Mohon tunggu...
Konstantinus Aman
Konstantinus Aman Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis, Petani dan Guru Kampung (PPG)

Pewarta suara minor dari kampung.

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Artikel Utama

Menyigi Fenomena Krisis Sumber Daya di Tengah Kelimpahan Sumber Mata Air di Kampung

4 April 2024   12:51 Diperbarui: 4 April 2024   15:50 421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi-- Siswa-siswi SDI Tuanio, Desa Pagomogo, Kecamatan Nangaroro, Kabupaten Nagekeo, Flores, NTT memikul air ke sekolah, Senin (14/10/2019). (KOMPAS.com/NANSIANUS TARIS)

Baru-baru ini tepatnya menjelang memasuki pekan suci atau pekan perayaan Paskah kemarin, warga sekompleks sempat dihebohkan dengan kondisi selang atau pipa air yang sudah hampir lima hari tidak mengeluarkan air sama sekali. Semuanya jadi panik termasuk saya sendiri. Dan tentu sebagian besar luapan kepanikan itu datangnya dari mama-mama dari balik rumah tangga masing-masing.

Di tengah situasi demikian, algoritma psikologi masyarakat mulai timbul dalam bentuk saling mengumpat dan curiga. Kalau saja ada oknum yang sengaja merusak keran di bak penampung dan lain sebagainya.

Kejadian seperti ini tidak hanya sekali terjadi melainkan seolah-olah dirawat terus sampai kapan pun, bila tidak dikaji secara mendalam akar persoalannya.

Secara topografi, pemukiman penduduk di kampung terletak di bagian ketinggian. Hal ini senada dengan konsep strategis dari pembangunan yang sentral di bagian ketinggian itu. Namun, keadaan ini justru berlawanan dengan tempat sumber mata air bersih yang justru letaknya di lembah-lembah pemukiman warga.

Jika dikalkulasi secara real ada lebih dari 10 mata air bersih yang mengepung di keliling kampung namun posisinya justru di bagian yang sangat curam dari kampung.

Puluhan tahun sebelumnya, masyarakat selalu memanfaatkan semua sumber mata air yang ada untuk kebutuhan hidup dan lainnya dengan menempuh jarak yang jauh, naik turun bukit hanya untuk mendapatkan air bersih yang melimpah tersebut. Termasuk untuk mencuci, mandi dan lain sebagainya. 

Kini semenjak wajah pembangunan dan kebijakan pemerintah mulai menyentuh nadi kampung, beberapa sumber mata air yang ada sudah disulap dengan mesin penghisap air untuk kemudian disalurkan dengan pipa-pipa kecil menuju dapur dan kamar mandi masyarakat. 

Transformasi ini kurang lebih telah berjalan hampir dua tahun sudah. Tak ada lagi hiruk pikuk warga untuk menyerbu secara langsung di sumbernya. 

Potret Proyek Air Minum Di Kampung (Sumber: Dokumentasi pribadi)
Potret Proyek Air Minum Di Kampung (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Namun, sebelum proyek ini dikerjakan, ada puluhan warga yang sempat mengambil jalan pragmatis dengan menggali sumur masing-masing di bagian belakang rumah. Kenyataan ini tentu muncul akibat kemendesakan kebutuhan rumah tangga akan air yang selalu tidak cukup. 

Dan lebih dari para itu, tersebab belum adanya kebijakan pemerintah terkait sumber daya air minum yang teratur dan mudah untuk dijangkau oleh masyarakat.

Dua tahun sudah sejak proyek air bersih itu rampung, kebutuhan air bersih dan air minum di setiap rumah aman terkendali. Hampir setiap hari, air selalu mengalir memenuhi semua kebutuhan rumah tangga. 

Akan tetapi yang menjadi persoalannya adalah ketika keadaan air bersih yang aman tersebut tidak diimbangi dengan sistem pengelolaan dan manajemen yang baik khususnya terkait dengan pola perawatan dan keamanannya, maka bukan tidak mungkin keadaan yang aman tersebut tentu kembali terancam. 

Persoalan terkait pengelolaan manajemen inilah yang paling krusial terjadi.

Bila ditelaah berdasarkan studi kasus, kendala pertama adalah terkait mindset masyarakat yang masih rendah. 

Hal ini dapat dibuktikan, bahwa sekalipun yang nampak adalah euforia terkait kemudahan dalam mengakses air bersih juga terselubung perilaku-perilaku konservatif dari yang lainnya, seperti dengan memotong pipa hanya gegara jalurnya telah mengganggu kebun atau halaman rumah dan lain sebagainya. 

Tentu pola pikir konservatif yang masih mengakar tersebut yang menghalangi euforia mayoritas masyarakat yang tengah menikmati kemudahan yang ada.

Fenomena perilaku konservatif ini bila dikaji secara mendalam lagi, barangkali merupakan wujud dari luapan kekecewaan terselubung terhadap pemerintah yang selalu berpikir keuntungan mayoritas saja, seraya mengabaikan keadaan kaum minoritas atau marginal terutama dari sebuah praktik pembangunan.

Sebab terkadang dalam setiap kesempatan pertemuan terkait pembahasan proyek atau apapun partisipasi warga masyarakat hanya diwakilkan oleh tokoh-tokoh tertentu. Sehingga keputusan akhir yang diambil tentunya bersifat parsial.

Kelemahan berikutnya adalah regulasi yang memuat pertanggungjawaban dalam mengelola dan mengontrol keadaan air secara masif dan efisien. Kelalaian ini tentu sangat berdampak pada ketidaklancaran aliran air.

Akibat selanjutnya ialah memunculkan kasak kusuk sesama warga yang dipenuhi dengan kecurigaan dan tudingan yang negatif. Bisa-bisa peperangan akan menjadi alternatif yang paling gila. 

Bagaimana mungkin, warga yang sudah sangat nyaman dengan aliran air yang sangat terjamin hingga ke dapur, mesti kembali ke pola yang lama lagi, yakni berjalan kaki ratusan meter, turun ke lembah lagi untuk mendapatkan kembali sumber air yang bersih.

Dengan demikian, fungsi kontrol dan pengelolaan yang teratur lewat manajemen yang rapi sangat menentukan nasib kelancaran aliran air ke setiap dapur masyarakat. Tindakan ini tentu menjadi pilihan yang sangat krusial dalam waktu yang sesegera mungkin, dan lama kelamaan akan tertanam dalam pola pikir setiap warga sebagai buah dari prinsip keadilan dan kesetaraan dari kebijakan yang dicetuskan.

#Sumber Su Dekat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun