Kita semua mengetahui bahwasannya radiasi akan selalu ada disekitar kita, baik radiasi alami maupun buatan. Radiasi alami dapat kita temukan dari berbagai sumber seperti air, tanah, udara dan juga paparan radiasi alam dari sinar kosmik yang dapat mengenai tubuh saat berada pada ketinggian tertentu. Disisi lain, radiasi dapat berasal dari buatan manusia yang digunakan untuk kepentingan medis dalam penegakan diagnosis dan pengobatan dimana salah satunya adalah penggunaan mesin x-ray dalam radiografi (WHO, 2023). Meskipun radiasi pengion memiliki banyak manfaat untuk pencitraan diagnostic maupun intervensional, tidak bisa dipungkiri radiasi pengion juga memiliki potensi risiko sehingga perlu diperhatikan penggunaanya. Oleh karena itu, Prosedur proteksi dan keselamatan radiasi bagi pasien, pekerja, dan masyarakat harus ditegakkan dengan satu tujuan utama: meminimalkan efek biologis negatif dari radiasi ionisasi dalam penggunaannya (Brdyov, 2021). Oleh karena itu, keberadaan Petugas Proteksi Radiasi (PPR) di setiap fasilitas pemanfaatan radiasi sangat penting. Mereka bertanggung jawab untuk melaksanakan tugas terkait proteksi radiasi, memastikan keamanan bagi semua yang terlibat dalam penggunaan radiasi.
Menurut peraturan BAPETEN No.4 Tahun 2020 tentang Keselamatan Radiasi Pada Penggunaan Pesawat Sinar-X Dalam Radiologi Diagnostik Dan Intervensional, Petugas Proteksi Radiasi atau PPR adalah petugas yang ditunjuk oleh Pemegang Izin dan oleh Kepala Badan (dalam hal ini BAPETEN) dinyatakan mampu melaksanakan pekerjaan yang berhubungan dengan Proteksi Radiasi. Setiap instalasi yang memanfaatkan tenaga nuklir harus mempunyai sekurang-kurangnya satu orang Petugas Proteksi Radiasi. PPR memiliki tugas yang sangat penting dalam pelaksanaan suatu pelayanan kesehatan yang menggunakan radiasi pengion, sehingga perlu memahami peran PPR demi penegakan proteksi radiasi. Dalam pasal 13 disebutkan, PPR memiliki tugas dan tanggung jawab dalam hal pemantauan pelaksanaan program proteksi dan keselamatan radiasi, membantu Pemegang Izin dalam penyusunan dan pengembangan, memastikan ketersediaan dan kelayakan perlengkapan proteksi sekaligus pemantauan penggunaan nya, pelaporan kepada Pemegang Izin setiap kejadian yang berpotensi menimbulkan kecelakaan radiasi, dan tentunya menjadi penghubung dengan regulasi keselamatan radiasi (BAPETEN,2020).Â
Dalam penegakan proteksi dan keselamatan radiasi, PPR tidak hanya melakukan tugas seorang diri melainkan bekerja sama dengan banyak pihak dalam suatu instalasi yang memanfaatkan tenaga nuklir. Seperti yang disebutkan pada PERMENKES RI tentang pelayanan radiologi klinik No. 24 tahun 2020 bahwa seorang Radiografer dan seorang Fisikawan Medik dapat merangkap menjadi Petugas Proteksi Radiasi setelah memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.Â
Melihat dari penjelasan diatas, kita semua mengetahui bahwa radiasi pengion apabila tidak digunakan dengan bijak dan sesuai aturan tentunya akan membawa dampak negatif sehingga diperlukan upaya penegakan keselamatan radiasi pengion terkhususnya di bidang kesehatan. Upaya tersebut memiliki tujuan untuk melindungi pasien, pekerja, masyarakat, dan lingkungan dari bahaya radiasi (Arum Dian Pratiwi, 2021). Peran Petugas Proteksi Radiasi atau PPR sangat penting, karena dengan adanya PPR pekerja atau masyarakat yang berada pada sekitaran area sumber radiasi pengion dapat bekerja atau berperilaku dengan tepat dan benar karena memperoleh pengetahuan yang memadai dalam hal proteksi radiasi.Â
Penulis:
Amanda Aulia Putri Hartanto
D-IV Teknologi Radiologi Pencitraan
Fakultas Vokasi -- Universitas Airlangga Â
Dosen Pengampu:
Amillia Kartikasari S.Tr.Kes M.T
Ayub Manggala Putra, S.Tr.Kes., M.Sc