Pada suatu siang, 13 September 2022, saya melihat poster konser Manifest yang diselenggarakan oleh Manajemen, FBE, UII. Hal yang membuat saya langsung terperanjat dan mengirimkan poster tersebut ke kakak saya, adalah karena bintang tamunya Coldiac dan Reality Club, dua band Indonesia favorit saya. Saya mengenal Reality Club sudah sejak awal kemunculannya di tahun 2017, sebab saya mengikuti salah satu vokalisnya, yaitu Fathia Izzati, sejak videonya '21 Accents' yang viral di Youtube pada tahun 2013. Saya menikmati musik-musik Reality Club, utamanya di album kedua 'What Do You Really Know?', seperti glam-rock alternative, genre yang cukup saya minati.Â
Saya mengenal Coldiac baru-baru saja, mungkin sekitar awal tahun ini. Salah seorang teman saya merekomendasikannya, "aku nduwe rungon-rungon anyar". Setelah saya kulik di Spotify, saya merasa cocok dengan lagu-lagunya, genre yang dibawakan cukup beragam, dari rock sampai pop. Saya kira, band ini berasal dari Jakarta, seperti Reality Club, atau Bandung, ternyata dari Malang, "oalah, arek-arek Ngalam, tibak'e, sam!".
Singkat cerita, saya dan kakak saya langsung membeli tiket presale 1, tanggal 08 Oktober 2022 di Mahika Ayu, Tebing Breksi. Dari lokasi sebenarnya saya cukup ragu, sebab bulan Oktober sudah memasuki musim hujan, dan jalan menuju Tebing Breksi (walaupun saya sudah cukup menguasainya) sangat terjal. Saya dan kakak saya memutuskan untuk berangkat sekitar pukul setengah 4 sore, sebab penukaran tiket fisik akan dibuka mulai pukul 5 sore. Sesuai prediksi saya, sekitar pukul 6 petang, hujan cukup deras disertai angin mulai menerjang Tebing Breksi. Untungnya, saya dan kakak saya sudah membawa jas hujan. Acara dimulai sekitar pukul 8 malam, dibuka dengan penampilan dari Leak, band FBE UII. Dilanjutkan dengan penampilan dari band lokal Yogyakarta, yaitu Impromptu, Coldiac dan yang terakhir adalah Reality Club.Â
Saya sangat menyukai suara Tama, salah satu lead singer Coldiac, range suaranya luas dan dia juga seorang gitaris. Namun malam itu, Tama seperti salah mengambil nada terlalu tinggi, terutama pada lagu 'Heart's Desire' dan 'Could You Count the Time I've Given to You'. Namun performanya masih sangat bagus dan saya sangat puas dengan fan service Coldiac. Beberapa orang yang beruntung mendapatkan paper plane yang berisi 'dare' dari personil Coldiac, juga ada yang mendapatkan pik gitar, serta kertas song-list mereka. Bahkan, penonton di depan saya sangat beruntung karena ponselnya 'di ambil alih' oleh Sambadha saat menyanyi, ah saya sangat iri. Seperti yang saya sebutkan sebelumnya, Coldiac adalah bandyang berasal dari Malang, beberapa waktu yang lalu terjadi tragedi Kanjuruhan yang menewaskan ratusan orang. Coldiac meminta kami untuk menundukkan kepala dan mengheningkan cipta sejenak untuk mendoakan para korban, keluarga dan kerabatnya, saya pun ikut terharu. Saya juga baru mengetahui bahwa beberapa saat yang lalu Coldiac genap berusia tujuh tahun.
Saya dan kakak saya sangat tidak siap menyambut Reality Club, posisi kami dengan panggung begitu dekat, dan kami akan menyaksikan Fathia Izzati secara langsung. Kami histeris, begitu juga dengan penonton lainnya yang sudah menantikan Reality Club sedari tadi. Wah, saya jelas menanti-nanti drummer Reality Club, Era Patigo, seorang atlet baseball yang karismatik, lebih karismatik ketika melihat secara langsung dibandingkan melalui story instagram. Lagu-lagu yang sangat ditunggu oleh penonton diantaranya adalah 'Elastic Heart', 'Telenovia', 'I Wish I Was Your Joke' dan rilisan terbaru Reality Club, 'Anything You Want'.
Saya sangat kebawa perasaan ketika personil Realuty Club membawakan buket bunga yang disponsori oleh Ren's Florist. Sayang sekali yang mendapatkan buket bunga dari Era adalah penonton di depan saya, oh, that should be me. Chia terlihat sangat energik dan manis membawakan lagu '2112', Chia dan Faiz benar-benar sibling goals Indonesia.
Tidak terasa sekitar satu jam telah berlalu, show's ending. Saya sangat puas dengan seluruh penampil, meskipun hujan dan acara sempat mundur sekitar satu jam. Namun satu hal yang saya sayangkan, dan mungkin bisa menjadi pembelajaran bagi siapapun yang hendak menonton konser atau sejenisnya, untuk membawa uang cash. Saya pada dasarnya kurang suka membawa uang cash, saya selalu membawa kurang dari Rp. 50.000 di dompet saya. Saya mungkin akan menyarankan kepada siapapun yang hendak menonton konser dan sejenisnya untuk membawa uang cash lebih, mungkin beberapa tenant akan menyediakan QRIS, namun dalam kasus ini, di Tebing Breksi, tidak ada sinyal.Â
Overall, suatu pengalaman yang sangat menyenangkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H