Mohon tunggu...
Amalia Safitri
Amalia Safitri Mohon Tunggu... Lainnya - sebagai mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

gemar membaca novel, dan suka mendengarkan musik selain itu memiliki hobi traveling dan belanja

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kembali ke Masa Lalu: Revitalisasi Konsep Post-Truth dalam Konteks Modern

20 Mei 2024   18:44 Diperbarui: 20 Mei 2024   18:57 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: 

Syamsul Yakin (Pengasuh Pondok Pesantren Darul Akhyar Parung Bingung  Kota Depok) dan Amalia Safitri (Mahasiswa Bimbingan dan Penyuluhan Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

Post-truth sebenarnya bukanlah sesuatu yang terjadi  baru-baru ini. Tidak demikian halnya ketika  media baru, media sosial, media online seperti jejaring sosial tersedia. Post-truth tidak dimulai dari jari tangan, dunia digital, dunia maya atau apapun di internet, namun selalu di hati manusia. Kebohongan yang terkesan fakta sudah ada sejak zaman Nabi SAW. Dengan kata lain post-truth adalah perilaku lama dengan kemasan baru. Apa itu post-truth bisa dilihat dari keterangan Nabi SAW berikut ini.

Nabi SAW berasal dari Abu Hurairah dan berkata: Dalam hal ini pembohong dibenarkan dan orang jujur ditipu. Pengkhianat adalah orang yang  dipercaya dan orang yang dapat dipercaya dianggap  pengkhianat. Waktu Obrolan Ruwaibidha. Seseorang bertanya, "Apa yang dimaksud dengan Ruwaibidha? Nabi SAW menjawab: "Orang bodoh mencampuri urusan masyarakat" (HR. Ibnu Maja) Jika pembohong dibenarkan dan orang  jujur ditipu, maka ini jelas merupakan masalah post-truth.

Anda selalu bisa berhenti mengandalkan opini dari sumber berita yang valid. Mereka menyukai rumor yang mempermainkan emosi dan akal sehat. Jelas bahwa post-truth telah lama mampu mengalahkan rasionalitas. Tentu saja, jika dibiarkan, kohesi sosial, laju pembangunan, serta keunggulan dan kemandirian nasional akan terancam.

Secara psikologis, post-truth lambat laun muncul  dari rasa takut akan kejujuran orang lain dan rasa cemas akan kalah dalam persaingan.

Kelemahan dalam pengelolaan karakter, pengetahuan, dan usaha. Post-Truth adalah potret orang-orang yang kalah dan berjuang untuk meraih kemenangan meskipun ada konspirasi, penghasutan, dan aktivisme kulit hitam. Dengan kata lain, pembohong dibenarkan, sedangkan orang jujur ditipu. Tidak dapat disangkal bahwa praktik politik kontemporer dipengaruhi oleh post-truth.

Memberi label pada orang yang dapat dipercaya sebagai pengkhianat dan mempercayai pengkhianat membuktikan bahwa sifat dasar media sosial bukanlah anti-kemanusiaan. Artinya, sejarah telah membuktikan bahwa misinformasi, berita palsu, dan ujaran kebencian sudah banyak terjadi bahkan sebelum berkembangnya media terintegrasi. Dengan kata lain, Internet pada dasarnya bersifat humanistik, demokratis, dan pluralistik. Sayangnya, di era perubahan ini, banyak orang yang diserang tanpa mengetahui siapa yang menyerangnya.

Seseorang dikhianati tanpa mengetahui pengkhianatnya. Situasi ini diperburuk dengan munculnya ruwaibida, sebuah ekspresi online masyarakat  yang bersifat instan, munafik, antisosial, dan bandit.

Ruwaibidha adalah musuh negara bahkan  peradaban. Ruwaibidha ada di tengah, tapi sebenarnya dia hanya menonton dari pinggir lapangan sebagai penyerbu. Selain itu,  kemampuan pidatonya memungkinkan dia mengendalikan situasi ekonomi dan politik. Ruwaibida telah mencoreng wajah media sosial yang seharusnya digunakan secara bijak dan biadab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun