Sebagaimana pepatah lama yakni dibutuhkan satu desa untuk membesarkan seorang anak.
Demikian juga halnya dengan pendidikan adalah urusan bersama setiap orang, mulai dari pemerintah, agama dan budaya hingga masyarakat biasa.
Dukungan atau perhatian yang ditunjukkan pun bermacam-macam, seperti melalui kebijakan yang strategis, secara rohaniah (spiritual), dukungan secara ekonomi berupa materi dan lain sebagainya.
Sebagaimana yang menjadi tradisi di kampung khususnya dalam konteks masyarakat Manggarai, Flores-NTT, urusan pendidikan (sekolah) merupakan urusan kolektif setiap orang yang dikenal dengan istilah Wuat Wa'i.
Secara etimologis, Wuat Wa'i merupakan bahasa Manggarai yang berarti Wuat berarti dukungan sedangkan Wa'i berarti kaki (siap melangkah atau berjalan).
Dengan demikian Wuat Wa'i berarti sebuah dukungan khusus untuk sebuah perjalanan atau langkah. Dalam konteks pendidikan, Wuat Wa'i lebih dimaknai sebagai dukungan kolektif (materi dan spiritual) khususnya dalam proses studi ke perguruan tinggi.
Dalam praktiknya pun melalui berbagai macam tahapan. Pertama, melalui ritus adat yakni melalui persembahan kurban kepada leluhur melalui acara Teing Hang (makna spiritual; memberi makan) dengan ayam sebagai hewan kurban utama.
Biasanya yang berhak dalam melakukan ritual ini adalah seorang tua adat yang dipercayai memiliki kemampuan, pengalaman dan pengetahuan khusus dalam hal adat-istiadat.
Dan juga dihadiri oleh minimal keluarga besar dari dua rumpun yakni dari pihak Woe dan Anak Rona.
Pihak Woe berarti rumpun keluarga dari pihak perempuan dan Anak Rona berarti rumpun keluarga dari pihak laki-laki.
Adapun waktu berlangsungnya ritual tersebut adalah pada malam hari tepatnya di rumah dari keluarga yang hendak melakukan upacara Wuat Wa'i.