Secara geometris, bentuk lengkung jembatan ini mengoptimalkan distribusi beban dan memberikan stabilitas. Masyarakat Pekalongan memahami prinsip-prinsip ini melalui observasi dan praktik sepanjang sejarah. Analisis geometri ini juga menggambarkan bagaimana budaya lokal berkontribusi pada kemajuan teknik sipil, mengintegrasikan unsur-unsur matematika dalam kehidupan sehari-hari. Setiap masyarakat, baik yang modern maupun tradisional, memiliki cara-cara unik dalam memecahkan masalah sehari-hari yang melibatkan aspek-aspek matematis, seperti pengukuran, perhitungan, dan pemodelan.
Dalam konteks pembangunan Jembatan Lengkung Pekalongan, etnomatematika dapat dilihat pada cara masyarakat lokal mengintegrasikan pengetahuan matematis dalam desain jembatan yang juga mencerminkan kearifan lokal.
1. Geometri dan Simbolisme Budaya
  Salah satu konsep yang dapat diidentifikasi dalam desain jembatan adalah penggunaan geometri. Bentuk lengkung pada jembatan mencerminkan prinsip geometri yang dikenal dalam dunia teknik sipil, yaitu lengkungan yang mampu mendistribusikan beban secara efisien. Namun, di luar itu, bentuk lengkung ini juga memiliki nilai simbolis bagi masyarakat Pekalongan. Lengkungan sering kali dianggap sebagai simbol kedamaian dan keterhubungan antara berbagai elemen kehidupan, seperti yang terlihat dalam banyak karya seni dan motif batik Pekalongan yang memiliki elemen melengkung atau berputar. Geometri lengkungan pada jembatan ini menggabungkan prinsip fisika dan matematika yang bertahan lama dengan elemen simbolik yang sangat khas.
2. Penggunaan Pola dan Simetri
  Selain geometri, simetri adalah elemen penting yang juga terkait erat dengan prinsip matematika dalam desain jembatan ini. Pola simetris yang ada pada struktur jembatan mengacu pada prinsip keseimbangan dan harmoni, yang merupakan bagian dari pemikiran budaya lokal. Di dalam batik Pekalongan, misalnya, motif simetris digunakan untuk menggambarkan keteraturan dan keseimbangan alam. Prinsip yang sama diterapkan dalam desain jembatan ini, menciptakan keseimbangan struktural sekaligus memberikan estetika yang menyatu dengan alam sekitar.
3. Konstruksi dan Teknologi Tradisional
  Walaupun jembatan ini dibangun dengan teknologi modern, proses konstruksinya tidak lepas dari pengaruh teknik dan pengetahuan tradisional masyarakat setempat. Teknik konstruksi yang mengandalkan pemahaman terhadap sifat material dan keterampilan dalam membangun struktur yang kokoh dan tahan lama dapat dilihat sebagai wujud dari pengetahuan matematika yang sudah ada dalam budaya lokal. Ini menunjukkan bahwa masyarakat lokal telah mengembangkan teknik-teknik praktis yang didasarkan pada pengamatan dan eksperimen empiris yang memanfaatkan prinsip-prinsip dasar matematika.
Jembatan Lengkung Pekalongan tidak hanya berfungsi sebagai sarana transportasi, tetapi juga menjadi simbol integrasi antara ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya. Dalam konteks etnomatematika, pembangunan jembatan ini mengingatkan kita bahwa matematika bukanlah ilmu yang terpisah dari kehidupan manusia, melainkan sebuah bagian integral dari cara hidup yang berkembang dalam setiap kebudayaan. Masyarakat Pekalongan, dengan tradisi batik dan kearifan lokal lainnya, menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan dan budaya dapat saling mendukung dalam menciptakan karya-karya yang tidak hanya berfungsi, tetapi juga mengandung nilai estetika dan simbolis.
Dengan demikian, melalui Jembatan Lengkung Pekalongan, kita dapat melihat bagaimana konsep-konsep matematika, seperti geometri, simetri, dan struktur, tidak hanya ditemukan dalam teori, tetapi juga dalam praktik kehidupan sehari-hari yang dipengaruhi oleh budaya lokal. Ini menunjukkan betapa pentingnya pemahaman etnomatematika untuk menjembatani kesenjangan antara ilmu pengetahuan dan budaya, serta mengapresiasi kearifan lokal dalam konteks pembangunan modern.
Itulah sedikit informasi mengenai etnomatematika pada jembatan lengkung Pekalongan. Bagaimana tanggapan mengenai etnomatematika tersebut? Apakah di daerah anda juga ada etnomatematika yang berhungan dengan dunia nyata?