Mohon tunggu...
Amalia Safitri
Amalia Safitri Mohon Tunggu... Lainnya - sebagai mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

gemar membaca novel, dan suka mendengarkan musik selain itu memiliki hobi traveling dan belanja

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengenal Lebih Dekat Keilmuan Seorang Dai Sosok yang Menjadi Teladan bagi Umat

27 Mei 2024   19:46 Diperbarui: 27 Mei 2024   19:56 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Syamsul Yakin dan Amalia Safitri

(Dosen dan Mahasiswa Bimbingan dan Penyuluhan Islam UIN Syarif Hifayatullah Jakarta)

Mengingat tiga  ajaran utama Islam, yaitu iman, syariah, dan akhlak, maka ilmu seorang dai mencakup ketiga  ajaran utama Islam tersebut. Ketiganya sering disebut sebagai tiga pilar  dakwah. Pertama, pengetahuan tentang keyakinan dan kepercayaan. Akidah  berbeda dengan tauhid (penegasan kepada Allah). Monoteisme adalah bagian dari keyakinan. Makna iman lebih luas dibandingkan makna tauhid. Iman bukan hanya tentang keimanan kepada Allah, tetapi juga tentang utusan Allah, kitab Allah, malaikat, hari akhir, takdir, dll. Selama ini diketahui banyak aliran pemikiran dalam Islam, seperti Khawarij, Mu'tazila, Asy'aria, Maturdiyyah, dan Wahabiya. Dari sudut pandang monoteistik, Islam cenderung menekankan Allah.

Namun dari sisi keimanan, mereka mempunyai pandangan berbeda. Seorang dai setidaknya harus memahami  aliran yang diikutinya, jumlah dan pendapatnya. Misalnya tentang perbuatan Tuhan dan manusia. Masing-masing memiliki serangkaian klaim lengkap tentang alam, surga, neraka, dll. Idealnya, seorang dai bisa melihat perbedaan dan persamaan antar denominasi. Untuk itu seorang dai harus mempelajari Al-Qur'an dan ilmu tafsir, ilmu hadis dan hadis, sejarah, serta tumbuh kembangnya teologi dalam Islam. Selain ilmu tentang Manhaj, Mazhab, Ormas dan Partai, baik persamaan maupun perbedaannya.

Kedua, Ilmu yang berkaitan dengan Syariah. Dalam konteks ini, syariah berbeda dengan fiqh. Syariah adalah hukum Islam yang bersumber dari Al-Qur'an dan Sunnah murni (bukan produk Ijtihad), sedangkan Fiqih merupakan produk Ijtihad para Ulama dalam kaitannya dengan hukum Islam yang bersumber dari Al-Qur'an dan Sunnah. Untuk itu para da'i harus menguasai Al-Qur'an, Hadits Nabi, dan literatur hukum klasik, abad pertengahan, dan modern. Dalam hal ini dapat dibedakan Syari'at, Fiqih dan Sholat. Ibadah adalah bagian dari fiqh. Oleh karena itu, dalam kepustakaan dikenal fikih tentang ibadah, fikih tentang Muammarah, fikih tentang politik, dan sebagainya.

Ketiga, pengetahuan tentang moralitas. Moralitas berbeda dengan tasawuf. Akhlak lebih merupakan perilaku eksternal, sedangkan tasawuf merupakan perilaku internal. Seorang dai harus mampu membedakan antara akhlak yang baik (mahmuda) dan akhlak yang buruk (mazumma). Akhlak dakwah hendaknya ditingkatkan hingga menjadi tasawuf dakwah. Karena Dai adalah panutan Mad'u. Idealnya, seorang khatib dapat menggambarkan dirinya berdasarkan Aqidah (Kalamisme), Syariah (Madhhab Fiqih), dan Akhlak (Sufisme). Misalnya seorang dai mempunyai pola pikir kalam yang dinamis karena berlandaskan pada teologi Asharya, aspek mistik yang enerjik karena berlandaskan tasawuf al-Ghazali, dan istimbath hukum  yang diikuti rasional-juristik karena bermanhaj fikih Syafii

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun