Mohon tunggu...
Amanda S
Amanda S Mohon Tunggu... Konsultan - A full time worker. A part-time student and dreamer. A singing and dancing enthusiast. A cat and book lover:) follow me on twitter @amandaind .

A full time worker. A part-time student and dreamer. A singing and dancing enthusiast. A cat and book lover:) follow me on twitter @amandaind .

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kuasai Seni ‘Menyenangkan Orang’ untuk Menjadi Pembicara yang Disukai Publik

16 April 2014   22:46 Diperbarui: 6 Juli 2017   13:35 2714
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Public Speaking atau Berbicara di Depan Publik merupakan hal yang ditakuti sebagian orang walaupun sebenarnya hal ini penting untuk dikuasai setiap orang. Publik yang dimaksud itu tidak harus berjumlah  puluhan atau ratusan orang. Seorang instruktur kursus bahasa, dosen, ataupun guru, ketika mengajar di kelas, sudah bisa disebut melakukan kegiatan public speaking. Bergelar S3 atau profesor tidak serta merta menjadikan seseorang menjadi pembicara yang enak didengar, sebaliknya tanpa perlu embel-embel gelar yang panjang, seseorang bisa menjadi pembicara yang menyenangkan asal bisa ‘menyenangkan’ hati pendengar atau audience, itulah salah satu tips yang saya peroleh dari seorang public speaker dengan ratusan jam terbang.

‘Kenapa menjadi pembicara yang disukai audience itu penting? Bukankah menjadi pembicara yang handal dengan penguasaan materi sangat baik itu sudah sangat cukup?’ itulah yang awalnya terlintas di benak saya, saat mengikuti kelas pelatihan public speaking di kawasan Jakarta Selatan.

Tujuan dari public speaking adalah mengkomunikasikan pesan kepada banyak pihak dan pesan yang disampaikan itu bisa diterima dan diserap dengan baik. Sehandal apapun orang berbicara, tapi jika dari saat dia mulai bicara pendengar atau audience langsung memiliki persepsi yang kurang baik tentang dirinya, bagaimana pesan tersebut bisa diterima oleh audience dengan baik? Jadi setelah saya pikir-pikir, masuk akal juga tips tersebut di atas.

Menjadi seorang public speaker yang handal itu antara lain harus menguasai materi dengan sangat baik tanpa harus bergantung pada slide bahan presentasi (kalau perlu sampai 200%, karena kalau seseorang mengalami nervous saat bicara, pasti performa dari presentasi tersebut akan menurun hingga setengahnya), berbicara dengan pengucapan yang jelas dan nada bicara yang variatif disertai bahasa tubuh yang menunjang (kontak mata, dll), berbicara dengan sistematis dan ringkas, dan hal-hal teknis lainnya yang sudah biasa kita baca dalam artikel atau buku yang mengulas tentang seni public speaking.

Menguasai hal-hal di atas itu tentunya butuh latihan secara rutin dan waktu yang tidak instan. Apalagi bagi orang yang cenderung pendiam ataupun pemalu,  kemampuan untuk merangkai kata dan mengucapkannya ataupun melakukan kontak mata dengan audience bisa merupakan tantangan tersendiri.  Nah, untuk menjadi seorang pembicara yang menyenangkan, tips berikut ini bisa lebih mudah untuk dipraktikkan dan dipelajari dalam waktu relatif singkat:

1. Bangun hubungan atau rapport dengan audience

Untuk menarik perhatian dengan audience, kita harus berusaha membangun suatu ‘hubungan’ dengan mereka dari saat kita mulai berbicara. Tidak mudah memang, tapi kita bisa mulai dengan, misalnya, mengapresiasi usaha mereka untuk hadir di tempat tepat waktu padahal traffic menuju tempat tersebut biasanya selalu macet. Kemudian carilah kesamaan antara kita dengan audience. Jika kita berbicara di depan para dokter, maka kita bisa mengawali presentasi kita dengan bercerita tentang pengalaman orang di sekitar kita yang pernah menderita suatu penyakit, dan kaitkan hal tersebut dengan pentingnya peran seorang dokter dalam situasi seperti itu.

Jangan lupa untuk memberi pujian pada audience, misalnya jika mereka bisa melontarkan pertanyaan yang menarik pada sesi tanya jawab. Manusia pada dasarnya senang dipuji, jika mereka merasa senang, umumnya mereka akan lebih memperhatikan apa yang kita bicarakan.

Akan lebih baik kalau kita bisa mendapatkan informasi tentang siapa audience kita, sehingga kita bisa mempersiapkan bahasan seperti apa yang bisa dipakai untuk membuka presentasi, gaya bahasa apa yang akan kita gunakan, dan lain-lain. Jika mayoritas audience kita adalah generasi '140 karakter' atau generasi yang sangat akrab dengan socmed, maka kita harus menggunakan gaya bahasa yang ringkas dan to-the-point. Jika audience merasa bahwa kita sebagai pembicara memiliki suatu 'kesamaan' dengan mereka, hubungan antar pembicara dan audience pun bisa mudah terbentuk.

Jadi, bagaimana kita mengawali suatu presentasi merupakan hal yang sangat krusial. Audience akan lebih senang dan tertarik dengan apa yang akan kita bahas jika dari awal mereka juga merasa dihargai dan dilibatkan, karena public speaking itu merupakan komunikasi yang seyogyanya juga berjalan dua arah.

2. What’s in it for me?

Pertanyaan yang secara bebas bisa diterjemahkan menjadi ‘apa keuntungan buat saya?’ atau ‘apa yang akan saya dapat?’ ini merupakan pertanyaan yang mendasari setiap pengambilan keputusan yang dilakukan seseorang. Begitupun saat seseorang memutuskan untuk mendengarkan kita berbicara, maka dia berharap akan mendapatkan sesuatu yang berguna atau sesuatu yang dia inginkan dari kita. Tugas kita sebagai pembicara adalah memberikan informasi yang memang mereka inginkan atau perlukan. Begitu kita mulai berbicara dengan bertele-tele, tidak sistematis, atau bahkan sering menyimpang dari tema, maka audience bisa memutuskan bahwa apa yang kita bicarakan kurang menarik dan tidak pantas untuk diberi perhatian penuh.

3. Penampilan yang ‘enak’ dilihat

Enak dilihat disini tidak berarti harus cantik, ganteng, ataupun harus memakai pakaian yang serba bermerek. Cukup kenakan pakaian yang bersih, rapi, pantas, serasi dan tidak berlebihan. Sebagian besar audience umumnya akan melihat dari penampilan luar dulu, untuk ‘menilai’ apakah pembicara ini layak untuk  didengarkan. Jangan biarkan ada satupun elemen dari penampilan kita yang bisa mengganggu konsentrasi audience dalam mendengarkan kita –misalnya poni yang sering jatuh menutupi sebagian mata, rambut yang berantakan ataupun sabuk warna merah manyala yang kita kenakan.

Memilih pakaian yang bergaya klasik dan konvensional merupakan pilihan yang lebih ‘aman’. Jangan lupa untuk  memberi senyuman dengan porsi yang pas, karena siapa yang tidak suka mendengarkan pembicara yang ramah dan tidak pelit senyum?

[caption id="attachment_303519" align="alignleft" width="300" caption="sumber gambar: www.coursera.org"][/caption]

Berbicara di depan umum bukanlah hal yang mudah, apalagi menjadi seorang pembicara yang menyenangkan dan bisa membuat audience benar-benar menyimak apa yang kita bicarakan, tapi hal itu bukan tidak mungkin dilakukan. Sambil terus memoles kemampuan teknis kita dalam melakukan presentasi atau bicara di depan umum, kita bisa sering-sering mempraktikkan ‘ilmu menyenangkan orang’ pada orang-orang di sekeliling kita dengan antara lain memberi senyuman, sering memuji dan memberi perhatian, sehingga hal-hal tersebut bisa menjadi suatu yang otomatis juga diterapkan pada saat kita sedang berbicara di depan umum. Menjadi pembicara yang menyenangkan merupakan langkah awal yang sangat penting dilakukan, agar probabilitas audience mau mendengarkan dan menyerap apa yang kita bicarakan semakin besar.

Seperti quote yang diucapkan oleh Lilly Walters, seorang public speaker ternama di Amerika, bahwa kesuksesan sebuah presentasi tidak dinilai berdasarkan pada pengetahuan yang disampaikan oleh pembicara, tetapi pada apa yang diterima atau ditangkap oleh audience

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun