Mohon tunggu...
Amanda Novia
Amanda Novia Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

seorang mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Citra Semu di Dunia Digital: Politik di Era Sosial Media yang 'Mendekatkan' Rakyat

26 Desember 2024   15:27 Diperbarui: 26 Desember 2024   15:27 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Komunikasi politik adalah komunikasi yang ditujukan kepada pencapaian suatu pengaruh, sehingga masalah yang dibahas oleh kegiatan komunikasi ini dapat mengikat semua warganya dengan sanksi yang sudah diatur bersama melalui lembaga politk. Rush dan Althoff (1997) mendefinisikan komunikasi politik sebagai proses ketika informasi politik yang relevan ditentukan dari suatu bagian sistem ke bagian lainnya, dan diantar sistem sosial dengan sistem politik. Komunikasi politik merupakan bagian penting dari kehidupan demokrasi di Indonesia. Komuniasi politik menurut Mc.Nair adalah bentuk komunikasi yang dilakukan politisi untuk meraih tujuan tertentu. Sedangkan menurut Nimmo, komunikasi politik adalah proses komunikasi yang digunakan untuk mempengaruhi pengetahuan, kepercayaan-kepercayaan dan tindakan pulik terkait dengan persoalan-persoalan politik. Kepercayaan dari masyarakat untuk politisi belum lengkap tanpa adanya pencitraan politik. Pencitraan politik merujuk pada upaya seseorang atau kelompok untuk membangun citra atau image tertentu di mata publik dalam rangka memenangkan dukungan politik atau mempertahankan posisi politik yang sudah ada. Pencitraan politik dilakukan dengan cara-cara seperti memanfaatkan media massa, melakukan kampanye, atau berbicara di depan publik. Menarik perhatian publik sangat diperlukan untuk berpolitik karena hal tersebut menentukan lolos tidak lolosnya ketika politisi tersebut sedang melakukan mencari suara terbanyak dari publik alias saat pemilu berlangsung politisi sangat membutuhkan suara dan atensi dari masyarakat.  Dengan kemajuan teknologi, politisi kini memiliki akses langsung kepada audiens yang lebih luas dan dapat mengendalikan narasi yang ingin mereka sampaikan. Pencitraan menjadi strategi utama dalam meraih dukungan, sehingga banyak yang memanfaatkan media untuk kepentingan pribadi atau mempertahankan atensinya. Ketika atensinya buruk atau si politisi ini melakukan kesalahan maka publik belum tentu dapat menerima politisi itu, pencitraan yang ia buat sudah kurang menarik perhatian lagi bagi publik. Upaya untuk meningkatkan pencitraan ini seringkali melibatkan media massa dan sosial media, serta kegiatan-kegiatan kampanye di berbagai daerah, seperti mengadakan konser musik, seminar, dan program sosial lainnya. Pencitraan politik memainkan peran penting dalam proses komunikasiini, karena untuk memperoleh dukungan, politisi tidak hanya mengandalkan substansi kebijakan yang mereka tawarkan, tetapi juga bagaimana mereka menampilkan diri kepada publik.citra positif di mata masyarakat menjadi faktor yang sangat menentukan dalam pemilu atau dalam mempertahankan posisi politik. Dengan medai sosial, politisi dapat membangun citra diri yang lebih terkontro, memilih narasi yang ingin disampaikan, bahkan merespons isu atau kritik dengan cepat dan lebih berhati-hati. Nnamun, meskipun penitraan politikdapat memberikan keuntunga dalam meraih dukungan, hal ini juga membawa tantangan tersendiri. Di dunia media sosial yang sangat terbuka dan transparan, upaya pencitraan politik dapat dengan cepat terbongkar jika tidak disertai dengan esistensi antar citra yang dibangun dan tindakan nyata politisi tersebut. Masyarakat yang cerdas dan kritis akan mudah mengenali jika percitraan tersebut hanya sebatas manipulasi atau omong kosng atau pencitraan semata tanpa adanya landasan kebijakan yang nyata.

  • Peran media Tradisional dan Digital dalam Komunikasi Politik : Media tradisional, seperti televisi, radio, dan surat kabar, sudah lama menjadi saluran utama dalam penyebaran informasi politik di Indonesia. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, perkembangan media digital dan sosial media telah mengalihkan dominasi media tradisional. TikTok, Instagram, X, dan platform digital lainnya telah menjadi arena baru bagi politisi untuk menjalin komunikasi langsung dengan publik. Peran media sosial dalam pencitraan politik sangat signifikan karena memungkinkan politisi untuk mengontrol narasi mereka secara langsung, tanpa melalui kurasi atau penyaringan media tradisional. Platform ini dapat membuat politisi untuk menyebarkan pesan, mempenagruhi opini publik, dan menciptakan citra media yang sesuai dengan agenda mereka. Media juga memiliki kemampuan untuk membuat seorang pemimpin terlihat meyakinkan dan sangat menarik bahkan dengan teknologi seperti sekarang. Tujuan politik sangat penting dalam konteks ini, sehingga dibutuhkan media sebagai saluran komunikasi antara pemerintah dengan warganya atau sebaliknya.
  • Pencitraan Politik dalam Era Media Sosial: Pencitraan politik bukanlah hal baru, namun penggunaannya telah semakin meluas dengan adanya media sosial. Politisi menggunakan media sosial untuk menunjukkan sisi positif dari mereka, membangun kedekatan dengan masyarakat, serta meamnfaatkan isu-isu populer untuk memperkuat posisi mereka. Sebagai contoh, dalam pemilihan gubernur Banten 2024, pencitraan politik yang dilakukan oleh salah satu kandidat, yaitu Andra Soni -- Dimyati berfokus pada citra mengurangi adanya korupsi. Tidak hanya itu Andra Soni menarik perhatian publik dengan citra merakyat. Ia sering membagikan momen-momen yang menunjukkan dirinya berinteraksi langsung dengan masyarakat, berbicara dengan warga dan turun lapangan salah satunya mengadakan konser musik gratis yang mengundang artis-artis papan atas seperti, Dewa 19, Raffi Ahmad, Ria Ricis, Marshel Widianto dan lain-lain. Pendektan ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa dia adalah politisi yang berbaur dengan masyarakat, bukan hanya sekedar bepolitik di belakang meja. Andra Soni juga juga memanfaatkan isu-isu terkini yang relevan dengan masyarakat untuk membangun citra politiknya. Dengan mengikuti tren politik atau sosial yang sedang berlangsung dan mengaitkannya dengan posisinya sebagai politisi. Penggunaan visualisasi yang menarik di media sosial membuat pesannya lebih mudah diterima dan lebih efektif dalam menarik perhatian publik. Strategi ini adalah salah satu bagian dari cara politisi modern memanfaatkan kekuatan media sosial untuk membentuk citra diri yang dapat memenangkan hati pemilih dan meraih dukungan publik. Meskipun pencitraan politik memiliki peran penting dalam membentuk persepsi publik dan memenangkan dukungan, hal ini tiak boleh menjadi satu-satunya fokus dalam komunikasi politik. Pencitraan yang kuat harus disukung dengan kebijakan yang jelas dan tindakan yang konsisten, karena hanya dengan demikian  komunikasi politik dapat memperkuat demokrasi yang sehat dan memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat. Di masa depan, komunikasi politik di Indonesia kemungkinan akan semakin bergantung pada integrasi antara media massatradisional dan digital, dengan menekankan pemtingnya transparansi dan akuntabilitas dalam setiap upaya pencitraan politik.  
  • Polarisasi Politik dan Dampaknya terhadap Masyarakat: Polarisasi politik merupakan fenomena yang terjadi di banyak negara, termasuk Indonesia. Polarisasi politik ditandai dengan adanya perbedaan pendapat yang runcing antar kelompok-kelompok politik, sehingga sulit untuk mencapai  konsensus. Polarisasi politik akan berdampak negatif terhadap masyarakat, seperti meningkatnya konflik sosial, menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, dan terhambatnya pembangunan. Ketika pencitraan politik lebih diprioritaskan daripada dialog terbuka, konflik politik menjadi semakin terpecah, dan masyarakat bisa terjebak dalam kampanye politik yang lebih emosional dan kurang rasional. Fenomena ini dapat memperburuk ketidakpercayaan antara pendukung kelompok politik yang berbeda, menciptsksn ketegangan sosial dan membatasi keberagaman pendapat yang sehat dalam demokrasi. Media sosial juga beresiko menciptakan echo chambers, yaitu ruang informasi dimana individu hanya terpapar pada pandangan yang sejalan dengan keyakinan mereka, sementara informasi yang bertentangan diabaikan. Ini memperburuk polarisasi karena masyarakat menjadi semakin terjebak dalam perspektif sempit dan saling memperkuat pandangan mereka tanpa adanya ruang untuk dialog yang sehat. Ketika pencitraan politik dimanfaatkan untuk memperkuat polarisasi ini, politisi mungkin lebih fokus pada memperkuat basis dukungan mereka dan menyerang lawan politik, daripada membangun konsensus yang lebi luas di masyarakat. Oleh karena itu, penting untuk mengelola pencitraan politik dengan bijaksan agar tidak hanya berfokus pada membangun citra, tetapi juga untuk meningkatkan partisipasi politik yang berbasis pada kebijakan yang jelas dan dialog yang konstruktif.

Komunikasi politik di Indonesia telah mengalami perubahan signifikan seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi, terutama dalam penggunaan media sosial. Media sosial adalah platform utama untuk para politisi untuk membangun citra diri, meningkatkan kepercayaan diri karena media sosial tempat untuk membagi cerita atau kegiatan positif untuk menarik perhatian publik, menyampaikan pesan politik, berinteraksi langsung dengan masyarakat. Pencitraan politik melaui media sosial akan membuat politisi tampil lebih dekat dengan rakyat, dengan berbagi konten yang lebih personal dan merakyat. Hal tersebut menciptakan hubungan yang lebih langsung dan transparan antar politisi dan pemilih, yang sebelumnya sulit dilakukan melalui media tradisional. Namun menurut saya, seiring dengan meningkatnya pengguna media sosial, polarisasi politik juga semakin tajam. Politisi sering kali menggunakan media sosialuntuk memperkuat identitas politik mereka dan menyerang lawan politik. Fenomena echo chambers di media sosial membuat masyarakat semakin terpecah menjadi kelompok-kelomok yang hanya mendengarkan pandangan yang sejalan dengan mereka, sehingga menyulitkan terciptanya dialog yang konstruktif. Opini dari saya mengenai masa depan komunikasi politik di Indonessia yaitu masa depan komunikasi politik di Indonesia tampaknya semakin berkembang dan sangat dipengaruhi oleh media sosial. Hal ini karena peluang bagi politisi untuk lebih dekat lagi dengan pemilih dan meningkatkan partisipasi politik masyarakat untuk menggunakan media sosial secara bijak. Jika pencitraan politik hanya saja untuk kepentingan pribadi atau untuk memperburuk polarisasi saja, maka komunikasi politik bisa semakin terpecah dan mengurangi kepercayaan publik terhadap proses demokrasi. Dan untuk masa depan, komunikasi politik di Indonesia harus lebih bijak lagi dan harus mengedepankan interaksi yang lebih sehat dan berbasis pada kebijakan yang jelas, bukan hanya citra atau narasi emosional. Masyarakat juga perlu lebih kritis terhadap informasi yang diterima di media sosial, serta lebih terbuka terhadap pandangan yang berbeda. Kalau hal ini dapat tercapai, komunikasi politik di Indonesia akan jauh lebih inklusif, terbuka, dan efektif dalam memperjuangkan kepentingan rakyat. Agar selalu lebih bijak dan kritis dalam menggunakan teknologi atau sosial media untuk keperluan politik, apalagi di masa yang akan datang, teknologi akan semakin berkembang. Untuk mempertahankan citra dirinya pun semakin menarik perhatian masyarakat. Komunikasi politik di Indonesia akan terus berkembang seiring dengan kemajuan teknologi dan semakin berkembangnya penggunaan media sosial. Di satu sisi, media sosial memberikan kesempatan besar bagi politisi untuk membangun kedekatan dengan masyarakat dan menyampaikan pesan politik secara langsung dan efektif. Namun, di sisi lai, penggunaan media sosial yang tidak bijak atau hanya berfokus pada pencitraan bisa memperburuk polarisasi politik dan mengurangi kualitas demokrasi. Jika semua pihak dapat mengelola komunikasi politik dengan bijaksana, maka masa depan komunikasi politik di Indonesia bisa lebih terbuka, akuntabel, dan berorientasi pada kepentingan rakyat, sehingga memperkuat fondasi demokrasi Indonesia yang lebih matang di masa yang akan datang.

saya Amanda Novia P R, fakultas ilmu sosial dan ilmu politik prodi ilmu komunikasi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang membuat artikel esai ini 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun