Mohon tunggu...
amalina faza
amalina faza Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Petaka Kebebasan Bermedia

1 Desember 2018   22:29 Diperbarui: 1 Desember 2018   22:37 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kebiasaan minum teh sembari membaca surat kabar di pagi hari kini mulai hilang. Berita yang ditunggu-tunggu setiap harinya kini berseliweran di berbagai situs online yang dapat dengan mudah dicari hanya dengan mengetikkan tagar. Jika dulu anak sekolahan punya tugas untuk membuat kliping koran, pastinya tidak relevan dengan kondisi sekarang yang mungkin memegang kertaspun jarang.

Banyak dari kita yang hidup sejak zaman berita masih sulit dicari, hingga kini dimana kita kelebihan informasi. Keberadaan gawai dan internet tentunya adalah faktor utama dari perubahan ini. Mari kita bandingkan, di masa Orde Baru, berita hanya bersumber dari media yang sudah memiliki nama dan diakui secara hukum. Segala jenis penerbitan dikontrol oleh pemerintah, dan akan dengan mudah dibredel jika tidak sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Isu-isu yang ingin ditutup dapat dengan mudah tenggelam.

Zaman itu jauh sekali perbedaannya dengan sekarang. Masyarakat dapat menjadi pembaca sekaligus penulis berita dengan mudah. Adanya media konvergensi membuat masyarakat memiliki kebebasan lebih untuk membuat berita. Hingga kini muncul istilah citizen journalism dimana berita dibuat oleh masyarakat, dan diunggah oleh masyarakat pula. Dengan segala macam perkembangan teknologi, berita-berita yang ditulis dapat diperkuat lewat gambar dan video yang disertakan.

Handphone memiliki kekuatan tak terbatas. Lewat aplikasi-aplikasi didalamnya seseorang dapat menyelamatkan dunia hanya dengan sekali mengetik dan meng-klik. Ia dapat menjadi saksi akurat sebuah peristiwa seperti penculikan atau bencana alam. Namun, disisi lain kemudahan menulis berita menurut saya tetaplah memiliki sisi buruknya.

Mari kita bicara tentang warganet Indonesia, jujur saja saya sangat gerah dengan keberadaan berbagai perita palsu yang beredar. Kemudahan menyebarkan berita memberikan akses lebih terhadap penyebaran berita palsu. Mirisnya, dengan tingkat literasi yang masih terbilang rendah, banyak pula masyarakat yang lebih mempercayai berita palsu yang beredar dibanding dengan berita sebenarnya. Keadaan ini kemudian dimanfaatkan untuk menebar kebencian oleh pengguna yang tidak bertanggungjawab. Kekuatan handphone malah dimanfaatkan untuk memecah dan menjatuhkan orang lain.

Kebebasan bermedia juga dapat mengganggu privasi dan kenyamanan hidup seseorang. Yang terhangat adalah viralnya berita mengenai crazy rich surabayan wedding, yang berisikan tentang pemberitaan seorang kaya raya yang akan menikahkan anaknya. Awalnya memang menarik, namun sebuah platform saya rasa memberitakan dengan berlebihan bahkan sampai menjadikan topic itu dalam rubrik khusus. Beberapa saat setelahnya, orang yang bersangkutan menyatakan sangat terganggu dan akan melaporkan orang yang pertama kali memviralkan berita tersebut karena semenjak diberitakan ia mendapat tekanan dari banyak pihak baik didunia nyata maupun dunia maya.

Tak dapat dipungkiri, masyarakat Indonesia memang cenderung dapat disebut sebagai sumbu pendek dalam menyikapi berita yang beredar. Berita yang harusnya bersifat informatif malah dijadikan bahan untuk saling memecah belah. 

Padahal berita yang baca bisa jadi bukan buatan media, melainkan orang biasa dengan sumber yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Bukan hanya itu, berita kini seringkali tidak disajikan secara penuh, hanya cuplikan saja dengan judul bombastis untuk menarik perhatian warganet. Tentunya keadaan ini sangat berbahaya untuk kita sekarang dan kedepannya.

Kemudahan akses yang ada, seharusnya digunakan oleh kita sebagai consumer dengan baik, dengan cara menyikapi lebih kritis lagi saat membaca berita atau sekadar cuplikan berita. Kita haruslah dapat menelisik apakah berita tersebut adalah benar atau tidak. Tak lupa juga, sebagai orang yang paham akan pentingnya hal ini juga harus mengajarkan ke orang-orang yang tidak paham atau bahkan tidak peduli dengan keadaan ini. Jangan sampai kita terpecah belah karena kebebasan bermedia, kalau kita ingin satu, tentu Indonesia akan damai selalu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun