Terusan Kra dan Dampaknya bagi Perekonomian Indonesia
King Mongkut's Institute of technology Ladkrabang (KMITL) dan Thai Canal Association for study and Development (TCA) telah menandatangani sebuah perjanjian studi kelayakan Terusan Kra yang diberitakan oleh Bangkok Post pada September 2017 (Bangkok Post, 2017).Â
Konferensi Internasional yang diadakan oleh Kedua Lembaga tersebut bertujuan untuk menunjang Rencana pembangunan Terusan Kra dengan bertemakan "Technology for Sustainable Paths to Thailand's Future", including "THAICANAL:Comprehensive Study of Alternative Logistics Systems for the Maritime Silk Road". Â Kemudian hasil yang didapatkan atas diadakannya konferensi tersebut diteruskan kepada Pemerintah Thailand. Hal tersebut menandakan ambisi Thailand dalam upaya mewujudkan proyek pembangunan Terusan Kra.
Rencana pemikiran pembangunan ini telah ada sejak abad ke 17 atau sekitar tahun 1677 yang direncanakan oleh Raja Thailand saat itu yaitu Raja Narai berdasarkan gagasan dari seorang insinyur asal Perancis yang bernama De Lamar. De lamar melakukan peninjauan yaitu membuat terusan yang melalui tanah genting Kra. Gagasan terusan tersebut berkembang terutama Ketika Ferdinand de Lesseps Berhasil membangun terusan Suez yang berhasil mempersingkat jalur pelayaran kapal dari Eropa ke Asia.
Terusan Kra juga menjadi salah satu rencana Tiongkok dalam menyelesaikan jalur sutera (Maritime Silk Road) yang dapat meningkatkan perekonomian Tiongkok. Hal tersebut terbukti jika Tiongkok memberikan dukungan terhadap rencana pembangunan terusan Kra dengan memberikan pinjaman serta bantuan teknologi kepada pemerintah Thailand. Nikkei Asian Review, menyatakan pinjaman yang diperoleh oleh Thailand adalah mencapai 100 Miliar Ringgit Malaysia. Namun, Duta Besar Thailand untuk Malaysia yaitu Damrong Kraikruan menyatakan jika Pembangunan Terusan Kra belum mencapai kesepakatan dan masih dalam diskusi.Â
Pembangunan terusan Kra ini menimbulkan kontroversi, pasalnya dengan adanya proyek tersebut sangat berimplikasi langsung terhadap industri pelayaran negara-negara yang berada dekat dengan Selat Malaka yaitu Singapura, Malaysia dan Indonesia. Negara-negara Asia Tenggara lainnya juga memungkinkan mendapatkan dampak negatif akibat proyek Thailand yaitu terusan Kra tersebut.
Pembicaraan tentang Pembangunan Thai Kra Canal ini merupakan perpanjangan dari ambisi Tiongkok yaitu OBOR (One Belt One Road) yang dinilai akan mempertaruhkan hubungan Thailand dengan Malaysia, Singapura, serta Indonesia. Alih-alih meningkatkan pendapatan, justru hal tersebut dapat memicu adanya penurunan pendapatan.
Pembangunan terusan Kra ini mendapatkan cukup banyak respon dari beberapa negara di Asia Tenggara salah satunya dari Indonesia yang juga akan berdampak akibat pembangunan Terusan kra ini terwujud.Â
Hal yang patut diwaspadai terhadap rencana proyek ini berhasil direalisasikan yang mengakibatkan pengurangan jumlah kapal yang berlabuh di Selat Malaka. Khususnya hal ini akan berdampak pada Indonesia, kapal kargo yang melintasi Indonesia akan berkurang, sehingga akan menurunkan pendapatan Indonesia. Serta mematikan industri kargo yang berada di Indonesia seperti Tanjung Perak, Tanjung Priok, Makassar, Belawan, dan lain-lain.
Sebuah Organisasi think-tank Institute of Developing Economies, Japan External Trade Organization (IDE-JETRO) mengeluarkan sebuah artikel yang mengkalkulasi dampak negara-negara disekitar Thailand jika Terusan Kra dibuka.
Skenario Pertama dijelaskan bahwa Pembangunan Terusan Kra dan Selat Malaka akan tetap beroperasi seperti biasa. Penggalian Terusan Kra, yaitu dari Songkhla dan Satun akan selesai pada tahun 2025 dimana terdapat Pelabuhan bongkar muat yang berada di tengah-tengah Terusan Kra. Berdasarkan kombinasi asal-tujuan, Selat Malaka dan Terusan Kra tetap menjadi jalur yang paling optimal untuk memperhitungkan biaya transportasi.