Surabaya, sebagai salah satu kota metropolitan di Indonesia, kembali menghadapi tantangan musim hujan. Memasuki akhir tahun, curah hujan yang tinggi mulai melanda Surabaya dan sekitarnya. Banjir kerap menjadi masalah yang menghambat aktivitas warga, terutama di kawasan-kawasan dengan sistem drainase yang tidak memadai. Meskipun secara keseluruhan Surabaya memiliki risiko banjir yang relatif rendah dibandingkan dengan daerah lain, beberapa titik di kota ini masih kerap mengalami genangan air saat curah hujan tinggi. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah kota terus berupaya meningkatkan infrastruktur drainase, salah satunya melalui pemasangan box culvert pada sistem gorong-gorong.
Pembangunan gorong-gorong ini telah dimulai jauh sebelum musim hujan tiba. Proyek ini difokuskan pada wilayah-wilayah dengan risiko banjir yang lebih tinggi dibandingkan daerah lainnya. Setelah sempat terhenti pada tahun 2023, proyek tersebut akhirnya dilanjutkan kembali pada bulan Juli 2024. Pemerintah kota menargetkan peningkatan kapasitas saluran air, terutama di area barat Surabaya. Salah satu fokus utama adalah mengubah saluran Banyu Urip di sisi Sememi dari saluran irigasi menjadi saluran drainase atau pematusan. Proyek ini juga bertujuan membalikkan arah aliran air guna memaksimalkan pembuangan ke Kali Lamong.
Namun, meskipun proyek ini telah menjadi salah satu prioritas pemerintah kota, masyarakat merasa bahwa efektivitasnya masih perlu dievaluasi. Genangan air dan banjir tetap terjadi di beberapa wilayah Surabaya, terutama saat curah hujan sangat tinggi. Misalnya, pada tanggal 24 Desember 2024, curah hujan yang intens dari siang hingga malam menyebabkan sejumlah wilayah di Surabaya mengalami banjir parah. Kondisi ini memengaruhi aktivitas masyarakat secara signifikan, termasuk mogoknya kendaraan dan terganggunya perayaan malam Natal. Beberapa wilayah terdampak antara lain Ngagel Rejo, Kutisari, Jemurasi, Jagiran, Ketintang, Jambangan, Margorejo, dan Wonokromo. Bahkan, Gereja Gembala yang Baik terpaksa meniadakan perayaan malam Natal akibat genangan banjir di sekitar gereja.
Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, menjelaskan bahwa banjir kali ini dipicu oleh beberapa faktor alam, termasuk curah hujan tinggi dalam durasi yang lama serta meluapnya sungai-sungai besar di Surabaya yang tidak mampu menampung volume air yang meningkat drastis. Namun, masyarakat tetap mempertanyakan efektivitas proyek gorong-gorong yang telah dilakukan pemerintah. Apakah proyek ini tidak berjalan sesuai rencana, atau memang curah hujan yang sangat tinggi menjadi tantangan yang sulit diatasi?
Banjir yang terjadi memberikan dampak signifikan pada aktivitas masyarakat. Banyak rumah warga yang terendam hingga mencapai ketinggian pinggang orang dewasa, sementara infrastruktur jalan yang tergenang menyebabkan kemacetan dan kerugian ekonomi akibat kendaraan mogok. Selain itu, banjir juga berpotensi menimbulkan dampak kesehatan, seperti penyebaran penyakit akibat air yang tercemar.
Curah hujan yang tinggi memang merupakan tantangan besar, tetapi bukan berarti tidak bisa diatasi. Dengan upaya yang lebih terarah, diharapkan Surabaya dapat mengatasi masalah banjir dan meningkatkan kualitas hidup warganya. Apakah gorong-gorong bisa menjadi solusi utama? Waktu yang akan menjawab. Masyarakat berharap pemerintah setempat segera mengambil langkah konkret untuk menyelesaikan permasalahan ini. Namun, langkah-langkah lebih lanjut harus segera diambil agar kota ini dapat menghadapi musim hujan berikutnya dengan lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H