Mohon tunggu...
AMANDA CITRABELLA
AMANDA CITRABELLA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengaruh Prespektif Lulusan Sarjana yang Menganggur terhadap Minat Kuliah dan Kualitas Sumber Daya Manusia Selaku Penentu Masa Depan Bangsa Indonesia

14 November 2024   19:53 Diperbarui: 14 November 2024   20:03 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

               Tercapainya pendidikan yang baik akan mendapatkan penghargaan dari negara lain untuk menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Adanya anggapan yang salah justru menyebabkan minat masyarakat pada perguruan tinggi berkurang, sumber daya manusia merupakan kunci untuk sebuah negara maju. Jika hanya sumber daya alamnya yang melimpah, hal itu akan siasia apabila tidak ada manusia yang mampu mengelolanya dengan baik. Pemanfaatan teknologi untuk sumber daya alam tersebut tentunya tida terlepas dari peran pendidikan yang menghasilkan sumber daya manusia berkualitas. Sumber daya alam terbatas jika manusianya jenius akan mampu menghasilkan inovasi dan kreativitas di berbagai bidang. Sebaliknya, pembangunan insfrastruktur akan cepat dirusak oleh masyarakatnya sendiri jika sumber daya manusianya masih rendah. 

Mau Jadi Apa Indonesia Nanti Jika Masyarakatnya Masih Memiliki Steorotip yang Rusak 

              Steorotip dan prasangka adalah akar berbagai bentuk dehumanisasi dalam kehidupan manusia. Prasangka terkait kuliah tidak penting, jika dibiarkan terus menerus akan memengaruhi suatu negera. Pasalnya tingkat kualitas sumber daya manusia akan berpengaruh pada struktur dari negara tersebut. Generasi muda nantinya akan menduduki posisiposisi penting dalam sebuah negara. Ketika orang-orang yang mengelola negara tidak benar-benar memiliki kualitas baik, masyarakat dan infrastruktur yang dikelola juga akan kurang optimal, karena rakyat merupakan bentuk hasil dari suatu kinerja seorang pemimpin. Fakta menariknya lagi, tidak semua orang bisa memacu dirinya untuk konsisten belajar dan menjadi pintar, begitu pula tidak semua orang tua mampu mengajar anaknya sendiri. Untuk itu diperlukan sistem yang mengikat yang namanya sekolah. Dalam hal ini, saya kira pendidikan itu sangat penting. Sayangnya, pemerintah Indonesia hanya mewajibkan pendidikan wajib 9 tahun. Itu artinya setelah pendidikan wajib 9 tahun, orang bisa memilih untuk melanjutkan ke perguruan atau sekolah tinggi atau tidak. Tetapi seharusnya pendidikan tinggi melengkapi pendidikan wajib 9 tahun. Justru dengan kuliah, orang mampu memiliki pemikiran sendiri. Itu artinya cakrawala berpikirnya diubah dan cara dia melihat realitas dan dunia pasti berbeda dengan mereka yang hanya sampai menyelesaikan pendidikan wajib 9 tahun.

               Kita sementara tidak berbicara tentang bakat atau telenta masing-masing orang. Tentu berhadapan dengan orang-orang yang berbakat dan bertalenta, lain lagi ceritanya. Tetapi bakat dan talenta itu akan semakin dipertajam dan dieksplorasi dengan maksimal apabila mendapat pendidikan yang cukup. Bakat dan minat saja tidak cukup, perlu diasah dan dipertajam melalui pendidikan. Indonesia akan semakin tertinggal dan tidak dapat bersaing secara global jika sumber daya manusianya tidak mau terbuka dengan pemikiran lain. Indonesia akan hancur oleh masyarakatnya sendiri, krisis ekonomi akan menerjang dan masyarakat tidak dapat berpikir kritis untuk menyelesaikan permasalahan tesebut. Hal itu memungkinkan Indonesia akan kembali dijajah oleh bangsa lain mengingat sumber daya alamnya yang melimpah tetapi sumber daya manusianya tidak dapat mengelola dengan optimal. Ini menjadi kesempatan emas bagi bangsa lain untuk menguasi Indonesia demi kepentingan bangsanya sendiri, dan berakhir dengan Indonesia yang hidup diselimuti kemiskinan, kelaparan, kriminalitas, dan kesenjangan. 

PENUTUP

             Tingginya angka pengangguran di kalangan lulusan sarjana di Indonesia memiliki dampak signifikan terhadap minat masyarakat untuk melanjutkan pendidikan tinggi serta kualitas sumber daya manusia. Masyarakat cenderung mengurangi minat untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi ketika melihat banyaknya lulusan yang menganggur. Hal ini menyebabkan mereka lebih memilih untuk tidak melanjutkan pendidikan setelah SMA, dengan anggapan bahwa gelar sarjana tidak menjamin pekerjaan yang layak. Pengangguran lulusan sarjana menciptakan persepsi negatif di masyarakat, terutama di kalangan mereka yang memiliki tingkat pendidikan lebih rendah. Mereka beranggapan bahwa pendidikan tinggi tidak memberikan manfaat yang sebanding dengan biaya dan waktu yang dikeluarkan. Ketidakpuasan terhadap hasil pendidikan tinggi, yang tidak menghasilkan lapangan kerja, dapat mengarah pada skeptisisme terhadap nilai pendidikan itu sendiri. Ini menciptakan siklus di mana rendahnya minat untuk kuliah dapat memperburuk kualitas sumber daya manusia di masa depan. 

            Tingginya angka pengangguran di kalangan sarjana menunjukkan adanya kesenjangan antara keterampilan yang dimiliki lulusan dan kebutuhan pasar kerja. Banyak lulusan yang tidak siap menghadapi tantangan di dunia kerja, baik dari segi keterampilan teknis maupun soft skills. Pengangguran dapat menyebabkan masalah sosial seperti frustrasi, kecemasan, dan penurunan kesehatan mental di kalangan sarjana yang tidak bekerja. Ini berdampak pada produktivitas dan kontribusi mereka terhadap masyarakat dan ekonomi. Untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, perlu adanya reformasi dalam sistem pendidikan tinggi agar lebih relevan dengan kebutuhan industri. Hal ini termasuk pengembangan kurikulum yang lebih sesuai dan program pelatihan yang efektif bagi mahasiswa. Secara keseluruhan, tingginya angka pengangguran di kalangan lulusan sarjana berpengaruh negatif terhadap minat masyarakat untuk melanjutkan pendidikan tinggi serta kualitas sumber daya manusia di Indonesia. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan. kolaborasi antara institusi pendidikan, pemerintah, dan sektor industri dalam menciptakan program yang mendukung kesiapan kerja lulusan serta meningkatkan persepsi positif tentang pentingnya pendidikan tinggi. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun