Untuk memperdalam pemahaman tentang masalah ini, mari kita lihat pandangan filsuf terkenal, Immanuel Kant, yang terkenal dengan teori moralnya. Kant berpendapat bahwa moralitas tidak bergantung pada hasil atau konsekuensi dari tindakan, tetapi pada prinsip-prinsip yang mendasarinya. Menurut Kant, tindakan dianggap moral jika dilakukan berdasarkan prinsip universal yang dapat diterima oleh semua orang.
Dalam pandangan Kant, kejujuran dan integritas adalah prinsip universal yang harus dipatuhi tanpa memandang situasi. Artinya, jika kita percaya bahwa kejujuran adalah nilai yang benar, maka kita harus menegakkannya dalam setiap situasi, tanpa menghiraukan apakah hasilnya akan menguntungkan atau merugikan. Prinsip ini sering kali sulit diterapkan dalam kenyataan, di mana situasi kompleks dan kebutuhan untuk beradaptasi sering kali menuntut kompromi.
Kant juga mengajarkan tentang imperatif kategoris, yaitu prinsip moral yang menyatakan bahwa kita harus bertindak sesuai dengan aturan yang kita anggap sebagai hukum universal. Jika kita memutuskan bahwa berbohong dalam situasi tertentu dapat diterima, maka kita harus siap menerima bahwa berbohong mungkin menjadi kebiasaan yang diterima secara universal. Tentu saja, ini bertentangan dengan nilai-nilai kejujuran yang kita pelajari sejak kecil.
Inti dari pandangan Kant diatas adalah  tindakan dianggap moral jika dilakukan berdasarkan prinsip yang dapat diterima secara umum. Misalnya, kejujuran harus diterapkan dalam semua situasi, bukan hanya ketika itu menguntungkan kita. Dalam konteks kemunafikan, Kant menunjukkan bahwa ketidaksesuaian antara apa yang kita ajarkan dan apa yang kita praktikkan adalah bentuk pelanggaran terhadap prinsip moral universal. Ketika seseorang mengajarkan kejujuran tetapi berperilaku tidak jujur, mereka melanggar prinsip moral yang sama yang mereka sampaikan. Ini adalah bentuk kemunafikan karena mereka tidak konsisten dalam menerapkan nilai-nilai moral.
Pandangan berkutnya dari Friedrich Nietzsche, yang menawarkan perspektif kritis terhadap moralitas tradisional. Nietzsche berpendapat bahwa nilai-nilai moral sering kali merupakan hasil dari konstruksi sosial yang didorong oleh kekuatan dan kebutuhan tertentu untuk mempertahankan kekuasaan. Dalam pandangannya, moralitas bukanlah sesuatu yang universal dan abadi, melainkan merupakan produk dari kekuatan sosial yang dominan.
Nietzsche mengemukakan ide tentang "moralitas budak" dan "moralitas tuan." Menurutnya, nilai-nilai yang dianggap moral oleh masyarakat sering kali merupakan hasil dari penindasan terhadap nilai-nilai individu yang lebih kuat. Moralitas budak, menurut Nietzsche, adalah moralitas yang muncul dari mereka yang lemah dan tertekan, yang memandang nilai-nilai seperti kerendahan hati dan kepatuhan sebagai kebajikan untuk membalas kekuatan mereka yang dominan.
Dalam konteks ini, kemunafikan dapat dipahami sebagai hasil dari konflik antara nilai-nilai yang diwariskan secara sosial dan kebutuhan individu untuk beradaptasi dengan situasi yang berubah. Ketika masyarakat mengajarkan satu set nilai sementara kenyataan mengharuskan kita berperilaku berbeda, individu mungkin terjebak dalam kemunafikan sebagai cara untuk beradaptasi dengan tekanan sosial.
Inti dari pandangan Nietzsche diatas adalah kemunafikan bisa dipahami sebagai hasil dari konflik antara nilai-nilai yang diwariskan dan kebutuhan individu untuk menyesuaikan diri dengan situasi yang berubah. Contohnya, seseorang mungkin mengkritik orang lain karena tidak mengikuti norma-norma sosial yang diwariskan, tetapi pada saat yang sama, mereka sendiri melakukan hal yang sama atau bahkan lebih buruk. Ini menunjukkan bagaimana nilai-nilai moral sering kali dipengaruhi oleh kekuasaan dan konstruksi sosial, bukan prinsip universal.
Standar Ganda dalam Kehidupan Sehari-hari
Kemunafikan tidak hanya melibatkan konflik batin, tetapi juga menghasilkan apa yang kita kenal sebagai standar ganda. Standar ganda terjadi ketika seseorang atau masyarakat menerapkan dua aturan yang berbeda pada situasi yang serupa. Contohnya, kita mungkin sangat keras mengutuk ketidakjujuran dalam politik atau pemerintahan, tetapi dalam kehidupan sehari-hari, kita mungkin merasa tidak ada salahnya untuk sedikit berbohong demi keuntungan pribadi.
Fenomena standar ganda ini bukan hal yang asing dalam kehidupan sosial. Banyak dari kita mungkin pernah mendapati diri kita menilai orang lain dengan standar moral yang lebih tinggi dibandingkan dengan bagaimana kita menilai diri sendiri. Ini menciptakan ketidakadilan dalam cara kita memandang perilaku orang lain, tetapi pada saat yang sama, kita merasa perilaku kita sendiri dapat dimaklumi karena "situasi yang berbeda."