Mohon tunggu...
Amalia Ayu Fauziah
Amalia Ayu Fauziah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Public Administration Student

A Public Administration student with a passion for writing and listening to music. I am an introspective INFJ with a keen interest in government policies.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengenal Kesenian Dogdog di Kampung Garogol: Melestarikan Warisan Budaya Sunda

25 Agustus 2024   23:00 Diperbarui: 25 Agustus 2024   23:05 588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesenian Dogdog Kampung Garogol RW 06, Desa Margaasih, Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung. (KKN 215 SISDAMAS/ Muhammad Wildan Ayubi) 

Margaasih, 25 Agustus 2024 - Kesenian tradisional Sunda, Dogdog, terus hidup dan berkembang di Kampung Garogol, Desa Margaasih, berkat usaha dan dedikasi dari para pelestarinya. Salah satu tokoh yang berperan penting dalam kebangkitan kesenian ini adalah Om Yanto, yang akrab disapa Om Joy, Ketua Kesenian Dogdog Kampung Garogol.

Om Joy menjelaskan bahwa kesenian Dogdog sebenarnya sudah ada sejak lama di Kampung Garogol. "Kesenian Dogdog di Kampung Garogol sebenarnya sudah ada dari dulu, namun kesenian ini baru mulai berkembang kurang lebih 11 bulan, tepatnya sejak September tahun 2023," ungkapnya. Ini menunjukkan bahwa meskipun Dogdog adalah warisan budaya yang tua, upaya revitalisasi baru mulai terlihat nyata dalam setahun terakhir.

Dogdog di Kampung Garogol tidak hanya bertumpu pada satu orang. "Untuk tokoh yang ada di Dogdog ini ada beberapa," kata Om Joy. Ia menyebutkan beberapa nama penting seperti dirinya sebagai ketua kesenian, Mang Oleh sebagai pemanggul Dogar (Domba Garogol), Pak Adul dan Pak Abas sebagai pemain musik, Pak Acim sebagai pemain Badomlak (gendang besar), dan Pak Hendi sebagai pemain Talingtit (gendang kecil). Masing-masing memiliki peran penting dalam menjaga kelangsungan kesenian ini.

Menurut Om Joy, memainkan kesenian Dogdog membutuhkan perpaduan antara seni suara dan alat musik tradisional. "Untuk memainkan kesenian Dogdog ini diperlukan penyanyi sinden, lalu alat musik seperti gendang, badomlak, talingtit, terompet, gong, dan simbal," jelasnya. Sementara itu, keberadaan Domba Garut yang dipanggul dalam pertunjukan menjadi daya tarik tersendiri dan bagian tak terpisahkan dari hiburan tersebut.

Penampilan seni Dogdog di malam puncak  17 Agustus Kampung Garogol RW 06, Desa Margaasih, Kec. Cicalengka. (KKN 215 SISDAMAS/ Muhammad Arif Septian)
Penampilan seni Dogdog di malam puncak  17 Agustus Kampung Garogol RW 06, Desa Margaasih, Kec. Cicalengka. (KKN 215 SISDAMAS/ Muhammad Arif Septian)

Kesenian Dogdog di Kampung Garogol memiliki ciri khas yang membedakannya dari daerah lain. "Yang membedakan Dogdog di Kampung Garogol dengan kesenian Dogdog yang lain adalah di sini tidak menggunakan Reak," terang Om Joy. Menurutnya, ini sesuai dengan keinginan para leluhur untuk menghilangkan sisi mistis dalam pertunjukan. Selain itu, tidak seperti seni punggul lainnya yang biasanya menggunakan Sisingaan atau Elang-Elangan, Kampung Garogol memilih menggunakan Domba, mirip dengan tradisi di Garut. Namun, melestarikan kesenian Dogdog bukan tanpa tantangan. "Yang dihadapi dalam melestarikan seni Dogdog ini adalah anak mudanya masih suka malas untuk mengikuti seni ini," ungkap Om Joy. Meski demikian, ia bersyukur bahwa anak-anak masih menunjukkan minat dan kesenian ini dapat berkontribusi untuk kegiatan sosial, seperti membantu masjid.

Tim liputan bersama tokoh seni Dogdog Kampung Garogol RW 06
Tim liputan bersama tokoh seni Dogdog Kampung Garogol RW 06

Om Joy juga menyampaikan pesan penting untuk generasi muda dalam upaya pelestarian budaya. "Untuk generasi muda, jangan kalah sama budaya luar, yuk kita kembangin budaya Sunda," tegasnya, menekankan pentingnya kebanggaan dan komitmen untuk melestarikan warisan budaya.

Kesenian Dogdog di Kampung Garogol, dengan segala keunikan dan tantangannya, adalah cerminan dari kekayaan budaya Sunda yang harus terus dijaga dan dilestarikan oleh generasi mendatang. (Wildan, Arif/ JOB)

Editor : Amalia Ayu Fauziah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun