Usaha jasa tata boga atau jasa katering merupakan objek pajak penghasilan Pasal 23. Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan No 141/PMK.03/2015 tentang Jenis Jasa Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf C Angka 2 Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan s.t.d.t.d. UU No. 36 Tahun 2008.
Pajak jasa catering PPh 23 ini dikenakan pada penerima imbalan/penghasilan dalam hal ini pelaku usaha katering atas penyediaan jasa kateringnya. Sedangkan subjek pajak pemotong pajak penghasilan pasal 23 atas penyediaan jasa catering adalah pemberi imbalan/penghasilan atau pengguna jasa katering.
Tarif Pajak Jasa Catering PPh 23
Merujuk Pasal 23 huruf c UU PPh, tarif pajak penghasilan pasal 23 usaha katering sebesar 2% dari jumlah bruto. Apabila wajib pajak pelaku usaha jasa catering tidak memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak), maka besar tarif pemotongan PPh 23 catering lebih tinggi 100%. Jadi, jika penerima imbalan/penghasilan atas penyediaan jasa katering memiliki NPWP, maka dikenakan PPh 23 sebesar 2%, namun jika tidak memiliki NPWP dikenakan 4% dari jumlah bruto.
Kesimpulan
Jasa usaha tata boga atau jasa katering merupakan objek pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan pasal 23 dengan tarif 2% dari jumlah bruto yang diterima penyedia jasa catering. Pemotongan pajak penghasilan pasal 23 usaha katering harus dilakukan oleh pengguna jasa sebagai pihak yang memberikan imbalan/penghasilan kepada penyedia jasa katering.
Demikianlah penjelasan tentang pajak catering Indonesia yang dapat menjadi tips pajak catering bagi wajib pajak yang menggunakan jasa katering agar dapat mengelola pajak jasa katering dengan benar dan terhindar dari sanksi pajak catering.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H