Mohon tunggu...
Rahman Renwarin
Rahman Renwarin Mohon Tunggu... Pembelajar -

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ontologi Puisi "Doa Karangan Bunga"

18 November 2017   18:11 Diperbarui: 18 November 2017   18:23 564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Bayangan

Sayangku,

Di senja ini gerimis baru saja pergi

Meninggalkan basah

Pada cemara, pada bunga-bunga, juga

Gericau sepasang burung bercengkerama

Dalam samar cemara

Sayangku,

Di senja ini gerimis baru saja pergi,

Juga aku

sul seluruh kita yang telah lewat dan terkebat,

Tapi

Menerima segala yang terakhir dan Terlepas :

Selamat tinggal

******

Daun

 Akulah

Daun-daun di pohon

Menempel

Pada ranting-ranting

Ada tempo ia

Lepas dan jatuh

Entah

Angin

Entah

Menguning

Entahlah

******

Mama

Mama

Dilemaku tak sesederhana kini

Kutunai asamu pergi

belum usai

Kutunai asamu kembali

mengental

Mama

Panjanglah umur, mama

Aku pulang

******

Apa Maksudmu?

Kau dekatkan bibirmu ke telingaku

membisiki aku tentang siapakah seperti aku yang tiba menyambutmu

"Apa masksudmu?", Tanyaku

Sedang kepadaku, kau bersenandung

Mungkin sebab itulah aku tak akan pulang

Meski menemani kamu yang cukup lama menghitung almanak;

dari hari, bulan, hingga tahun.

Pada suatu saat nanti,

Bila jarum jam di dinding menunjuk angka yang berbeda di antara kau dan aku,

yang tersisa dari kita hanyalah jejak

"Apa masksudmu?", Tanyaku

Sedang kepadaku, kau bersenandung

******

Do'a Karangan Bunga di Musim Gugur

Ku minta pada-Mu belumkah waktunya untuk pulang

Ada yang masih harus ku siapkan

sesaat ia tergeletak  bersama dedaunan

seketika orang-orang datang membawa karangan bunga

dan di pipi gerimis membutir di musim gugur

******

Aku Setia Mencintaimu

Aku setia mencintaimu seperti kursi kosong

menanti kau yang duduk sesaat minum kopi dan makan roti di pagi hari

Aku setia mencintaimu seperti kursi kosong
 diam dan menerima beban segala ragamu
 sambil memandang anak-anak bermain sepeda di lorong-lorong kota ini di petang hari

Aku setia mencintaimu seperti kursi kosong
 bersamamu makan malam lalu meninggalkanku sendiri begitu saja
 tapi menunggumu hingga pagi lagi

******

Lampung

Kita berdua saja, duduk

menyaksikan bulan

yang semalaman melukis awan pada pantai

dan bayang-bayang kita

yang jatuh dan terbaring pada rumput-rumput basah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun