Mohon tunggu...
Amanda Larasati
Amanda Larasati Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Environmental Engineer

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Pengolahan Murah Sekaligus Pemanfaatan Senyawa Penyebab Eutrofikasi. Apakah Bisa?

17 Agustus 2014   02:40 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:21 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14081922121334436067

Amanda Larasati (Penerima BGF 2013-2014)

[caption id="attachment_353295" align="aligncenter" width="300" caption="Salah satu kolam keramba ikan yang airnya berwarna hijau karena alga dan siap untuk dikuras atau dibuang"][/caption]

Permasalahan eutrofikasi baru mulai disadari pada dekade awal abad ke-20 saat alga banyak ditemukan di ekosistem air. Eutrofikasi merupakan kondisi berlebihnya nutrient di dalam air sehingga memicu terjadinya algae blooming. Melalui penelitian panjang di Amerika Serikat seperti yang disebutkan bahwa fosfat merupakan elemen penting atau parameter kunci di antara nutrient lainnya seperti carbon (C), dan nitrogen (N). Menyadari bahwa fosfat yang menjadi penyebab utama terjadinya eutrofikasi, maka perhatian saintis dan peneliti semakin meningkat terhadap salah satu parameter pencemar ini. Pencemaran air oleh fosfat dapat bersumber dari berbagai macam, antara lain karena penggunaan domestik atau dikeluarkan melalui feses dan urin manusi (air limbah domestik), dari penggunaan deterjen untuk kegiatan rumah tangga, dan  atau limpahan pupuk atau air limbah pertanian. Pencemaran oleh fosfat ini dapat juga berasal dari kegiatan manusia di sekitar danau atau waduk tersebut seperti kegiatan keramba ikan yang sering ditemui di danau Saguling, Jatiluhur, dan Cirata.

Telah cukup banyak penelitian untuk menyisihkan fosfat, antara lain dengan koagulasi atau mereaksikan fosfat dengan senyawa aluminium dan besi lalu diendapkan, peristiwa ini juga dikenal sebagai proses presipitasi. Proses penyisihan yang juga sering digunakan adalah dengan proses biologi. Pada umumnya, kedua proses ini membutuhkan biaya yang lebih besar karena harus menambahkan zat kimia ataupun senyawa lainnya, oleh karena itu diperlukan aplikasi dari bahan yang murah dan mudah ditemukan untuk mengolah fosfat di dalam air.

Salah satu metode yang efektif dapat digunakan untuk mengolah fosfat adalah dengan metode adsorpsi. Adsorpsi merupakan fenomena keseimbangan antara zat dalam larutan “terikat” pada permukaan solid, dengan zat tersebut dalam larutannya (Watts, 1988 dalam Notodarmojo, 2005). Atau dengan kata lain proses adsorpsi ini memindahkan kontaminan dari dalam larutan ke fasa padat (adsorben). Terdapat berbagai jenis adsorben, seperti karbon aktif atau zeolite yang sangat terkenal digunakan. Di sisi lain, terdapat bebatuan dari pegunungan kapur seperti dolomite yang dapat dimanfaatkan sebagai adsorben. Adsorben ini dinilai relative ekonomis dan mudah untuk diperoleh.

Adsorpsi oleh Dolomite

Dolomite merupakan adsorben dengan muatan negatif dan memiliki nilai KTA (Kapasitas Tukar Kation) yang cukup besar (Mantell 1951). Sehingga dolomite mampu mengadsorpsi fosfat di dalam air, terutama dalam bentuk fosfat terlarut, yaitu orthofosfat yang merupakan anion. Berdasarkan penelitian yang saya lakukan, dolomite ini mampu menyisihkan fosfat dalam air kegiatan keramba ikan di sekitar Waduk Saguling dengan efisiensi mencapai 87,23%.

Dolomite ini umum digunakan sebagai pupuk dalam kegiatan pertanian ataupun dalam usaha remediasi untuk meningkatkan kadar pH di dalam tanah. Ada baiknya apabila dolomite ini digunakan terlebih dahulu untuk mengadsorpsi orthofosfat di dalam air limbah sebelum digunakan sebagai pupuk. Karena fosfat sendiri merupakan parameter kunci bagi pertumbuhan tanaman dan sangat dibutuhkan oleh tanaman. Sehingga, pengolahan air limbah tidak hanya berfokus pada sisi menyisihkan pencemar saja, tetapi juga untuk memanfaatkan (recovery) pencemar tersebut agar bermanfaat.

Pemanfaatan Nutrien dari Air Limbah

Selain studi mengenai kemampuan adsorpsi, saya juga melakukan penelitian mengenai desorpsi atau kemampuan dari dolomite ini melepaskan fosfat apabila ingin dimanfaatkan sebagai pupuk. Terlihat bahwa dolomite memiliki kemampuan slow release fertilizer, atau merupakan jenis pupuk yang mampu melepaskan nutriennya secara lambat dan tidak sekaligus dilepaskan. Hal ini sangat menguntungkan, karena apabila hujan turun, semua nutrient tidak akan langsung terbawa oleh air hujan dan menjadi limpasan yang ujung-ujungnya akan memberikan beban pencemaran di sungai atau perairan terdekat. Nutrien seperti fosfat akan tetap berada di dalam dolomite sebagai pupuk dan akan dilepaskan apabila  diserap atau dibutuhkan oleh tanaman.

Untuk model desain pemanfaatannya, berbeda dengan adsorben lain yang didesain dalam bentuk kolom adsorpsi, untuk dolomite ini cukup disebar saja misalnya pada kolam kegiatan keramba ikan. Lalu didiamkan selama 6 bulan sampai dengan 1 tahun sampai nutrient seperti fosfat maupun sulfat dan nitrogen dapat berkumpul. Setelah jangka waktu tersebut, adsorben dapat dikeruk lalu diangkat dan dikeringkan sebelum siap digunakan sebagai pupuk. Metode ini terkenal cukup murah dan mudah dibandingkan metode pemanfaatan lainnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun