Jika band utopia memiliki judul lagu antara ada dan tiada maka perusahaan stasiun televisi di negara kita memiliki Antara Selera dan Mutu. Mengapa seperti itu? Karena lembaga pers di Indonesia ini lebih banyak bisnis nya dibanding dengan idealismenya. Sejalan dengan mata kuliah saya pada siang lalu yang membicarakan tentang jurnalistik di bidang bisnis dan kebebasan.
Kita dapat melihatnya setiap saat tentang jadwal tayangan televisi kita setiap saat, bandingkan antara acara yang mengandung mutu dan tidak mengandung nilai moral. Pastinya acara yang bermutu akan lebih sedikit ditayangkan daripada acara-acara yang tidak bermutu. Lebih jelasnya adalah tayangan tentang kerohanian akan lebih sedikit porsinya dibandingkan dengan acara-acara televisi yang berupa sinetron, gosip dan semacamnya. Padalah kita dapat mengetahui bersama bahwa acara sinetron yang ditayangkan setiap harinya dilayar televisi kita tidak semuanya bernilai moral.
kadang malah ada pula sinetron yang memiliki adegan kekerasan, padalah itu sangatlah jelas bahwa adegan itu tidak bernilai pendidikan maupun moral. Dan anehnya dari sebagian masyarakat pula kadang sinetron seperti itulah yang menjadi favorit. Dengan difavoritkan nya acara-acara seperti itu membuat lembaga pers yang mengutamakan bisnis akan mempertahankan acara seperti itu. Padalah dapat kita ketahui bersama dampaknya bahwa belum lama ini ada sebuah kasus pembunuhan yang dilakukan oleh anak sekolah dasar (sd) yang membunuh adik kelasnya. kasus tersebut merupakan salah satu dampak dari tayangan-tayangan kekerasan.
dan ternyata tahukan anda bila stasiun televisi yang biasa kita tonton itu menggunakan frekuensi secara gratis alias Cuma-Cuma. Dan baru saya ketahui pernyataan seperti itu dari dosen saya tadi siang. Yang ada didalam benak saya setelah mendengar kalimat seperti itu adalah berarti frekuensi merupakan sarana public? Namun mengapa tayangan tayangan televisi setiap harinya hanya sedikit yang berkualitas dan mendidik?
Dan kini ada tayangan-tayangan televisi yang tak tepat sasaran, seperti halnya acara acara yang seharusnya ditonton hanya untuk orang dewasa dapat dengan leluasa ditonton oleh anak anak. Hal itu terjadi bisa karena jadwal penayangannya yang tidak sesuai atau juga karena tidak adanya rambu rambu peringatan dari sang orangtua perihal tayangan televisi.
Dan adapula belom lama ini ada salah satu stasiun televisi yang menyiaran tentang perihal pribadi seperti pernikahan. Tayangan seperti itu dimana letak pendidikan nya? Dimana pula letak nilai moralnya? Dimana letak adegan yang dapat diteladani?. Acara itupun ditayangkan bahkan sampai seharian dan pastinya berbagai kalangan menontonnya tak terkecuali anak anak. Menurut anda tak bahayakah bila anak anda menonton tayangan seperti itu?. Jika frekuensi itu merupakan sarana publik pantaskan siaran televisi itu digunakan untuk acara pribadi? Saya kira anda dapat menjawabnya sendiri.
Seharusnya perusahaan perusahaan stasiun televisi Indonesia ikut serta dalam mencerdaskan anak bangsa dan menyiapkan generasi bangsa yang baik dan berakhlak mulia. Karena dapat kita ketahui bahwa televisi sekarang ini merupakan hal yang pokok bagi masyarakat.
Namun hal ini tak semata-mata disebabkan oleh perusahaan stasiun televisi. Seharusnya masyarakatpun harus jeli didalam menonton sebuah tayangan televisi. Dan selalu mengawasi anggota keluarganya terutama anak dari tayangan yang ada adegan adegan yang menyimpang. Jadi mari kita gunakan sarana pertelevisian Indonesia sebagai menyakur informasi yang bermanfaat untuk kehidupan kita terlebih didalam hal keagamaan atau religi. Dan ubah cara pandang kita tentang fungsi pertelevisian Indonesia yang tidak hanya berfungsi sebagai hiburan namun berfungsi juga sebagai sarana pendidikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H