“Upah kecil bukan halangan untuk memberikan kontribusi lebih,uang dapat kita pikir nanti, Rizki dan Ridho ilahi datang bersama pengabdian yang datangnya dari hati “- Ucap Abdi Dalem keraton sambil tersenyum dengan tangan mendekap dada
Melewati lambang HA dan BO yang menyimpan arti Hamengkubuwono dengan sentuhan ukiran aksara jawa adalah pintu gerbang memasuki kediaman keluarga Kesultanan Yogyakarta. Bunyi pelan langkah kaki tanpa alas mendampingi perjalanan singkat saya memsuki keraton Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Begitu masuk kedalam, sebagai tamu wajib di catat oleh sang Abdi Dalem, yang bertugas mencatat nama-nama tamu yang menghadiri keraton. Saya sempat norak ketika melihat nama saya ditulis menggunakan aksara jawa.
Mengelilingi keraton dan masuk kedalam ruangan-ruangan yang banyak menyimpan benda kramat rupanya sedikit membuat bulu kuduk saya merinding, namun tidak juga menghilangkan rasa kagum terhadap makna yang terkandung di setiap sudut ruangan. Hampir semua isi keraton memang dapat membuat setiap orang yang melihatnya terkagum-kagum, namun rasa penasaran saya lebih tertuju pada abdi dalem yang mendampingi disaat itu.
Abdi dalem adalah orang yang mengabdikan dirinya untuk kerabat keraton dan mengabadikan pekerjaannya dengan sepenuh hati untuk Raja Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, dengan segala aturan yang ada. Tidak ada paksaan untuk menjadi Abdi Dalem, mereka tidak bisa diartikan sebagai pembantu atau kacung, malah mereka menganggap dengan menjadi Abdi Dalem mereka telah ‘menjabat‘ kedudukan terhormat.
Menjadi Abdi Dalem Keraton itu berdasar nurani dan kemauan diri sendiri, tidak ada paksaan dari pihak manapun. Mereka juga mempunyai pekerjaan lain selain menjadi Abdi Dalem. Menjadi pedagang di pasar atau di rumah, menjadi pegawai negeri di berbagai bidang, mempunyai usaha rumah makan, bahkan ada Abdi Dalem yang memiliki pekerjaan sebagai dokter dan dosen di universitas tertentu. Mereka menjadi Abdi Dalem semata ingin mengabdi kepada nagari Yogyakarta dan terutama kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sehingga bukan ukuran uang yang mereka cari.
Kalau ada panggilan dari keraton untuk melakukan ritual atau upacara tertentu, mereka dengan senang hati meninggalakan pekerjaannya dan tanpa ada perasaan bahwa rejeki mereka berkurang untuk mengabdi. “Allah sudah mengatur rejeki tiap-tiaporang,” katanya.
Abdi Dalem keraton sendiri terbagi menjadi dua, yakni Abdi Dalem Keprajan dan Abdi Dalem Punokawan. Abdi Dalem Keprajan memiliki derajat atau kasta lebih tinggi dibanding Punokawan.Yang membedakan kedua Abdi Dalem itu adalah pemberian gaji dari pihak keraton. Tidak sedikit Abdi Dalem yang mengaku mendambakan berkah dari Pengeran (Tuhan). Sebab, pengabdian itu membutuhkan keikhlasan dan niat baik dari dalam diri sendiri.
Tak jarang kita menemui hal-hal mistis, nilai luhur, atau sekedar pesan-pesan kebaikan yang bersangkutan dengan keraton. Seperti misalnya, Baju bagi Abdi Dalem yang menyimpan arti khusus mulai dari warna garis corak lurik biru, kancing di leher yang berjumlah enam, dan kancing lengan tangan yang berjumlah lima.Corak lurik biru itu menandakan keteguhan hati orangyang sungguh-sungguh. Dan kancing di leher yang berjumlah enam itu menadakan rukun iman. Sedangkan kancing lengan tangan yang berjumlah lima itu mendandakan rukun Islam ada lima. Gak Cuma itu… Sempat juga saya memperhatikan para Abdi Dalem semuanya tidak menggunakan alas kaki, ternyata dimaksudkan bahwa tidak boleh ada yang lebih tinggi dari Raja. Bukan hanya itu, masing-masing pintu gerbang memasuki ruangan di dalam keraton tidak hanya di jaga dengan seorang Abdi Dalem, namun juga di jaga oleh Makhluk halus yang diberi tugas untuk menjaga juga, wah… semakin berdiri bulu kuduk saya….
Urusan gaji para Abdi Dalem berbeda – beda, semisal untuk pangkat sebagai Panglima Perang Keraton, menerima gaji perbulan sebesar Rp. 45.000. Bisa dibayangkan bagi Abdi Dalem dengan jabatan di bawahnya? Berkisar antara Rp. 6000 hingga Rp. 15.000. perbulan! Dan menghadapi lebaran, para Abdi Dalem mendapatkan TunjanganHari Raya sebesar Rp 7000
“Selami 31 taon kulo ngabdi wonten keraton mriki, kulo ngeraosaken tentrem ing pengayuh (Selama 31 tahun sayamengabdi di keraton ini,sayamerasakan tentram di hati),” kata salah satu Abdi dalem yang sedari tadi mendampingi saya.
Salah satu bentuk profesi luhur ini patut kita acungi jempol karena dalam pelaksanaannya mereka menjalankan dengan hati yang ikhlas, perlu kita garis bawahi bahwa para Abdi dalem bekerja tidak hanya untuk mencari Rezeki tapi juga mencari Ridho sang ilahi,sikap loyal kepada Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang merupakan tempat tinggal mereka yang luhur dan akan mereka tanamkan untuk menjaga kelestarian budaya mereka kini dan nanti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H