Mohon tunggu...
Konstan Aman
Konstan Aman Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis, Petani dan Guru Kampung (PPG)

Pewarta suara minor dari kampung.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Pengalaman Ketika Menjadi Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Sekolah (TPPKS)

7 Januari 2024   11:00 Diperbarui: 7 Januari 2024   17:43 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bullying di sekolah bisa menyebabkan anak merasa cemas, stres, depresi hingga tindakan ekstrem seperti bunuh diri. (Pexels)

Sejak ditegakkannya peraturan menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 46 Tahun 2023, tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Sekolah. Maka pada pertengahan semester yang lalu, saya dan beberapa teman guru ditunjuk secara khusus oleh sekolah untuk menjadi tim PPKS di lingkungan sekolah tempat saya mengabdi.

Adapun alasan mendasar diterbitkannya Permendikbudristek tersebut ialah: bahwasanya perilaku kekerasan dan kejahatan kerap terjadi di lingkungan sekolah.

Ada banyak jenis kekerasan yang terus-menerus terjadi yakni kekerasan seksual, perundungan (bullying), kekerasan fisik hingga diskriminasi dan intoleransi. (ditpsd.kemdikbud.go.id)

Dikutip dari detik.com menunjukkan bahwa berdasarkan data dari Asesmen Nasional Kemendikbudristek tahun 2023, terdapat 34,51 persen peserta didik yang berpotensi mengalami kekerasan seksual. Di samping itu, ada 26,9 persen peserta didik lain yang berpotensi mengalami kekerasan fisik. Selain itu, 36,31 anak didik berpotensi mengalami perundungan.

Dengan melihat realitas tersebut, maka sudah sepatutnya lah Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang PPKS di terbitkan, tujuannya ialah untuk menjaga seraya memulihkan marwah lingkungan sekolah yang sejuk dan bebas dari kekerasan.

Pengalaman Menjadi Tim PPKS

Sebagaimana kriteria guru yang 'layak' untuk berada bersama di dalam Tim PPKS adalah yang mengampu mata pelajaran agama dan bimbingan konseling di sekolah. Sedangkan selebihnya sebagai partner adalah guru yang mengampu mapel lainnya.

Dengan demikian secara otomatis saya terpilih tersebab sebagai salah satu guru yang mengajarkan mata pelajaran agama di sekolah. 

Sekalipun saya masih bertanya-tanya terkait alasan di balik keharusan tersebut untuk masuk menjadi Tim PKKS, khusus saya sebagai guru agama di sekolah. Entahlah!

Barangkali hanya karena anggapan bahwa guru agama itu satu-satunya guru yang 'suci' di sekolah. Jika memang demikian, maka saya pasti auto mundur seketika. Ini sudah lebih dari diskriminasi soal keprofesian di sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun