dimengoerti oleh siswa sampai-sampai masuk ke dalam memori jangka panjang mereka bahkan ke alam bawah sadar mereka, seperti lagu “ Bintang Kecil” saat masih TK.

Dalam mengajar, bukanlah sekedar mentransfer informasi dan pengetahuan saja. Namun, lebih dari itu. Mengajar itu membimbing, mengarahkan, mendidik, mengingatkan, memberi keteladanan yang baik kepada siswa kita. Bukan pula sekedar mentransfer “materi”, tetapi mentransfer “semangat”, “emosi” dan “jiwa”. Sudahkan kita melakukannya ?

Jikalau hanya mentransfer materi dan pengetahuan, maka semua orang bisa melakukan. Tidak perlu kuliah tinggi-tinggi, semua orang bisa melakukannya. Tapi maukah kita disamakan dengan orang yang tidak sekolah sama sekali ?saya yakin tidak. Tetapi, sudahkan kita menjadi bintang bagi semua siswa kita ? Itulah yang menjadi masalahnya.

Bintang itu kita sudah kita ketahui. Dia memancarkan cahayanya sendiri. Cahaya yang merupakan pemberian Allah SWT kepadanya. Cahaya itu ia pancarkan kepada semua orang yang ia kehendaki. Terkadang cahaya itu ada yang menangkapnya dan ada pula yang tidak bisa menangkapnya. Tetapi cahaya itu terus berjalan lurus berusaha menembus ke dalam relung yang paling dalam.

Menjadi guru “bintang” tentunya sangat susah, namun bukan hal yang mustahil kalau kita mau mewujudkannya dalam diri kita. Bintang itu tidak mungkin ada begitu saja, dia harus diciptakan. Begitu pula seorang guru, harus diciptakan menjadi bintang. Selayaknya, membuat roti, haruslah memiliki tahapan dan cara yang lama dan membutuhkan kesabaran dan keuletan.

Ada beberapa hal yang harus kita lakukan untuk mewujudkan bintang itu muncul dalam diri kita :

Pertama, merubah paradigma kita. Guru adalah perbuatan mulia. Profesi mulia ini sangatlah dihargai oleh siapa saja, sehingga di Jepang, ketika bom atom dijatuhkan dan terjadi kehancuran yang luar biasa parah, maka sang Kaisar bertanya, “ Berapakah jumlah para guru yang masih hidup ?”

Kedua, menambah pengetahuan dasar guru. Mungkin, kita jarang mengupgrade ilmu pengetahuan dan skill mengajar kita. Berapa lembarkah buku yang kita baca tiap harinya ? Berapa macamkah model,strategi dan tekhnis pembelajaran yang sudah kita kuasai ? Berapakah koleksi permainan, candaan, teka-teki, teknik alfa zone yang sudah kita kuasai ? Seberapakah efektif kita mengajar ?

Ketiga, Meningkatakan skill mengajar. Terkadang kita sering menyepelekan ini, dengan alasan saya adalah guru senior, jadi tidak perlu mengupgrade skill lagi. Maka munculah, ego, ujub dalam diri.

Keempat, menetralisir niat. Maksud saya adalah membersihkan niat yang ada dalam hati kita. Mungkin niat kita hanya mengajar saja atau mencari uang saja terserah siswa-siswa menerima ilmu atau tidak. Karenanya, mari kita luruskan kembali niat kita. Dengan demikian, kita akan memulai dari nol lag. Ya, dari zero. Mengapa, karena tatkala kita mengikhlaskan semua apa yang kita lakukan, maka sama saja memulainya dari nol. Kemudian mericek kembali semua perbuatan kita. Akhlak kita. Sudahkah pantas menjadi guru ? Lalu, mulai ke arah 1, 2, 3 dan seterusnya untuk menjadi hero dan akhirnya menjadi bintang. Maka lahirlah kembali guru bintang itu. So, reborn the Star Teacher.

Good Be Star Teacher !

Wallohu a’lam bishowab.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun