Apa Itu Tradisi Midodareni? Tradisi midodareni adalah rangkaian upacara pernikahan dalam adat Jawa yang dilakukan pada malam hari, sehari sebelum acara panggih atau temu pengantin. Malam midodareni juga dengan sebutan malam 'pangarip-arip' yang menjadi malam terakhir masa lajang bagi kedua mempelai. Â Adapun asal kata midodareni berasal dari bahasa Jawa yaitu 'widodari' yang berarti bidadari. Dikutip dari laman resmi Dinas Kebudayaan Provinsi DI Yogyakarta, menurut kepercayaan masyarakat Jawa, pada malam tersebut banyak bidadari yang turun dari kayangan. Para bidadari datang untuk memberikan doa restu kepada calon pengantin wanita, sehingga wajah sang mempelai akan terlihat cantik seperti bidadari. Hal ini membuat calon mempelai wanita harus terus berada di dalam kamar, atau dikenal dengan istilah dipingit. Mitos ini tak lepas dari cerita tentang Legenda Jaka Tarub dan Nawang Wulan. Dalam cerita tersebut, Nawangwulan yang merupakan dewi dari kayangan turun untuk menyambangi sang anak, Nawangsih yang hendak menikah. Perlengkapan Tradisi Midodareni Dalam pelaksanaan midodareni, terdapat uba rampe atau perlengkapan yang perlu dipersiapkan. Beberapa hal yang dipersiapkan seperti sepasang kembar mayang, dua buah mayang, dua buah kelapa muda (gading), sepasang kendi berisi air yang berasal dari 7 sumber mata air, nasi gurih beserta lauk pauk, sepasang ingkung ayam, rujak degan, kopi, teh tanpa gula, juplak, roti tawar, dan gula jawa setangkep. Sementara di kamar pengantin akan diberi sesaji berupa mayang jambe, tujuh macam kain bermotif letek, dan suruh ayu. Susunan Acara Midodareni Dilansir dari laman Gramedia, tradisi midodareni terdiri dari serangkaian acara yang dilakukan dalam satu malam. Berikut adalah susunan acara midodareni dalam adat Jawa. 1. Jonggolan Jonggolan merupakan acara pertama dalam acara midodareni, yang juga dikenal dengan istilah seserahan. Prosesi ini dilakukan setelah keluarga calon mempelai laki-laki hadir dan disambut oleh keluarga calon mempelai wanita. Hal ini juga memiliki maksud untuk menunjukkan bahwa calon pengantin pria berada dalam keadaan sehat dan memiliki hati yang mantap menikah. Calon pengantin laki-laki juga yang datang bersama dengan perwakilan keluarga besar akan menyerahkan berbagai seserahan dalam bentuk bingkisan. Seserahan ini berisi berbagai barang keperluan sehari-hari, mulai dari yang diberikan dalam jumlah ganjil. Seserahan ini nantinya akan diserahkan oleh wakil dari keluarga laki-laki kepada keluarga perempuan untuk kemudian disimpan dalam kamar pengantin. 2. Tantingan Setelah Jonggolan selesai, maka akan dilakukan proses Tantingan. Calon pengantin laki-laki yang telah datang dan meminta restu, kemudian akan mendapat jawaban dari pihak perempuan. Pihak perempuan akan menentukan akan menerima atau menolak 'kemantapan' dari hati calon pengantin pria. Karena pada malam midodareni calon pengantin wanita tidak diperbolehkan keluar karena berada dalam masa pingitan, maka kedua orang tua akan mendatangi dan menanyakan kembali kemantapan hatinya. Setelahnya, pihak pengantin perempuan akan mengungkap keikhlasan terkait keputusannya dan menyerahkan sepenuhnya kepada kedua orang tua. 3. Kembar Mayang Kembar Mayang adalah dekorasi dengan tinggi hampir serupa tinggi badan manusia. Dalam pernikahan adat Jawa, Kembar Mayang akan dibawa oleh wanita dan pria, yang kemudian akan mendampingi sepasang cengkir gading yang dibawa oleh sepasang gadis. Sesuai kepercayaan, Kembar Mayang dipinjam dari dewa, sehingga jika sudah selesai akan dilabuh melalui air atau dikembalikan lagi ke bumi. Kembar Mayang yang diberikan terdiri dari dua jenis yaitu Kalpandaru dan Dewandaru. Dewandaru berarti wahyu pengayoman, dengan makna agar pengantin pria dapat memberikan pengayoman secara lahir dan batin kepada keluarganya. Sedangkan Kalpandaru berarti wahyu kelanggengan agar kehidupan rumah tangganya kemudian dapat abadi selamanya. 4. Catur Wedha Catur Wedha adalah nasihat atau wejangan yang disampaikan ayah dari calon pengantin perempuan kepada calon pengantin laki-laki. Isi dari wejangan ini terdiri dari empat macam pedoman hidup berumah tangga yaitu: Hangayomi adalah nasihat agar pengantin pria mengayomi dan melindungi istrinya dengan sepenuh hati seperti ketika orang tua pengantin wanita yang melindungi anaknya tanpa pamrih. Handayani adalah nasihat agar pengantin pria untuk mencukupi segala kebutuhan istrinya. Hangayemi adalah nasihat agar pengantin pria agar memberikan kenyamanan yang kemudian dapat membuat pasangan memiliki rasa cinta yang tiada habisnya. Hanganthi adalah nasihat agar pengantin pria agar bisa menjadi pemimpin bagi keluarganya. 5. Wilujeng Majemukan Terakhir, akan dilakukan Wilujeng Majemukan atau proses silaturahmi antara kedua keluarga. Selain itu dalam tahapan ini, diserahkan pula semua seserahan yang telah dibawa oleh calon pengantin pria. Kemudian, keluarga calon pengantin perempuan juga akan menyerahkan angsul-angsul. Bagi calon pengantin pria, salah satunya akan diserahkan sebuah pusaka atau keris sebagai simbol harapan untuk menjadi pelindung bagi keluarganya kelak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H