Zam-Zam (berkumpul)
Seteleh sekian lama berpisah akhirnya dua sejoli dipersatukan kembali oleh takdir dan berkumpul  dengan kedua anaknya. baru kemudian lahirlah sibungsu yang diberi nama Zam zami Ardi yang artinya berkumpul di dunia.
Cobaan kedua !
Untuk kedua kalinya ayah dan ibukku berpisah ketika aku duduk dibangku Madrasah Aliyah kelasa tig.  Tiga kali puasa, tiga kali lebaran ayah tak pulang-pulang, kabarnya pun tak terdengar. Eeits.. Ayahku bukan Bang Toyib yang dinyanyikan di lagu dangdut itu, tapi memang  ayah tak pulang-pulang walaupun  hanya sekedar bertemu dengan anak-anaknya ataupun  dengan nenek, ibu yang mengandungnya.  Kabarnya hilang lenyap bagaikan ditelan ombak.. cieeh,  baru kemudian terdengar kabar ayah menikah lagi. Tapi ternyata just issue, tak ada yang tau pasti kabar dan keberadaannya. Aku dan adik-adikku tinggal dengan ibu. Untuk menghidupi kami bertiga ibu berjualan serabi keliling kampung.
Tetap semangat !
Aku tak mau larut dalam kerinduan pada ayah. Aku tetap menjalani aktifitas seperti biasa, sekolah dan mengajar ngaji.
Galau !
Mendekati waktu ujian kelulusan MA, aku dihingapi kegalauan. Kerinduan pada sosok ayah yang selalu coba kutepis tak bisa kubendung lagi.  Belum lagi aku kasian pada ibu yang kesepian tanpa  ayah. Ibu pernah bilang "walau bagaimanapun ayah, ibu tetap menyayanginya". So sweet. Kegalauanku juga karena aku tidak bisa melanjutkan sekolah. Sempat aku tidak sekolah selama tiga hari karena kegalauanku. Tiga hari, tiga malam aku tidak keluar kamar kecuali untuk ambil air whudu' ketika waktu sholat. Dan  keluar untuk makan, tapi sediikit heehe.. nggak ada nafsu makan.
Ibu perihatin dengan keadaanku. Ibu tahu, kuat keinginanku untuk melanjutkan sekolah saat itu. "sabar nak, jika ada ayah mungkin kamu bisa melanjutkan sekolah. Ibu juga sangat ingin melihatmu melanjutkan sekolah. Tapi bagaimana ibu bisa membiayaimu dengan hasil berjualan serabi yang tak seberapa" (dengan raut wajah sedih). Tak ingin melihat ibuku sedih ku katakan pada ibu, "bu' saya Cuma minta do'anya, tahun depan saya akan kuliah, semoga diberi  jalan kemudahan. Ibu tau ucapanku hanya untuk menghiburnya. (dengan wajah tersenyum) "siapa yang akan membiayaimu nak?". "Allah" J... (jawabku mantap). Hah.. teringat sekali moment itu dikepalaku.
Di sayang
Di tengah kegalauanku, aku mencoba untuk bangkit lagi. Ibu, adek-adekku, guru ngaji dan adek-adek di pengajian menjadi motivasiku. Beruntungnya guru-guru di madrasah juga menyayangiku. Aku dekat dengan mereka, kedekatanku  bukan karena aku anak paling pintar, bukan  karena aku anak paling kaya, bukan pula aku anak paling cantik sehingga aku dilirik ustadz-ustadzah di madrasah. Akan tetapi karena aku murid karatan disana hehe.. bayangkan, dari MI, MTS, MA yang selama itu mereka mengenalku sebagai anak yang patuh dan penurut, heheheee,,,  makanya disayang. Aku juga dijadikan ajang curhat kepala sekolahku. Eh.. curhatnya masih tentang ruang lingkup madrasah. Mengenai murud-murid  yang bermasalah sampai guru-guru yang malas  mengajar. Tak jarang aku dimintai pendapat tentang mereka. ciyee..