Biasanya radioisotop yang digunakan untuk pencitraan yaitu radioisotop yang memiliki waktu paruh pendek untuk meminimalisir dosis radiasi pasien. Peluruhan energi radiasi suatu radioisotop dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
A(t)= A(0) e^(-t(ln(2)/T_(1/2) ))
Waktu paruh radioisotop disimbolkan dengan T1/2, A adalah energi radiasi (satuan curie (Ci) atau sievet (Sv)). Dengan demikian maka radioisotop yang paling baik untuk pencitraan adalah radioisotop dengan waktu paruh pendek. Pembentukan radioisotop dapat terjadi apabila atom stabil dibenturkan dengan sub inti partikel seperti neutron, proton, partikel alpha.
Ada dua metode utama dalam pembentukan radioisotop:
1. Memasukkan senyawa target ke dalam reaktor nuklir
Reaksi yang umum terjadi (_^235)U+ n → (_^236)U ̇
Peluruhan yang secara spontan dari reaksi fisi nuklir dikontrol dengan reaksi berantai yang menghasilkan banyak proton, neutron dan partikel alpha. Hasil yang berbeda dari suatu reaksi berbeda dapat dimodifikasi sesuai dengan radioisotop yang diinginkan dari senyawa target yang stabil.
a. (n,γ): (_Z^A)X+n →(_Z^(A+1))X ̇ → (_Z^(A+1))X+γ
b. (n,p): (_Z^A)X+n →(_Z-1^A)Y+p
Jika nomor proton berubah maka elemen yang dihasilkan juga akan berubah. Dengan penambahan neutron, bahan aktif cenderung berada diatas garis stabilitas, dan menghasilkan peluruhan emisi elektron. Meskipun dalam fluks neutron tinggi, tidak menjamin semua target teraktivasi. hanya sebagian kecil target yang teraktivasi sekitar 1:106-109.Untuk produksi radioisotop dari reaktor nuklir biasanya elemen tidak berubah sehingga sulit untuk mendapatkan produk bebas pengemban.