Korupsi adalah tindak pidana. Seseorang dapat dikatakan sebagai pelaku korupsi (baca: korup) tentunya setelah melewati proses hukum (terdakwa). Saya definisikan kata “korup” sebagai istilah hukum meskipun itu hanyalah kata sifat karena saat kata tersebut dilekatkan pada manusia itu berkaitan erat dengan tindakan hukum yang dilakukannya.
Pada masa-masa pelaksanaan Pemilu, seperti di tahun 2014 ini, banyak beredar jargon-jargon politik baik yang bersifat kampanye, himbauan atau pesan moral yang ditujukan bagi pemilih. Korupsi, barangkali berhubungan erat dengan kasus-kasus korupsi yang melibatkan praktisi partai politik belakangan ini, menjadi jargon yang banyak digunakan berbagai pihak saat ini. Salah satu jargon tersebut adalah “Jangan Pilih Politisi Korup”.
Sepintas seperti tidak ada masalah dengan ungkapan tersebut bahkan boleh jadi itu dianggap sangat baik. Akan tetapi permasalahannya, ungkapan tersebut mengandung makna yang sangat kabur dan membingungkan.
Sebagai istilah hukum, korupsi merupakan perbuatan melanggar hukum dan setiap orang berhak untuk melalui proses hukum untuk mendapatkan dakwaannya, kata korup dalam politisi korup menjadi kabur maknanya. Saya percaya istilah “politisi korup” tersebut tidak ditujukan kepada pelaku korupsi yang telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Membingungkan, karena mau tidak mau saya jadi bertanya-tanya siapa saja di antara para kontestan Pemilu 2014 ini yang koruptor.
Salah satu contoh penggunaan istilah tersebut dapat dilihat pada berita yang satu ini: http://nasional.kompas.com/read/2012/10/17/08482444/Jangan.Pilih.Politisi.Korup
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H