Pendidikan berkualitas adalah salah satu tujuan dari Sustainable Development Goals (SDG), yaitu serangkaian tujuan pembangunan global yang disepakati oleh 193 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa, termasuk Indonesia. SDG mencakup 17 tujuan dan 169 target yang harus dicapai pada tahun 2030, mulai dari menghapus kemiskinan, mengurangi ketimpangan, melindungi lingkungan, hingga mempromosikan perdamaian dan keadilan.
Namun, untuk mencapai tujuan tersebut, Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan, salah satunya adalah kesenjangan sistem pendidikan dan infrastruktur di tingkat daerah. Menurut data UNESCO1, pada tahun 2019 terdapat sekitar 4,3 juta anak usia 7-18 tahun yang tidak sekolah di Indonesia. Alasan utama anak tidak sekolah adalah masalah ekonomi, sehingga mereka terpaksa bekerja untuk membantu orang tua mencari nafkah. Selain itu, masih ada kesenjangan partisipasi dan kualitas pendidikan antara daerah perkotaan dan pedesaan, antara kelompok sosial ekonomi atas dan bawah, serta antara gender dan kelompok rentan lainnya.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah mengeluarkan kebijakan sistem zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Sistem zonasi PPDB adalah jalur pendaftaran bagi siswa sesuai dengan ketentuan wilayah zonasi domisili yang ditentukan pemerintah daerah. Tujuan dari diberlakukannya sistem ini adalah untuk mendukung layanan pendidikan yang merata. Jadi, tidak ada lagi istilah 'kasta' dan sekolah favorit dalam sistem pendidikan di Indonesia.
Namun, apakah sistem zonasi PPDB benar-benar efektif dan adil? Apakah sistem ini dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia? Apakah sistem ini dapat menghapus kesenjangan pendidikan di Indonesia? Atau justru sebaliknya?
Menurut opini saya, sistem zonasi PPDB memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya adalah:
Sistem zonasi PPDB dapat menghemat biaya transportasi bagi siswa yang bersekolah di dekat rumahnya. Hal ini dapat mengurangi beban ekonomi bagi orang tua siswa, terutama yang berpenghasilan rendah.
Sistem zonasi PPDB dapat meningkatkan peran komunitas dalam penyelenggaraan pendidikan. Dengan bersekolah di dekat rumahnya, siswa dapat lebih mudah berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Hal ini dapat memperkuat rasa memiliki dan tanggung jawab terhadap sekolah dan masyarakat.
Sistem zonasi PPDB dapat mendorong peningkatan kualitas sekolah di daerah tertinggal. Dengan adanya sistem ini, sekolah-sekolah di daerah tertinggal tidak akan kehilangan siswa-siswa potensial yang memilih bersekolah di daerah lain. Hal ini dapat menjadi motivasi bagi sekolah-sekolah tersebut untuk meningkatkan fasilitas, sarana prasarana, dan kinerja guru-gurunya.
Kekurangannya adalah:
Sistem zonasi PPDB dapat mengurangi hak siswa untuk memilih sekolah sesuai dengan minat dan bakatnya. Dengan adanya sistem ini, siswa tidak dapat bersekolah di sekolah yang memiliki program atau jurusan yang sesuai dengan minat dan bakatnya. Hal ini dapat membatasi potensi dan pengembangan diri siswa.