Mohon tunggu...
Amalia Putri Oktavia R J
Amalia Putri Oktavia R J Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UGM

Mahasiswa Program Studi S1 Pariwisata 2022

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Romantika di Pantai Sarangan

13 September 2024   03:30 Diperbarui: 13 September 2024   03:37 0
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Matahari pagi menyinari sudut-sudut kota Jogja, memancarkan kehangatan yang membuat setiap harinya begitu istimewa. Perjalanan kali ini terasa berbeda dari biasanya. Seorang teman lama yang sudah lama tak bersua, Ibnu, tiba-tiba menghubungi dengan kabar gembira. Dia sedang berada di kota Jogja, dan berencana mengajak jalan-jalan ke salah satu pantai yang belum terlalu dikenal banyak orang, yaitu Pantai Sarangan.

  Kami sepakat untuk bertemu pagi-pagi di sebuah rumah makan Soto Segeer Hj.Fatimah di dekat kostku. Soto di tempat ini memang istimewa. Kuahnya yang hangat dan penuh rempah begitu memanjakan lidah, apalagi saat dipadu dengan potongan daging ayam yang lembut dan taburan bawang goreng yang gurih. Sarapan soto di pagi hari seperti ini benar-benar membuat semangat untuk mengawali hari.

  Setelah sarapan, sekitar pukul 09.00, kami berdua memutuskan untuk segera berangkat menuju Pantai Sarangan. Perjalanan kami diiringi dengan obrolan ringan yang sesekali diselingi canda tawa. Jalanan pagi itu cukup lancar, dan akses menuju pantai ini juga sangat baik. Jalanan beraspal mulus dengan pemandangan hijau di kiri-kanan jalan menambah kenikmatan perjalanan. Meskipun pantai ini belum terlalu ramai dikunjungi wisatawan, namun aksesibilitas menuju ke sana sudah cukup memadai.

  Sekitar satu setengah jam kemudian, tepatnya pukul 10.30, kami tiba di Pantai Sarangan. Begitu sampai, aku langsung terpana dengan keindahan yang tersaji di hadapan mata. Pantai ini benar-benar sebuah permata tersembunyi. Pasir putih membentang luas, dengan deburan ombak yang tenang menghampiri bibir pantai. Air lautnya berwarna biru jernih, memantulkan langit cerah yang seakan tak berujung. Di kejauhan, garis pantai terlihat melengkung indah, dihiasi pepohonan rindang yang memberikan kesan sejuk dan damai.

  Setelah memarkirkan motor, kami mencari tempat yang nyaman dan memutuskan untuk menyewa salah satu payung pantai yang tersedia. Di bawah payung itu, dengan karpet pantai, kami pun duduk dan mulai menikmati suasana yang tenang. Sembari menunggu matahari tidak begitu terik, aku mengeluarkan setumpuk kartu yang sudah aku siapkan dari kost, dan mengajak Ibnu untuk bermain. "mau main kartu?" tanyaku sambil tersenyum. Ibnu setuju dengan antusias, dan kami mulai bermain kartu sambil sesekali bercanda dan tertawa. Permainan kartu itu seolah menjadi pengisi waktu yang sempurna di tengah pemandangan pantai yang indah. Kami bermain beberapa ronde, menikmati setiap momen, baik saat menang maupun kalah. Tapi yang paling penting adalah kebersamaan dan kehangatan yang tercipta di antara kami.

  Di pantai ini, suasananya begitu tenang, jauh dari hiruk-pikuk keramaian kota. Hanya ada suara ombak yang bergulung lembut dan kicauan burung yang sesekali terdengar. Kami berjalan menyusuri pantai, menikmati angin sepoi-sepoi yang membawa aroma laut yang khas. Tanpa terasa, waktu berlalu dengan cepat. Kami duduk di atas hamparan pasir, menghadap ke laut yang luas. Perasaan damai mengalir di hati, seakan semua beban lenyap bersama angin yang berhembus.

  Setelah beberapa saat duduk menikmati pemandangan, Ibnu tiba-tiba mengajakku untuk berbicara lebih serius. Wajahnya terlihat tegang, tidak seperti biasanya yang selalu ceria dan penuh canda. "Aku punya sesuatu yang mau aku sampaikan ke kamu," katanya sambil menatap lurus ke arahku. Aku merasa sedikit gugup, tapi juga penasaran dengan apa yang akan dia katakan.

  Dengan perlahan, Ibnu mulai bercerita tentang perasaannya selama ini. Dia mengungkapkan bahwa sejak dulu dia sudah menyukaiku, tapi belum pernah punya keberanian untuk mengatakannya. Selama ini, dia hanya menyimpan perasaan itu dalam hati, takut kalau hubungan kami akan berubah jika dia mengungkapkan semuanya.

  Aku mendengarkan dengan seksama, dan jujur saja, perasaanku campur aduk saat itu. Ada perasaan senang, terkejut, dan sedikit gugup. Ibnu kemudian menatapku dalam-dalam dan bertanya dengan suara pelan namun penuh ketulusan, "Mau nggak kamu jadi pacarku?" Jantungku berdegup kencang, dan rasanya seluruh dunia seakan berhenti sejenak menunggu jawabanku. Aku tersenyum kecil, dan dengan suara yang hampir bergetar, aku menjawab, "Iya, aku mau."

  Begitu aku mengucapkan kata-kata itu, rasanya ada beban besar yang terlepas dari dada. Ibnu tersenyum lega, dan tanpa ragu, dia menggenggam tanganku dengan erat. Saat itu, aku merasa bahwa segala sesuatu di dunia ini begitu sempurna. Kami duduk berdampingan, menikmati sisa hari itu dengan perasaan yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata.

  Langit perlahan mulai berubah warna menjadi oranye saat matahari bersiap-siap tenggelam di ufuk barat. Pemandangan itu menambah keindahan momen yang sedang kami rasakan. Kami tak banyak berbicara setelah itu, tapi kesunyian di antara kami bukanlah kesunyian yang canggung. Itu adalah kesunyian yang penuh dengan rasa syukur dan kebahagiaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun