Oleh Amanatal HayyiÂ
Pendidikan Sosiologi Universitas Negeri Jakarta
Selama beberapa bulan terakhir wabah virus corona telah ditetapkan sebagai pandemi global. Masuk nya virus corona kasus pertama dengan ditemukannya kasus dua orang terinfeksi yang diumumkan langsung pada tanggal 2 Maret 2020. Pembatasan Sosial Berskala Besar pun telah diterapkan di Indonesia terhitung tak lama setelah diumumkan masuknya pandemi Covid-19 di Indonesia, khususnya beberapa daerah yang padat penduduk. Dalam upaya mengatasi dampak penyebaran Covid-19 kebijakan tersebut diumumkan pada 31 Maret 2020 lalu.
Pembatasan Sosial Berskala Besar meliputi setidaknya tiga kegiatan yaitu pembatasan kegiatan keagamaan, pembatasan kegiatan di tempat umum, serta peliburan tempat kerja dan sekolah. Sehingga akhirnya kebijakan tersebut membuat beberapa pihak seperti pekerja untuk menyesuaikan cara bekerja baru yaitu work form home.
Begitu juga dengan para peserta didik di Indonesia, karena adanya pandemi Covid-19 akhirnya memaksa aktivitas belajar mengajar tatap muka di sekolah dihentikan dan mengganti program belajar menjadi Pembelajaran Jarak Jauh atau PJJ. Guru, dosen, hingga tenaga pengajar lainnya pun mengupayakan metode pembelajaran yang efektif dalam penyampaian materi selama pembelajaran. Berbagai aplikasi dalam smartphone maupun laptop pun seperti zoom, google meet, jitsi meet menjadi media dalam menunjang pembelajaran. Baik siswa dan mahasiswa akhirnya memanfaatkan teknologi seperti smarphone, laptop, maupun jaringan internet untuk mendapatkan materi pembelajaran dari guru.
Namun adanya kendala dalam pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh seperti smartphone yang tidak cukup menunjang pembelajaran siswa, kuota internet yang tidak memadai, hingga jaringan internet yang terkendala. Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JJPI) Ubaid Matarji, konsep Pembelajaran Jarak Jauh dinilai masih sulit diterapkan di Indonesia untuk saat ini.
Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, pun menyatakan dampak utama dari pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh yaitu penurunan capaian belajar, adanya resiko peningkatan kekerasan terhadap anak serta resiko psikososial, dan ancaman putus sekolah. Tidak hanya berdampak terhadap proses pembelajaran siswa, pandemi Covid-19 pun berdampak pada kondisi perekonomian keluarga.
Akhirnya sebagian anak terpaksa bekerja membantu keuangan keluarga di tengah krisis pandemi Covid-19 sehingga adanya ancaman putus sekolah. Jangankan untuk membeli perangkat smarphone yang memadai dan kuota untuk menunjang pembelajaran, di masa krisis pandemi seperti ini perekonomian masyarakat pun ikut terdampak. Khususnya bagi beberapa pekerjaan yang tidak dapat menyesuaikan dengan kebijakan work form home, seperti pedagang kantin yang terbiasa jualan di kantin sekolah, staff  kebersihan, supir, pekerja pabrik, petani, dan lain-lain.Â
Kondisi perekonomian keluarga yang kian menyusut dinilai berpengaruh terhadap kurangnya media penunjang dalam Pembelajaran Jarak Jauh. Jika terus seperti ini akan semakin banyak anak yang putus sekolah. Terlebih lagi tidak dapat diprediksi kapan berakhirnya pandemi dan aktivitas bekerja dan pembelajaran kembali normal seperti sebelumnya. Dalam hal ini peran pemuda menjadi tantangan dalam terkendalanya Pembelajaran Jarak Jauh di masa pandemi Covid-19.
Pemuda merupakan salah satu subjek penting dalam sejarah hingga perkembangan dunia saat ini karena sosok generasi pemuda sebagai agent of change dalam masyarakat. Dalam sejarah sejak zama pra kemerdekaan para pemuda telah aktif dalam bidang pendidikan, salah satunya berdirinya organisasi Budi Utomo yang didirikan oleh beberapa mahasiswa kedokteran STOVIA (School tot Opleiding voor Inlandsche Arsten) sejak 20 Mei 1908.
Budi Utomo yang pertama kali dikepalai oleh Soetomo beserta siswa lainnya yaitu Goenawan Mangoenkoesoemo dan Soeraji mengkampanyekan gagasan mengenai bantuan dana siswa (studiefons) bagi pelajar pribumi berprestasi namun terkendala biaya.