Penulis:
1. Amalia Putri (Mahasiswa Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Islam Sultan Agung Semarang)
2. Nila Ubaidah, S.Pd., M.Pd (Dosen Pengampu Mata Kuliah Etnomatematika)
Pekalongan dikenal dengan tradisi batiknya yang kaya, dan geometri memainkan peran penting dalam pola-pola yang dihasilkan. Setiap desain batik mengandung elemen matematika yang reflektif dari cita rasa estetika masyarakat. Keberadaan Jembatan Lengkung juga tak terlepas dari pengaruh budaya ini, di mana bentuk lengkung jembatan tidak hanya menghadirkan keindahan, tetapi juga menggambarkan keterhubungan antara seni dan sains.
Jembatan Lengkung Pekalongan adalah contoh nyata dari etnomatematika, yaitu matematika yang dipraktikkan dalam konteks budaya lokal. Dengan bentuk yang melengkung, jembatan ini mengilustrasikan prinsip-prinsip geometri yang jelas dan secara simbolis menggambarkan kekuatan serta kesinambungan. Penelitian menunjukkan bahwa masyarakat telah menggunakan pemahaman matematis dalam desain jembatan ini, sehingga menghasilkan struktur yang aman dan estetis.
Geometri tidak hanya menjadi cabang matematika yang berkaitan dengan bentuk dan ukuran, namun juga merupakan bagian integral dari budaya masyarakat. Jembatan Lengkung Pekalongan, yang terletak di kota Pekalongan, Jawa Tengah, adalah salah satu contoh infrastruktur yang tidak hanya berfungsi sebagai sarana transportasi, tetapi juga sebagai simbol dari perpaduan antara budaya lokal dan pengetahuan matematis. Jembatan ini dikenal dengan desainnya yang unik, berupa lengkungan besar yang mencerminkan teknologi dan budaya setempat. Dalam konteks ini, jembatan ini menjadi objek yang sangat relevan untuk dianalisis melalui perspektif etnomatematika.
Etnomatematika, sebuah bidang yang mempelajari hubungan antara matematika dan budaya, dapat digunakan untuk memahami bagaimana pengetahuan matematika berkembang dalam konteks budaya tertentu. Di sini, matematika tidak hanya dilihat sebagai ilmu yang terpisah dari kehidupan sosial, tetapi sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari warisan budaya dan teknologi yang berkembang dalam suatu masyarakat. Artikel ini akan mengulas bagaimana konsep etnomatematika tercermin dalam desain dan konstruksi Jembatan Lengkung Pekalongan, serta bagaimana elemen budaya lokal berperan dalam penerapan matematika dalam pembangunan jembatan tersebut.
Desain Jembatan Lengkung mencerminkan kearifan lokal yang telah dipraktekkan dan dikembangkan selama berabad-abad. Selain memperhatikan fungsi fisik jembatan, desain ini juga memperhitungkan aspek sosial dan budaya, menciptakan susunan ruang yang merangkul interaksi masyarakat. Kearifan lokal inilah yang menjadi dasar pemikiran desain, berpadu dengan pengetahuan teknis untuk menghasilkan karya yang harmonis.
Struktur jembatan lengkung ini memanfaatkan prinsip-prinsip geometri, khususnya teori lengkungan dan penopang, yang merupakan cabang matematika yang sangat berperan dalam rekayasa sipil. Jembatan ini dirancang dengan menggunakan bahan-bahan yang kuat dan ringan agar mampu menahan beban dengan efektif, dan pada saat yang sama, tampil sebagai karya arsitektur yang menyatu dengan lanskap kota. Dalam perancangan dan konstruksi jembatan ini, penerapan prinsip-prinsip geometri dan mekanika struktur sangat terlihat.
Namun, jika kita menelusuri lebih dalam, desain ini juga mengandung elemen-elemen budaya yang erat kaitannya dengan kehidupan masyarakat Pekalongan, yang dikenal dengan tradisi batik dan seni ukir. Bentuk lengkungan pada jembatan ini tidak hanya dipilih berdasarkan pertimbangan teknis semata, tetapi juga memiliki hubungan dengan simbolisme dan filosofi budaya lokal. Oleh karena itu, jembatan ini bukan hanya sebuah infrastruktur, tetapi juga merupakan representasi visual dari penerapan matematika dalam konteks budaya.