Syairku adalah tetesan-tetesan luka yang tak mewujud rupa
Bait-ku adalah nanar-nanar duka yang mengundang isak tangis semestaÂ
Sedangkan aku, sepercik rupa yang masih mencari suaka di tengah terang terbitnya surya.Â
Tiap kali imajiku mengepak ke atas langit yang bening, ingin mengecap secawan angan di angkasa. Tempat surga bertahta bagi mereka yang mendaku Tuhan. Namun apa akal, usiaku tak cukup purna.
Ilhamku rabun seketika. Membuatku terlempar ke liang lahat kedurjanaan. Remuk  terkurung bisu.Â
Sesekali ku usap cakrawala gelap dari balik jendela kusam, lebat hujan justru meluapkan rindu dan duka yang mengalun.Â
Aku terus mengarus diri
mengarungi musim yang gundah dicoret dari sketsa mati.Â
Sempat aku menerka, habis sudah syairku tuk melukis rupa bagi jiwa yang retak ini. Dengan semua luka yang tak habisnya berkisah di antara bait dan musim yang terus pergi.Â
Sunyi, 25/07/2021
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI